Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Keluarga Di Era "Now"


Anak adalah Peniru Ulung. Sikap mereka di sekolah, di lingkungan dan di masyarakat adalah cerminan bagaimana kehidupan mereka di rumah, yang tentu tidak terlepas dari teladan/didikan orang tua. Rumah merupakan madrasah (sekolah) pertama bagi tumbuh kembang anak dan orang tua adalah guru utama bagi tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Disebabkan karena usia dini adalah usia meniru, maka orang tua adalah ‘model’ bagi anaknya. Oleh karena itu, keluarga menjadi ujung tombak dalam perkembangan sosio-emosinya. 
Menyikapi fenomena dan tantangan anak jaman “Now”, pola pendidikan orang tua tidak akan sama dengan pola pendidikan yang kita dapati dari orang tua kita dahulu (saya sekarang sebagai orang tua). Jaman dahulu (saya masih sekolah SD) semua serba sederhana,belum berkembang dengan menggunakan perangkat elektronik, perangkat lunak masih bersifat tradisional, radio, tape recoder, permainan menggunakan motorik sangat dominan. Anak-anak pada zaman sekarang sudah langka melakukan permainan petak umpet, lompat tali,egrang, ular naga panjang,engklek,congklak, kelereng, gobag sodor, kucing-kucingan dan permainan tradisonal lainnya. 

Sumber gambar : PUSKAKOM (Pusat Kajian Komunikasi) UI,2014

Ibarat pepatah yang sudah kita kenal, Lain lading lain belalang, lain zaman lain juga permainan. Zaman Now, interaksi anak untuk bermain bisa dikatakan berhadapan dengan layar atau disebut juga jaman ‘layar’, layar televisi, handphone, komputer atau laptop, game, dan internet. perlu mendapat perhatian dan pengawasan orangtua terhadap apa yang dilihat anak di layar-layar media elektronik tersebut. Demikian pula dengan jenis dan bentuk permainan anak di zaman digital ini seperti play stastion, game online, jejaring sosial, youtube, instagram, dan berbagai permainan yang berbasis IT lainnya. Bagaimana peran orangtua dalam menjaga anak-anaknya dari dampak negatif dunia layar, dan bagaimana memanfaatkan dunia layar bagi kebaikan hidup mereka? Perlu dipahami bahwa tugas orangtua menjaga anak-anak mereka dari dampak negatif dunia layar bukan berarti menutup rapat-rapat anak mereka dari dunia layar sama sekali. 
Penelitian yang dilakukan oleh Nasrun Faisal (2016) mengungkapkan bahwa pola asuh yang tidak otoriter oleh orang tua disertai penjelasan dan pengawasan penggunaan media digital diperlukan sehingga anak akan menggunakan media tersebut sesuai kebutuhan. Pemberian penjelasan adalah bentuk pemahaman orang tua terhadap sesuatu aplikasi sehingga orang tua dapat memandu dengan benar. 
 

Globalisasi dengan segala dampaknya sudah tidak dapat dibendung lagi kedahsyatannya, dan oleh sebab itu keluarga sebagai lingkungan terkecil harus bisa menyiapkan pendidikan untuk berlayar di lautan modernisasi.Upaya-upaya untuk mengantisipasi serbuan situs pornografi pada dampak negatif penggunaan internet, berbagai internet software ini sedikit banyak bisa mengurangi efek penetrasi pornografi yang ditimbulkan. Sebut saja Solid Oak Softwarei, dengan produk andalannya Cybersitter. Software ini bekerja melalui tiga tahap; mengunci akses ke URL (Uniform Resource Locator) tertentu (Web, FTP Sites, dan Unsenet News Gruop)` yang kedua adalag dengan meyensor key words tertentu, dan yang terakhir berfungsi sebagai penyensor file-file tertentu. Disamping cybersitter, software lainnya yang cukup populer adalah Net Nanny dan Surf Watch. Kedua software ini, disamping memiliki keunggulan seperti yang dimiliki oleh cybersitter, juga memiliki kemampuan untuk menyensor IRC chat rooms, Gopher, dan E-mail. Sekalipun banyak kelemahan yang tedapat pada berbagai software tersebut, akan tetapi paling tidak orang tua bisa sedikit bernafas lega dan tidak berprasangka buruk terhadap teknologi. 

