Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid, Student Agency

Studen Agency, Pilketos Kansika 2022

Sesuai dengan postingan sebelumnya berkaitan dengan student agency,  murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka. 
Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut: 
1. Suara (voice) 
Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. (www.education.vic.gov.au) Mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. 
Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai. Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. 

Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana sekolah atau guru dapat mempromosikan “suara murid”: 
  1. Membangun budaya saling mendengarkan. 
  2. Membangun kepercayaan diri murid agar mereka percaya bahwa setiap suara berharga dan layak didengar. 
  3. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan. 
  4. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap berbagai program dan kebijakan-kebijakan sekolah. 
  5. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran. 
  6. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian. 
  7. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi dalam berbagai kesempatan dan proses pembelajaran. 
  8. Mengajak murid untuk mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas. 
  9. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid-murid untuk memberikan masukan kepada sekolah terhadap berbagai elemen sekolah lainnya (misalnya lingkungan, fasilitas, kegiatan, kantin, seragam). 
  10.  Melibatkan murid untuk memberikan saran tentang alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah. 
  11. Memberikan kesempatan murid untuk memberi saran terkait menu yang di jual kantin. 
  12. Membuat kotak saran untuk murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah. m. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. 

Mengidentifikasi masalah atau persoalan yang terjadi dalam dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut. n. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid. Yang disebutkan di atas hanyalah contoh-contoh. Dapatkah Ibu/Bapak menyebutkan contoh lainnya? 

 2. Pilihan (Choice) 
Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. (marzanoacademies.org). Dalam ranah sosial, murid dapat diberikan kesempatan untuk berada dalam kelompok yang sesuai dengan tujuan atau minatnya; dalam ranah lingkungan, murid dapat diberikan kesempatan untuk memilih atau mengatur tempat belajar yang sesuai untuk mereka. Dalam ranah lingkungan, murid diberikan kesempatan untuk memilih lingkungan belajar yang paling mendukung untuk mereka belajar secara maksimal. Sementara dalam ranah pembelajaran, murid diberikan pilihan-pilihan untuk mengakses, berlatih, atau membuktikan penguasaan pengetahuan atau keterampilan dalam kurikulum. 
Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid, mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar. Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid (Thibodeaux 2017; 2019). 
Bandura (1997) juga menegaskan bahwa memberikan murid pilihan juga akan meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (dalam Thibodeaux et al, 2019). 
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. 
Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya. 
  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan. 
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari. 
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program. 
  4. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok. 
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan. 
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya.Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di dalam satu tahun ajaran. 
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan. 
  9. Memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka 
  10. Memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka. 
  11. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya. 
  12. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya. 

3. Kepemilikan (ownership) 
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya. Menurut Duddley-Marling dan Searle yang dikutip oleh Rainer dan Mona dalam artikel yang berjudul Ownership of Learning in Teacher Education (2002:27) bahwa kepemilikan bukanlah sesuatu yang bisa diberikan, melainkan sesuatu yang berkembang dalam struktur dan proses yang menyiratkan rasa hormat terhadap otonomi, kekuasaan, suara, dan tanggung jawab kepada orang lain. Dengan demikian kondisi-kondisi, struktur, dan proses perlu dikembangkan agar guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang mendorong murid memiliki rasa kepemilikan. 

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah: 

  • Memberikan murid kesempatan untuk memilih beberapa kegiatan yang mereka lakukan (misalnya memilih topik untuk dilaporkan). 
  • Memberikan kesempatan murid berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum (misalnya, memutuskan apa yang ingin mereka pelajari). 
  • Memberikan murid kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kelas. 
  • Memberikan murid kesempatan untuk menilai diri sendiri dan terlibat dalam proses penilaian (misalnya, melibatkan murid dalam mendiskusikan kriteria rubrik proyek yang baik). 

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;18) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar. 
Merujuk pada pendapat tentang konsep kepemilikan, dapat dikatakan bahwa, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif, dan menunjukkan investasi pribadi dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi. 

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”: 
  • Merespon dan menindaklanjuti masukan dan umpan balik dari murid. 
  • Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan. 
  • menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka. 
  • Secara terus menerus tunjukkan kepada murid bagaimana mereka dapat menjadi pembelajar yang lebih baik dari hari ke hari, misalnya dengan belajar untuk menerima kesalahan. Berbagilah dengan murid-murid kita bagaimana terkadang kita membuat kesalahan dan bagaimana kita kemudian belajar dari kesalahan tersebut. Dengan cara ini, murid akan selalu merasa diterima. tidak dituntut sempurna, sehingga merasa nyaman dalam proses pembelajarannya. 
  •  Menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik yang akan dipelajari atau mendiskusikan pengalaman murid tentang topik tersebut, dan mengkoneksikannya dengan pembelajaran yang akan dilakukan. 
  • Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ). 
  • Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri. 
  • Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb. 
  • Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri. 
  • Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas. 
  • Melakukan penilaian diri sendiri (self assessment). 
  • Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut. 
  • Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi. Ada banyak contoh lainnya. 
Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut tentunya perlu didorong oleh guru. Pilihan dan suara murid menjadi penting agar murid mempunyai rasa ‘memiliki’ proses pembelajaran mereka sendiri. Di sisi lain, melalui pilihan dan dengan rasa memiliki yang kuat, suara mereka kemudian dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur. Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Sumber : Modul CGP Angkatan 6 Kab. Purbalingga
Share this article now on :

Post a Comment