Menjadi guru adalah panggilan jiwa yang menuntut kesadaran tiada henti. Di tengah tantangan kurikulum dan tuntutan administratif, guru sejati dituntut untuk memahami esensi unik setiap manusia di hadapannya, terus belajar, dan tak lelah memperbaiki diri.
Refleksi mendalam inilah yang menjadi fondasi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), sebuah gerakan yang menyerukan revolusi kecil di setiap ruang kelas.Workshop Pendidikan Terpadu yang diadakan oleh GSM, dengan Muhammad Nur Rizal dan Novi Candra sebagai founder dan co-founder, menawarkan kesadaran baru: tugas guru adalah memanusiakan manusia. Beberapa bulan ini hanya mengikuti dari grup Whattsapp GSM Kab. Purbalingga.
GSM mengingatkan bahwa setiap anak adalah individu yang unik, dianugerahi rasa ingin tahu yang tinggi, dan memiliki daya imajinasi yang tak terbatas. Dengan kesadaran ini, cara mengajar harus bergeser drastis:
- Dari Menjelaskan ke Memfasilitasi: Guru bukan lagi sekadar penyalur informasi yang meminta murid menyalin, melainkan fasilitator yang menciptakan pengalaman berkesan.
- Dari Paksaan ke Keinginan: Pembelajaran harus memungkinkan anak didik menemukan cara belajarnya sendiri—dari melihat, mendengar, hingga mempraktikkan—tanpa rasa tertekan.
- Menumbuhkan Minat, Bukan Menjejalkan Materi: Peran guru adalah memantik rasa penasaran dan menumbuhkan minat, sehingga proses belajar menjadi sebuah petualangan yang otentik.
Dengan kata lain, pendidikan harus berfokus pada proses cara belajar dan interaksi yang dibangun, bukan hanya hasil akhir di atas kertas.
Menjaga komunitas bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan refleksi harian agar setiap guru terus termotivasi untuk bangkit dan berbuat kebaikan. Setiap langkah, sekecil apa pun, yang dilakukan di dalam komunitas adalah awal dari perubahan besar yang akan mendefinisikan masa depan generasi penerus bangsa. Guru yang berani berproses dan berkolaborasi adalah pahlawan sejati yang membangun peradaban dari dalam kelas.





Post a Comment