Rayuan agar memilih SMK dengan gaung sosialisasi yang sangat
gencar, seharusnya dipadukan dengan program perencanaan yang terpadu dari Kemendiknas sekarang Kemdikbud dengan
Kementrian
relevan misalnya Menaker, Menko Perekonomian dan pengatur kebijakan tentang
keuangan yakni Gubernur Bank Indonesia. Sehingga program pengembangan SMK minimal
berbanding lurus dengan penyediaan lapangan kerja dan iklim usaha yang dapat
diharapkan.
Dengan perbandingan 2:1 untuk SMK dan
SMA saya mencoba membuat statistik tentang lulusan yang nanti akan mau apa, mau
kemana atau mau dikemanakan dengan jumlah yang sedemikian banyaknya. Saya
memisalkan sebuah kota kecil kelahiran saya, Banjarnegara sebuah kota di Jawa
Tengah. Jumlah SMA di Kabupaten Banjarnegara untuk sekolah negeri ada 8
ditambah MAN ada 2 jadi terdapat 10 sekolah untuk tingkat SMA, berarti harus
ada 20 SMK yang harus didirikan untuk memenuhi Rentra tersebut..amazing!,
sungguh menajubkan bukan? Saya berasumsi jika satu SMK meluluskan rata-rata
pertahun 100 siswa berarti setiap tahun terdapat 2000 lulusan!!! Dengan Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah
106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Propinsi Jawa Tengah (Sumber: Wikiepedia) menyediakan lapangan kerja untuk
terserapnya lulusan maksimal separuh saja dari lulusan tersebut suatu hal yang bagaikan
menegakan benang basah!
Bagaimana dengan harapan lulusan SMK
untuk menciptakan lapangan kerja sendiri? Koordinasi lintas sektoral jawaban
yang tepat untuk menjawab permasalahan tersebut. Modal yang sangat dibutuhkan
untuk pendirian usaha, perlu berkoordinasi dengan perbankan atau dunia usaha
yang relevan yang diharapkan bisa sebagai bapak asuhnya. Untuk regulasi
dibidang usaha terkait dengan pendirian usaha baru bagi lulusan SMK diperlukan
koordinasi dengan Menko Perekonomian. Untuk segmen pasar penyerapan lulusan
yang siap kerja diperlukan koordinasi dengan Menaker. Yang jelas bukan hanya
bentuk koordinasi tetapi harus dituangkan dalam bentuk MOU. Makanya dari awal
Kemdikbud dalam masalah ini tidak bisa berjalan sendiri demi suksesnya SMK
bisa.
Konsep reposisi pendidikan kejuruan merupakan
salah satu model penataan dan pengembangan pendidikan kejuruan yang didasarkan
atas kajian permasalahan tentang perekonomian dan ketenagakerjaan di wilayah.
Dalam pelaksanaannya pemerintah pusat dalam hal ini Kemdikbud sebagai
penanggungjawab teknis menguraikannya menjadi 3 pilar utama : (1) Pemerataan
dan Perluasan Akses Pendidikan. (2) Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya saing
serta (3) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik. Namun
suatu kebijakan yang boleh dikatakan agak terlambat sebenarnya bahwa Pemerintah
dalam hal ini Kemdikbud baru menyadari bahwa pemetaan pendidikan tingkat
menengah perlu dievaluasi atau direposisi dan hasilnya mulai tahun 2006 baru
disosialisasikan khususnya tentang salah satu pilar kebijakan Depdiknas yaitu
program peningkatan akses khususnya
pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan.
No comments:
Post a Comment