Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Umrohnya Rosululloh SAW

Masjid Kuba

Meskipun sebagai utusan Allah SWT, Rosululloh SAW adalah manusia biasa. Kerinduan terhadap tempat kelahiran juga menyusupi Rosululloh SAW. Rosululloh SAW dilahirkan di Kota Mekkah. Sekian sekian lama Rosululloh SAW berhijrah di Madinah menjalankan perintah Allah SWT untuk berhijrah ke Madinah. 
Maka pada Senin Bulan Dzul-Qa’dah di tahun keenam semenjak peristiwa hijrah, Rasulullah Saw melaksanakan umroh ke Makkah. Beliau meninggalkan Madinah mengajak istrinya Ummu Salamah. Dikutip dari buku “Islam Agama Perdamaian” karya Ustaz Ahmad Sarwat, berita keberangkatan Nabi Saw ke Makkah untuk umroh pun ini segera tersebar luas di kalangan penduduk Madinah. Sebab mereka punya perasaan yang sama dengan perasaan Rasulullah Saw. 
Begitu mendengar kabar akan ada rombongan umroh ke Makkah bersama Rasulullah Saw, maka hampir semuanya mau ikut. Pada hari H-nya, jumlah peserta rombongan umroh bersama Rasullah Saw ini mencapai 1.400 orang. Dalam riwayat yang lain angkanya adalah 1.500 orang. Sebuah jumlah yang cukup banyak, bahkan kalau pun dibandingkan dengan jamaah umroh zaman sekarang. Setidaknya butuh empat pesawat ukuran besar untuk membawa jamaah sebanyak itu. Namun di masa itu belum ada pesawat. Mereka menempuh perjalanan dengan berjalan kaki atau naik unta. 
Membutuhkan waktu minimal seminggu dari Madinah untuk sampai ke Makkah. Sebuah jarak yang cukup lama dan panjang. Perjalanan kali ini tidak seperti perjalanan dalam peperangan sebelumnya. Perjalanan ini adalah perjalanan ibadah umroh. Mereka tidak membawa senjata layaknya orang mau pergi berperang. Kalau membawa senjata sekedar untuk pertahanan diri seadanya. 
Ketika sampai di Usafan, datanglah mata-mata yang telah dipasang oleh Rasulullah Saw dari Bani Khuzaah memberi kabar tentang sikap para pemuka Makkah. Intinya bocoran bahwa mereka tidak memberi izin kepada Rasulullah Saw untuk masuk ke Makkah. Mereka sudah menyiapkan pasukan untuk menghalau kedatangan Nabi Saw.
Kaum Quraisy mengutus Suhail Ibn Amr untuk berunding dengan Rasululloh. Suhail mengusulkan antara lain kesepakatan genjatan senjata dan kaum muslimin harus menunda Umrah dengan kembali ke Madinah. Tetapi tahun depan akan diberikan kebebasan melakukan Umrah dan tinggal selama 3 hari di Mekkah. Rasululloh SAW menyetujui perjanjian ini meskipun para shahabat banyak yang kecewa.
Secara singkat isi perjanjian tersebut kelihatannya merugikan kaum muslimin, tetapi sesungguhnya secara politis sangat menguntungkan bagi kaum muslimin.
Perjanjian Hudaibiyyah merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam karena untuk pertama kalinya kaum Quraisy di Mekkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Madinah, turunlah wahyu Allah sebagai berikut : 

 “Sungguh Allah akan memenuhi mimpi RasulNya dengan sebenar-benarnya. , bahwa kamu akan memasuki Masjidil Haram insya Allah dengan aman. Kamu akan mencukur kepalamu atau menggunting rambut (menyelesaikan umroh) dengan tidak merasa takut. Dia mengetahui apa yang tidak kau ketahui dan DIA menjadikan selain itu sebagai kemenangan yang dekat.” (QS Al Fath : 27)

Sesuai dengan perjanjian Hudaibiyah, tahun berikutnya (Maret 629 Masehi atau Zulkaidah 7 Hijriyah) Rasullah Saw. beserta para sahabat untuk pertama kalinya melakukan umrah ke Baitullah. Ketika rombongan Rosulullah Saw yang berjumlah sekitar 1.500 orang memasuki pelataran Ka’bah untuk melakukan tawaf, orang-orang Mekkah berkumpul menonton di bukit Qubais dengan berteriak bahwa kaum Muslimin kelihatan letih dan pasti tidak kuat berkeliling tujuh putaran. Mendengar ejekan ini, Rasulullah Saw bersabda kepada para jamaahnya, “Marilah kitatunjukan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram, dan kita lakukan tawaf sambil berlari!”

Sesudah mencium hajar Aswad, Rasulullah Saw, dan para sahabat memulai tawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka’bah sehingga para pengejek akhirnya bubar. Pada putaran keempat setelah orang-orang usil diatas bukit Qubai pergi, Rasulullah mengajak para sahabat berhenti berlari dan berjalan seperti biasa. Inilah latar belakang beberapa sunah tawaf di kemudian hari : bahu kanan yang terbuka (idhthiba’) serta berlari-lari kecil pada tigaputaran pertamakhusus pada tawaf yang pertama.
Share this article now on :

Post a Comment