Komitmen 

Diperlukan komitmen bersama antara orang tua dan anak untuk membatasi diri penggunaan media elektronik dengan merencanakan jadwal penggunaannya. Tentunya hal ini berlaku bagi semua anggota keluarga (orang tua, anak yang dewasa,mahasiswa dan anak-anak yang masih usia sekolah dasar). Orangtua hanya berusaha membatasi waktu anak-anak dalam dunia internet, seimbangkan waktu mereka dengan keluarga-saudara-teman, dan lain-lain. Buatlah kesepakatan dengan anak mengenai durasi dan aturan menggunakan digital. Buatlah jadwal penggunaan digital. Kemudian berhentilah bermain digital saat makan bersama, jangan makan di depan televisi atau layar apa pun, jadikan obrolan anda di seputar meja makan sebagai layar. 
Beberapa solusi terkait dengan komitmen penggunaan waktu dalam keluarga diera digital ini diantaranya: 

  1. Menjalankan fungsi dan tatanan keluarga dengan baik (yaitu kerjasama antara Ayah dan Bunda), 
  2. Membuat kesepakatan dengan anak, me-manage aktivitas harian mereka mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, tanpa mengekang hak bermainnya termasuk menikmati suguhan gadget mereka. Hal yang terpenting adalah, hindari menggunakan gadget saat bersama anak, karena hal itu akan membuat anak meniru prilaku buruk orang tua tersebut; 
  3. Ciptakan kebersamaan dengan anak sebaik mungkin (tanpa gangguan gadget), untuk melatih anak agar mereka selalu terbuka pada orang tua dan tidak mencari tempat curhat lain selain orang tuanya;
  4. Usahakan 30 menit dalam 24 jam yang kita punya, untuk mengevaluasi aktivitas hariannya, berdialog mendengarkan curahan hati dan perasaan mereka. Meski tidak dapat memberi solusi, setidaknya jadilah orang tua yang bersahabat, yang selalu membuat anak merasa nyaman dan terbuka dengan kita. 


 Alternatif Kegiatan 

Berikan keragaman pada anak dari digital ke buku, bacakan cerita, berjalan jalan ke perpustakaan atau toko buku, banyak beli kaset film rohani, lagu anak yang mendidik, dan sebagainya. Hindari penggunaan digital di depan anak karena anak akan mudah meniru. Orangtua harus mengerti terhadap perkembangan dunia digital agar dapat mendampingi, mengawasi, mengontrol dunia digital anak-anaknya. Jangan malas untuk belajar hal baru. Kemudian, keluarga hendaknya punya ruang digital, di ruang terbuka, bukan di kamar tertutup. Terbiasa melakukan interaksi dengan seluruh anggota keluarga secara terbuka.

