Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Saat Guru Berhenti Jadi "Mesin Fotokopi"

Pendidikan di Indonesia sering kali terasa seperti rutinitas tanpa akhir. Penuh dengan tuntutan administratif, jadwal mengajar yang padat, dan kurikulum yang menuntut. Guru-guru seolah-olah menjadi "mesin fotokopi" yang terus mengulang proses yang sama—masuk kelas, mengisi absen, mengajar, lalu pulang, dan kembali lagi esok harinya. Siklus ini bisa membuat siapa pun merasa lelah dan kehilangan makna.
Namun, di tengah semua kelelahan itu, ada sebuah panggilan yang datang. Sebuah bisikan yang mengajak para guru untuk pulang, bukan ke rumah fisik, melainkan ke rumah kesadaran. Ini adalah momen di mana seorang guru menyadari bahwa tugasnya bukan sekadar mentransfer materi pelajaran atau memenuhi tuntutan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) agar lolos penilaian pengawas. Tugas ini jauh lebih dalam.
Pergeseran Paradigma: Dari 'Apa yang Saya Dapat' Menjadi 'Apa yang Bisa Saya Beri'
Pendidikan sejati bukanlah tentang apa yang bisa guru dapatkan, seperti pengakuan, promosi, atau tunjangan. Sebaliknya, pendidikan sejati adalah tentang apa yang bisa guru berikan kepada murid-muridnya. Ini adalah pergeseran paradigma yang fundamental. Guru yang efektif tidak lagi berfokus pada kelengkapan administrasi, tetapi pada esensi pengajaran.
Tentu saja, administrasi itu penting. Tapi, ketika semua fokus hanya tertuju pada teknis seperti RPP, Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP), atau aplikasi-aplikasi canggih, kita bisa kehilangan esensi pendidikan itu sendiri. Guru seharusnya merasa merdeka dalam mengajar, bukan terbelenggu oleh aturan yang terlalu kaku.

Langkah Kecil Penuh Makna
Lalu, dari mana kita harus memulai perubahan ini? Jawabannya sederhana: mulai dari diri sendiri. Setiap langkah kecil yang kita ambil, sekecil apa pun, memiliki makna besar. Sebuah refleksi diri, sebuah percakapan mendalam dengan murid, atau bahkan hanya senyum yang tulus, bisa menciptakan jejak yang berarti bagi masa depan mereka.
Pendidikan tidak selalu ideal. Dunia ini penuh dengan tantangan dan ketidaksempurnaan. Namun, dengan merenung dan berefleksi bersama, kita bisa menemukan jalan pulang. Jalan yang membawa kita kembali ke tujuan awal: mendidik manusia, bukan sekadar mengisi kepala mereka dengan informasi.

Pertanyaan yang Harus Kita Jawab
Setelah menyadari semua ini, ada satu pertanyaan tajam yang harus kita hadapi: setelah ini, apa yang berani kita lakukan untuk pendidikan Indonesia? Pendidikan bukan lagi sekadar pekerjaan, tetapi sebuah pergerakan. Ini adalah pergerakan untuk memanusiakan manusia, untuk memerdekakan pikiran, dan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Mari kita sambut masa depan Indonesia yang baru, yang dibangun di atas fondasi kesadaran, refleksi, dan keberanian untuk bertindak.
Selamat datang di rumah pergerakan, tempat di mana pendidikan bukan sekadar mengajar, tapi memanusiakan dan memerdekakan.
Share this article now on :

Post a Comment