Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Local Wisdom

Print screen Google Search :Gotong Royong (11/01/2015 Pkl 16.00)
Kegotongroyongan sebagai nilai-nilai kearifan lokal atau local wisdom semakin ditinggalkan bahkan kalau bisa dikatakan telah hilang di tengah masyarakat kita. Suka ataupun tidak suka kita masih disebut sebagai orang timur yang menjunjung nilai- nilai kepentingan komunal yang dulu sebagai cadangan hidup bersama di suatu daerah telah berganti menjadi nilai-nilai individual.
Istilah wong ndeso, bali ndeso mbangun ndeso yang menjadi icon jawa tengah terutama oleh Gubernur Bibit Waluyo kala itu, sebenarnya bisa menjadi wahana dikembangkan dan ditanamkannya sebuah tatanan yang mengedepankan kebersamaan. 
Buku- buku barat yang banyak beredar diindonesia, yang menjadi rujukan perguruan tinggi terutama jurusan ekonomi sedikit banyak telah ikut andil dalam mengikis sebuah nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu topik adalah tentang manajemen kompensasi yang diajarkan di sekolah-sekolah ekonomi.
Sebenarnya sebuah kegiatan pasti ada kompensasi terhadap diri maupun lingkungan. Adopsi dari sistem bisnis ini banyak sekali mudhorotnya jika diimplementasikan dalam kegiatan kemasyarakatan/ sosial....bagaimana sebuah kegiatan terukur dengan nilai- nilai uang. Ini yang akan meruncingkan sebuah persaingan, alih- alih mendapatkan bonus sehingga rela menjegal, menyikut, bahkan berdampak pada sosial kemasyarakatan....tawuran, perkelahian antar pelajar, kerusuhan antar etnis...berawal dari permasalahan yang sepele bukan? 
Sikap cuek acuh tak acuh terhadap lingkungan....tidak ikut ronda kompensasinya bisa bayar, tidak ikut kerigan (gotong-royong) mbangun masjid karena yang penting sudah membayar....dan masyarakatpun mengiyakan...klop sudah...Itu bagi yang punya uang. 
Bagaimana dengan yang tidak punya uang (miskin)...Semua harus ada uangnya...bahkan sampai ke politik. Hanya amplop Rp.10.000,- bisa merubah peta politik indonesia. Tanpa memperhatikan kenal/ paham ndak dengan calon presiden/ bupati/ dewan...jika sudah mendapat amplop pastilah pilihannya. Bagaimana pendiri bangsa ini menanamkan nilai2 kebersamaan sebagai fondasi untuk merebut kemerdekaan...wah kuno? Saya rasa sangat relevan dan tidak kuno. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah menumbuhkan integrasi nasional melalui revitalisasi gagasan (mutualisme, musyawarah dan mufakat, kesetaraan) dan nilai-nilai agama (kasih sayang, damai, keadilan dan persatuan) dalam ruang lingkup pergaulan sesama karena pluralistik dan multikultural sehingga terjaga integrasi nasional.
Share this article now on :

Post a Comment