![]() |
| Ibadah Umroh |
Ustaz Dr. Erwandi berpendapat bahwa akad haji di Indonesia, baik haji reguler, plus, maupun furoda, termasuk dalam kategori Ijarah Mausuf fi Zimmah (IMFD), yaitu akad sewa-menyewa jasa yang objeknya (jasa) belum dimiliki oleh pemberi jasa saat akad dilakukan, tetapi hanya disifati (dijelaskan kriterianya). Dalam konteks haji, ini berarti travel atau pemerintah menjual paket haji (jasa) seperti akomodasi hotel, tiket pesawat, dan transportasi, padahal semua fasilitas tersebut belum mereka miliki secara pasti saat pendaftaran.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, akad IMFD hanya sah jika dilakukan secara tunai di muka. Jika pembayaran tidak dilakukan secara tunai, maka akad tersebut menjadi batil.
Praktik Pembayaran Haji di Indonesia
Praktik pembayaran haji di Indonesia, terutama untuk haji reguler dan plus, tidak dilakukan secara tunai. Calon jemaah hanya membayar sejumlah uang muka (sekitar 25 juta rupiah untuk haji reguler) saat pendaftaran, sementara sisa pembayaran dilakukan beberapa tahun kemudian, menjelang keberangkatan.
Berdasarkan pendapat jumhur ulama, praktik ini menjadikan akad haji tidak sah atau batil. Inilah yang menjadi dasar Ustadz Dr. Erwandi untuk meminta jemaah yang sudah mendaftar untuk menarik dananya, karena akadnya dianggap bermasalah secara syariah.
Adanya Pendapat yang Berbeda (Khilafiyah)
Namun, ada pandangan lain yang perlu dipertimbangkan. Majma Fikih Islami di bawah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), sebuah lembaga fikih internasional, mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa akad IMFD boleh dilakukan tidak secara tunai. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan terhadap praktik modern, seperti dalam transaksi sukuk.
Dengan adanya fatwa dari Majma Fikih Islami ini, status akad haji yang tidak tunai menjadi tidak batil. Oleh karena itu, bagi mereka yang berpegang pada fatwa ini, jemaah tidak perlu menarik dananya dan dapat mempertahankan pendaftarannya.
Perbedaan pendapat ini bukan hanya soal benar atau salah, melainkan didasarkan pada landasan ilmiah dan fikih yang berbeda.
Pendapat pertama, yang dianut oleh Ustaz Dr. Erwandi, berpegang pada pendapat jumhur ulama yang mensyaratkan akad IMFD harus tunai. Dengan demikian, akad haji di Indonesia dianggap batil, dan dana pendaftaran harus ditarik.
Pendapat kedua, yang berlandaskan fatwa Majma Fikih Islami, membolehkan akad IMFD tidak tunai. Berdasarkan pandangan ini, akad haji di Indonesia tidak batil, dan jemaah boleh melanjutkan pendaftarannya.
Dengan memahami latar belakang ilmiah dari kedua pandangan ini, kita dapat bersikap lebih bijak dan saling menghormati.
Setiap individu memiliki hak untuk memilih pendapat mana yang lebih meyakinkan bagi mereka, sambil terus berusaha menambah ilmu dan tidak terprovokasi oleh perdebatan di media sosial yang seringkali dangkal.
Sumber : Youtube https://youtu.be/V8EgruXFvfE?si=z2yjgXe5VA2naMtc






Post a Comment