Kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah, yang pada masa itu dikenal dengan nama Yatsrib. Mereka terdiri dari dua suku besar, yaitu Aus dan Khazraj. Sebelum kedatangan Islam, kedua suku ini sering kali terlibat dalam konflik dan peperangan yang berkepanjangan. Namun, ketika ajaran Islam sampai kepada mereka, mereka menyambutnya dengan tangan terbuka dan hati yang ikhlas. Mereka berjanji untuk melindungi Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya, yang dikenal sebagai kaum Muhajirin, dari penindasan kaum Quraisy di Mekah.
Peran Anshar dalam Hijrah
Peristiwa Hijrah, perpindahan Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muhajirin dari Mekah ke Madinah menjadi titik balik dalam sejarah Islam. Saat itu, kaum Muhajirin meninggalkan seluruh harta benda, rumah, dan keluarga mereka demi menyelamatkan akidah. Ketika mereka tiba di Madinah, mereka disambut oleh kaum Anshar dengan kehangatan dan kemuliaan yang tak terlukiskan.
Kaum Anshar tidak hanya menyediakan tempat tinggal, tetapi mereka juga membagi harta, tanah, dan bahkan makanan secara adil dengan saudara-saudara Muhajirin mereka. Persaudaraan yang tercipta di antara kedua kelompok ini melampaui ikatan darah dan harta. Mereka saling menolong dan bahu-membahu dalam membangun masyarakat Islam yang baru. Al-Qur'an mengabadikan kemuliaan kaum Anshar dalam Surah Al-Hasyr ayat 9:
“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (kepada Allah) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan...”
Mengapa Cinta Anshar adalah Tanda Iman?
Hadis di atas mengajarkan bahwa mencintai kaum Anshar adalah tanda keimanan. Mengapa? Karena cinta ini bukan sekadar perasaan suka, melainkan pengakuan dan penghargaan terhadap peran besar mereka dalam mendukung dakwah Islam. Mencintai Anshar berarti mengagumi dan meneladani sifat-sifat mulia yang mereka miliki:
- Pengorbanan: Mereka rela mengorbankan harta, waktu, dan bahkan nyawa untuk melindungi Nabi dan para Muhajirin.
- Solidaritas: Mereka menunjukkan solidaritas yang kuat, menganggap saudara Muhajirin sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri.
- Kerendahan Hati: Mereka tidak pernah merasa bangga atau meminta imbalan atas kebaikan yang mereka lakukan.
Membenci Anshar: Tanda Kemunafikan
Sebaliknya, hadis ini juga menyebutkan bahwa membenci Anshar adalah tanda kemunafikan. Kemunafikan (nifaq) adalah penyakit hati yang sangat berbahaya, di mana seseorang menampakkan kebaikan di luar namun menyembunyikan keburukan di dalam. Membenci Anshar adalah tanda kemunafikan karena:
- Mengabaikan Jasa Besar: Kebencian ini menunjukkan pengingkaran terhadap jasa besar yang telah mereka berikan dalam sejarah Islam.
- Ciri Khas Penyakit Hati: Hanya hati yang sakit dan dipenuhi dengki yang bisa membenci orang-orang yang telah berkorban begitu besar demi Islam.
Pelajaran untuk Umat Masa Kini
Hadis ini mengajarkan kita tentang pentingnya persatuan dan solidaritas umat. Cinta kita kepada kaum Anshar seharusnya tidak hanya terbatas pada penghargaan historis, tetapi juga menjadi motivasi untuk meneladani sikap mereka.
Apakah kita sudah mampu berbagi dan berkorban untuk saudara seiman kita, terutama mereka yang sedang dalam kesulitan?
Apakah kita sudah menghilangkan kebencian dan iri hati dari hati kita, lalu menggantinya dengan cinta dan kasih sayang?
Mencintai Anshar adalah ajakan untuk mencintai kebaikan, pengorbanan, dan persatuan. Ini adalah ajakan untuk menjadi bagian dari umat yang kokoh, di mana setiap anggotanya saling menopang dan mengasihi demi tegaknya agama Allah di muka bumi.
Post a Comment