"Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat" (Ki Hadjar Dewantara).
Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara
mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada
murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang
mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai
dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah
program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid
dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan
pembelajaran tersebut? Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari
sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara alami adalah seorang
pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap
berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri
pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang
lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau
kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka
sendiri.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya
sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk
mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri,
sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita
adalah:
1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka
tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut
dengan “agency”. Agency dapat diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk
mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan-tindakan
yang dibuatnya. Albert Bandura dalam artikelnya, Toward a Psychology of Human
Agency (2006) mengatakan, bahwa menjadi seorang agent (seseorang yang
memiliki agency) berarti orang tersebut secara sengaja mempengaruhi fungsi dan
keadaan hidup dirinya. Dalam pandangan ini, pengaruh pribadi merupakan bagian
dari struktur kausal. Orang-orang sebenarnya dapat mengatur diri sendiri, bersikap
proaktif, meregulasi diri sendiri, dan merefleksikan diri. Mereka bukan hanya dapat
menjadi penonton dari perilaku mereka sendiri, tetapi adalah kontributor untuk
keadaan hidup mereka sendiri.
Lebih lanjut, dalam artikel yang sama Bandura juga mengatakan bahwa ada empat
sifat inti dari human agency, yang dalam modul ini kita singkat dengan akronim IVAR
untuk memudahkan mengingat, yaitu:
1. I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang yang memiliki agency bukan
hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat mereka sudah termasuk rencana
tindakan dan strategi untuk mewujudkannya. Orang yang memiliki agency akan
memahami bahwa dalam mewujudkan niatnya, ia juga harus mempertimbangkan
keinginan pihak lain, sehingga berupaya untuk menemukan niatan bersama dan
mengelola kesaling-tergantungan rencana.
2. V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought). Pemikiran ke depan di sini bukan hanya
sekedar rencana yang mengarahkan masa depan. Mereka yang berpikiran ke
depan menjadikan visi (representasi kognitif dari visualisasi masa depan) sebagai
pemandu dan memotivasi tindakan-tindakan mereka saat ini. Hal ini membuat
mereka menjadi individu yang bersemangat dan bertujuan.
3. A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness). Seseorang yang memiliki agency,
bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke depan. Mereka juga seorang
pengendali diri (self-regulator). Setelah memiliki niat dan rencana, ia tidak akan
duduk diam dan menunggu. Mereka memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi aksi
atau tindakan yang tepat dan untuk memotivasi serta mengatur eksekusinya.
4. R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness). Seseorang yang memiliki agency
akan memiliki kesadaran yang baik akan fungsi dirinya. Mereka akan melakukan
refleksi terhadap efikasi dirinya, kecemerlangan dan ketepatan pikiran dan
tindakannya, dan kebermaknaan dari upaya yang mereka lakukan dalam
pencapaian tujuan, serta akan melakukan perbaikan jika diperlukan. Kemampuan
metakognitif untuk melakukan refleksi diri sendiri dan kecukupan pemikiran dan
tindakan seseorang adalah sifat yang paling jelas dari orang yang memiliki agency.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan
pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini,
mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan
berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka
kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa
Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah
student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Mengacu pada OECD (2019:5), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency,
mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset
(pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk
menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang
kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang
membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Keterampilan belajar ini adalah
sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan
sepanjang hidup mereka dan bukan hanya untuk saat ini.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses
pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan
murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat
kemitraan.
Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka
akan:
- berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
- menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran
- menunjukkan rasa ingin tahu
- menunjukkan inisiatif
- membuat pilihan-pilihan tindakan
- memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:
- berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati, dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka
- memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka
untuk memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka
- mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi
mereka tugas-tugas terbuka
- menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan
mengambil risiko
- mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan
kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
- menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan
menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Ibu/Bapak dapat membaca
tabel berikut ini:
No comments:
Post a Comment