Semua masalah anak akan segera menyampaikan kepada orang tua.Hal ini tentunya sudah dilatih dengan menerapkan pola asuh yang terbuka. Usia remaja adalah usia yang membuat anak-anak terobsesi mengikuti setiap fantasi yang ada didalam fikiran mereka. Terutama bagi remaja diera digital, tontonan acapkali menjadi tuntunan; meniru dan mecomplak setiap tokoh yang diidolakan. Mereka mulai silau dengan fana dan fatamorgana. 
Kebahagiaan dan kesenangan selalu menjadi keniscayaan. Bahkan tidak sedikit remaja kekinian lupa dengan cita-cita yang dulu mereka gadang-gadangkan dimasa kanak-kanaknya. Terlebih diera digital ini, kejahatan media terhadap anak semakin tak kenal ampun. Fakta membuktikan, semua teori perkembangan seks pada anak, tumbang seiring perkembangan teknologi. 
Pakar psikologi anak mengamati, realitas anak dan remaja di era digital ini cenderung mudah bosan, stress berkepanjangan, selalu merasa kesepian meski di keramaian, takut dimarahi dan mudah lelah. Semua jenis layar, membuat otak dan mata anak menjadi fokus. Bukan fokus aktif, melainkan fokus pasif. Sehingga, anak tidak lagi aware dengan lingkungan. Maka dari itu, perlu rasanya digalakkan durasi sehat digital; 15-20 menit bagi anak usia 3-5 tahun, 60 menit bagi anak rentang usia 6-7 tahun, dan 2 jam saja bagi anak usia diatas 7 tahun, tentu tidak dengan memberikan keseluruhan waktu itu untuk mereka menikmati gadget-nya, melainkan diselingi dengan aktfitas produktif mereka.

Penanaman Aqidah 

Keimanan Semua agama pasti sepakat bahwa keimanan adalah pondasi dasar bagi tumbuh berkembangnya anak. Pada usia pendidikan dasar (SD dan SMP) orang tua harus bisa menjadi sahabat. Penanaman pondasi keimanan akan menjadi benteng bagi anak dari gempuran musuh-musuh modernisasi. Jangan biarkan masa remaja anak-anak kita rusak diperbudak modernisasi dan budaya kebarat-baratan. Remaja yang rusak adalah kegagalan penanaman aqidah dan akhlakul karimah diusia emas. Tegas tidak harus keras. Tetapi tegas, harus tegaan. Maksimalkan pendidikan anak di setiap fase perkembangannya, sebelum mereka tumbuh menjadi pribadi yang gagal dan kehilangan masa depannya.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriyani Dwi Latifah (2016) menyatakan bahwa urgensi menanamkan nilai-nilai akidah pada anak dikarenakan nilai-nilai akidah sangat berpengaruh terhadap keyakinan (keimanan) anak. Karena akidah merupakan pondasi awal dan hal yang fundamental dalam mendidik keagamaan anak sebelum memberikan pendidikan ibadah dan pendidikan lainnya. Nilai-nilai akidah mengandung pengertian rukun iman yang dapat diimplementasikan melalui sikap dan perilaku sehari-hari. Dengan demikian anak akan terhindar dari perilaku yang tidak dibenarkan oleh agama dengan arahan dari orang tua yang merupakan lembaga pendidikan utama bagi anak. Menanamkan nilai-nilai akidah pada anak dapat dilakukan dengan metode Kasih Sayang, metode dialog Qur’ani dan Nabawi (bagi beragama Islam), metode Kisah, metode Ibrah, metode Keteladanan, metode Pembiasaan, metode Memberi Nasihat, metode Perumpamaan, metode Motivasi dan Intimidasi, serta metode doa. #sahabatkeluarga 

Sumber: 
Abeng Eddy Adriansyah Dkk, jendela Keluarga. Cet. III; Bandung: MQS Publishing, 2015. 
Alief Budiyono,Sikap Asertif dan Peran keluarga Terhadap Anak : Komunika, Vol. 6, 2012
https://sugithewae.wordpress.com/2012/05/05/pendidikan-dalam-lingkungan-keluarga/ 
Yee-jin Shin, Mendidik Anak Di Era digital. Cet. I;Bandung: PT Mizan Publik, 2014. 
Nasrun Faisal, Pola Asuh Orang Tua Dalam Pendidikan Era Digital: An-Nisa’, Volume IX Nomor 6,2016 
Apriyani, Dwi Latifah (2016) MENANAMKAN NILAI-NILAI AKIDAH PADA ANAK DALAM KELUARGA (Skripsi). Other thesis, UIN Raden Fatah Palembang.
Share this article now on :

1 comment: