Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery Learning

Model pembelajaran discovery learning atau dalam bahasa Indonesia disebut pembelajaran penemuan, dimana aktivitas pembelajaran akan dipresentasikan kepada siswa secara langsung namun siswa dituntut untuk bisa memahami materi secara mandiri dengan menggunakan metode tertentu.
Dalam memahami sebuah materi siswa bisa melaksanakan pendekatan saintifik yang diantaranya adalah mengamati, observasi, pengklasifikasian, menciptakan asumsi, menjabarkan, dan membuat kesimpulan. Sehingga materi bisa ditemukan menjadi sebuah teori atau konsep prinsip yang bisa dipahami. 

Pengertian 
Model pembelajaran discovery learning ini merupakan pembelajaran yang disampaikan kepada siswa dan siswa akan memahaminya secara independen. Dalam hal ini siswa akan diberi kemampuan cara menjadi seorang ilmuwan. Dengan pembelajaran ini siswa tidak hanya berperan pasif menerima materi pelajaran. Namun juga memprosesnya sampai memahami dan menguasai yang biasa disebut pembelajaran aktif. Sehingga siswa bisa terbiasa untuk menciptakan sebuah ilmu pengetahuan.

Menurut Para Ahli 

Agar pemahaman tentang pembelajaran discovery learning bisa lebih dalam berikut beberapa pengertian menurut para ahli dan beberapa referensi buku: Berdasarkan Sund, Discovery learning merupakan aktivitas intelektual siswa dimana mereka mampu menguraikan sebuah prinsip atau konsep. 
Aktivitas intelektual diantaranya adalah mengobservasi, memahami, mampu mengklasifikasikan, menciptakan asumsi, menjabarkan, menakar, menciptakan kesimpulan (Suryabrata, 2002:193). Berlandaskan Hosnan (2014:282), discovery learning adalah model pengembangan kemampuan belajar aktif pada siswa agar bisa investigasi dan mendapatkan ilmu secara mandiri. Dengan belajar aktif ini siswa juga bisa dilatif berpikir secara analisis dan problem solving sehingga ilmu pengetahuan bisa bertahan lama dalam diri siswa. 

Berdasarkan Ruseffendi (2006:329), Model pembelajaran discovery learning merupakan model yang mengelola pembelajaran yang bisa membuat siswa mendapatkan ilmu pengetahuan secara mandiri dan belum diketahui oleh dirinya secara aktif. 

Berlandaskan Kurniasih, dkk (2014:64), discovery learning adalah aktivitas pembelajaran dimana materi disampaikan secara langsung kepada siswa. Selanjutnya siswa dianjurkan untuk mengelola materi tersebut secara mandiri. Dimana mereka harus bisa menemukan konsep berdasarkan data atau informasi dengan cara penelitian. 


Jenis dan Bentuk Discovery Learning 

Berdasarkan Suprihatiningrum (2014:244), Discovery learning ada dua bentuk dalam implementasinya, yakni: 

1. Guided Discovery Learning atau pembelajaran penemuan terbimbing, yaitu bentuk yang memerlukan arahan guru sebagai penyedia dalam aktivitas pembelajaran. 
2. Free Discovery Learning atau pembelajaran penemuan bebas, yaitu bentuk yang bebas dimana siswa harus bisa berperan aktif secara mandiri dan tidak memerlukan fasilitator seperti guru. 

Selain itu model pembelajaran discovery learning juga bisa dilakukan dengan hubungan dua arah dan satu arah. Penjabaran lebih lanjut bisa berlandaskan pada (Oemar Hamalik, 2009:187) yakni: 

  1. Hubungan dua arah adalah dimana siswa harus bisa berkomunikasi dengan guru seperti menjawab pertanyaan. Lalu guru melakukan komunikasi dengan siswa dengan cara panduan secara baik. 
  2. Hubungan satu arah adalah siswa siswa akan diberi stimulus agar mereka bisa melaksanakan penemuan. Dimana guru akan memberikan sebuah masalah kepada siswa, dan mereka akan membuat solusi dengan metode penemuan. 


