Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Metabolisme Jiwa Seorang Guru Sejati

Ada kegelisahan yang menyelinap di lorong-lorong sekolah. Sebuah rutinitas yang terstruktur rapi, namun terasa hampa. Murid datang, duduk, mencatat, lalu pulang. Guru datang, absen, masuk kelas, menjelaskan, memberi tugas, lalu selesai. Semuanya bergerak seolah mengikuti panduan mekanis, seperti mesin pabrik yang memproduksi pengetahuan tanpa melibatkan ‘rasa’ dan jiwa. Kita menyaksikan sebuah alur yang terasa sibuk, padat, dan ramai, namun diwarnai kesunyian dan kehampaan.
Kegelisahan ini semakin dalam saat melihat budaya yang terkadang masih kental dengan nuansa feodalistik di mana yang dominan adalah tumpukan tuntutan alih-alih semangat penuntun. Sekolah, alih-alih menjadi taman tumbuh kembang, seolah berubah menjadi ruang pertunjukan yang memamerkan kesibukan tanpa esensi.
Pendidikan sebagai Perjalanan Batin
Di tengah kemonotonan ini, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) datang menyadarkan satu hal fundamental: bahwa pendidikan sejati adalah sebuah perjalanan batin, bukan sekadar tumpukan administratif. Tujuan utamanya bukan semata capaian akademik, melainkan hati yang gembira. GSM bercita-cita melihat murid-murid tersenyum karena belajar itu sungguh-sungguh menyenangkan dan membahagiakan.
Namun, GSM tidak hanya fokus pada murid. Gerakan ini juga menyoroti ‘metabolisme jiwa’ seorang guru.
Seringkali kita bertanya-tanya, mengapa ada individu dengan kapasitas luar biasa, ilmu tinggi, dan prestasi hebat, namun enggan untuk berbagi? Padahal, seperti yang ditekankan oleh Fullan (2012), guru yang bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman justru memiliki professional capital yang jauh lebih kuat, dan yang terpenting: hidupnya terasa lebih bermakna.
Kehampaan dan Kebutuhan untuk Berbagi
Mungkin benar, ilmu yang disimpan rapat-rapat akan membuat hidup menjadi tidak seimbang. Fenomenanya mirip dengan tubuh yang terus menerus diberi asupan namun tak pernah bergerak lambat laun, metabolisme jiwa kita akan terganggu. Manusia memiliki kebutuhan dasar untuk memberi kontribusi pada sesama. Ketika dorongan ini ditahan, akan muncul rasa hampa dan kehilangan arah.
Inilah mengapa muncul hipotesis yang menyentuh: kehampaan yang dirasakan guru bukan melulu karena kurangnya penghargaan finansial, melainkan karena kurangnya kesempatan untuk berbagi.
“Berbagi adalah panggilan jiwa terdalam manusia,” ujar Bu Novi (CoFounder GSM), dan esensinya terasa begitu nyata. Setiap kali berbagi, ada perasaan pemulihan, bukan pada fisik, melainkan pada batin yang terasa lebih sehat dan sembuh.
Lumbung Pengetahuan: Menyembuhkan Diri dengan Memberi
Saat ini, GSM sedang menghidupkan kembali semangat berbagi itu melalui inisiasi Lumbung Pengetahuan. Ini adalah ruang di mana para guru saling berbagi, saling belajar, dan saling menguatkan. Beberapa komunitas GSM telah mendaftar untuk mendapatkan penguatan, lalu dengan sukarela membagikannya lagi kepada saudara-saudara guru lain.
Model ini sejajar dengan konsep Learning Organization yang digagas oleh Peter Senge (1990). Senge menjelaskan bahwa sebuah organisasi (termasuk sekolah) akan tumbuh lebih adaptif dan berkelanjutan jika setiap anggotanya mau terus menerus belajar dan, yang paling penting, berbagi pengetahuan.
Pada titik inilah, banyak guru merasa hidupnya kembali menemukan arah. Berbagi dilakukan bukan karena harus menunggu undangan, bukan karena surat tugas, dan bukan karena berharap imbalan. Sebab, setiap kali berbagi, seorang guru tahu bahwa ia sedang menyembuhkan dirinya sendiri. Dan setiap kali ada hati lain yang mendengarkan dan ikut tergerak, ia tahu bahwa ia tidak sendirian di jalan sunyi perubahan ini.
Maka, bagi teman-teman seperjuangan yang mungkin sedang merasa lelah, merasa kehilangan makna, atau tersesat dalam rutinitas mekanistik, marilah bergabung menempuh perjalanan batin ini.
Pada akhirnya, kebahagiaan sejati kita sebagai pendidik tidak diukur dari berapa banyak murid yang mendapatkan nilai sempurna, melainkan dari berapa banyak hati yang kita nyalakan.
Dan siapa tahu, dari Lumbung Pengetahuan ini akan lahir generasi guru-guru yang tidak hanya cerdas dalam ilmu, tapi juga penuh cinta, peduli, dan sadar bahwa belajar adalah proses seumur hidup.
Khoirunnas anfa‘uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Dan mungkin, itulah metabolisme jiwa seorang guru sejati.

Sumber: WA Grup GSM Kab. Purbalingga
Share this article now on :

Post a Comment