Karakteristik dan Tujuan Discovery Learning 

Berdasarkan penuturan Hosnan (2014) model discovery learning memiliki karakteristik berupa eksplorasi dan membuat solusi agar bisa membuat, memadukan dan mengumumkan sebuah pengetahuan. Berfokus pada peserta didik. Aktivitas untuk memadukan ilmu pengetahuan baru dan lama. 
  • Sementara tujuan dari discovery learning berdasarkan (Hosnan, 2014) adalah agar siswa bisa independen dan inovatif. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut: 
  • Ketika aktivitas penemuan berlangsung peserta didik akan berperan aktif dalam pembelajaran. Sehingga peserta didik bisa menghargai usaha penemuan pengetahuan yang dilaksanakannya. 
  • Dengan pembelajaran discovery learning ini, peserta didik akan bisa mengembangkan proses berpikir induktif dimana mereka bisa melakukan penjelasan secara abstrak dan konkret. Sehingga dalam menemukan solusi jadi lebih mudah. 
  • Peserta didik akan bisa mengembagnkan/meningkatkan rencana tanya jawab yang lebih terarah dan terstruktur. Dan tanya jawab bisa menjadi sumber data dan informasi yang efektif dalam aktivitas discovery learning. 
  • Pembelajaran penemuan atau discovery learning bisa menolong peserta didik dalam melatih kerja sama antar mereka. Peserta didik bisa saling berbagi data, mengungkapkan pendapat dan gagasan.
  • Dengan keterampilan penemuan atau discovery ini siswa bisa menemukan beberapa kasus masalah yang nantinya bisa ditemukan solusinya. Sehingga ilmu pengetahuan bisa lebih mudah untuk dibagi dan selanjutnya lebih mudah untuk diimplementasikan sebagai bahan pembelajaran yang baru. Baca juga: Tujuan Pembelajaran 


Langkah-langkah atau Sintaks Discovery Learning 

Berdasarkan penuturan Veerman (2003) secara singkat dan rinci langkah-langkah pembelajaran discovery learning adalah apa yang akan kami jelaskan di bawah, berikut diantaranya:  

Orientation 
Pada sesi awal ini yakni orientation, siswa akan dituntut untuk bisa memperhatikan informasi dari mulai latar belakang, pengenalan masalah dan kejadian, mengaitkan kejadian dengan pengetahuan lama. 
Sintaks atau langkah 
orientation akan membuat kekuatan tafsir, analisis dan evaluasi akan berkembbang sehingga siswa bisa berpikir kritis. Pada sesi ini guru akan memberi materi yang sesuai dengan kejadian nyata dan nantinya siswa akan dipusatkan untuk mempelajari materi dan permasalahannya. Kejadian yang dipresentasikan membuat siswa bisa mudah untuk dinilai. 

Hypothesis Generation 
Data tentang kejadian yang diperoleh pada sesi orientation akan dipakai pada sesi ini, yakni hypothesis generation. Pada sintaks ini siswa akan membuat hipotesis yang berhubungan dengan masalah. Siswa akan memformulasikan masalah yang ada dan menemukan tujuan dari proses pembelajaran. Manfaat dari langkah hypothesis generation adalah mengembangkan keahlian siswa dalam analisis, tafsir, evaluasi dan deduksi (mengambil kesimpulan). 

Hypothesis Testing 
Hypothesis merupakan output dari langkah kedua yakni hypothesis generation. Yang mana keabsahannya kurang dipercaya sehingga dalam melakukan pembuktian siswa dituntut untk melakukan sesi ini yakni Hypothesis Testing. Pada langkah ini siswa dituntut untuk bisa membuat strategi dan melakukan penelitian agar keabsahan hipotesis yang telah diformulasikan, dihimpun datanya dan menghubungkan hasil dari eksperimen menjadi terbukti. Pada sintaks atau tahap ini siswa akan didorong untuk bisa mengembangkan keahlian dalam mengatur diri, evaluasi, analisis, menafsirkan dan mengungkapkan suatu konsep abstrak maupun konkret. 

Conclusion 
Aktivitas siswa pada sesi conculisan adalah mengulas kembali hipotesis yang sudah diformulasikan dengan fakta yang sudah didapat dari Hypothesis Testing. Siswa akan menentukan apakah fakta yang telah diuji dari hypothesis testing sesuai dengan yang sudah diformulasikan. Pada sesi conclusion ini siswa bisa membuat perubahan hipotesis lama dengan yang baru. Pada sintaks atau langkah conclusion bisa membuat siswa berkembang di ranah cara menyimpulkan, menganalisis, menafsirkan, evaluasi dan menjabarkan. 

Regulation 
Pada sesi regulation ini siswa akan melakukan aktivitas berupa menyusun strategi, memeriksa dan evaluasi. Penyusunan strategi mengaitkan antara aktivitas memutuskan tujuan dan metode untuk meraih tujuan tersebut. Aktivitas memeriksa atau mentoring adalah aktivitas yang mana untuk memahami kebenaran dari action yang dilakukan siswa yang berhubungan dengan hasil yang telah disusun strateginya. Guru akan memverifikasi hasil yang ada sehingga konsep bisa sesuai dengan aktivitas pembelajaran. Sintaks atau langkah regulation akan membuat siswa menjadi lebih mampu untuk mengevaluasi, dan mengatur diri serta bisa menganalisis, menjabarkan, menafsirkan dan menyimpulkan.

Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning 
Berdasarkan penuturan Suherman, dkk (2001:179) menyatakan bahwa terdapat keunggulan atau kelebihan yang bisa diambil dari model discovery learning, yakni: 

Kelebihan 
Dalam aktivitas belajar siswa akan aktif, ini dikarenakan mereka akan menyelesaikan permasalahan atau menemukan pengetahuan secara mandiri. 
Dengan model discovery learning siswa akan menguasai pelajaran secara mendalam. Ini dikarenakan siswa mencerna dan menemukan sendiri ilmu pengetahuan itu sehingga bisa lebih bertahan lama dalam ingatannya. 
Dengan memahami dan menemukan secara mandiri akan memicu rasa puas. Rasa puas tersebut akan memotivasi siswa untuk memahami dan menemukan lagi. ini menjadikan minat belajar akan berkembang. Siswa yang mendapatkan ilmu pengetahuan dengan discovery learning akan lebih sanggup membagi ilmu pengetahuannya di berbagai aspek. 
Dengan metode discovery learning in siswa akan terlatih untuk bisa belajar secara mandiri.

Kekurangan 
Sementara berdasarkan penuturan Kurniasih, dkk (2014:64-65), terdapat beberapa kekurangan kelemahan dari Discovery Learning, berikut diantaranya: 
Model ini akan memicu sebuah anggapan setiap pikiran pasti sudah siap untuk belajar. Namun untuk siswa yang lemah, mereka akan mendapati kesukaran dalam berpikir abstrak atau menjabarkan sebuah pengetahuan melalui tulisan maupun ucapan sehingga siswa tersebut bisa terkuras mentalnya. Dalam prakteknya model discovery learning kurang bisa mengcover jumlah siswa yang jumlahnya banyak. Ini disebabkan akan memakan waktu yang relatif tidak sedikit. 
Esensi dalam model discovery learning akan tidak tersampaikan jika digunakan pada pola pikir guru dan murid yang sudah nyaman dengan metode lama. Jadi gunakan metode penemuan dengan cara bertahap. 
Pembelajaran discovery lebih efektif bila digunakan untuk membangkitkan penguasaan dan pemahaman, namun dalam membangkitkan komponen keterampilan, konsep dan emosi pembelajaran ini kurang bisa memfasilitasi. 
Materi yang ditentukan oleh guru dalam model pembelajaran ini mengakibatkan siswa tidak bisa memilih apa yang diinginkan oleh mereka dalam berpikir.
Share this article now on :

1 comment: