Kalimat tauhid, Laa ilaaha illallah (لَا إِلَهَ إِلاَّ الله), yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah," bukanlah sekadar pernyataan keagamaan biasa. Bagi umat Islam, kalimat ini adalah sebuah aksioma fundamental sebuah kebenaran yang tidak memerlukan pembuktian dari luar dirinya sendiri, melainkan menjadi dasar dari seluruh keyakinan, hukum, dan pandangan hidup.
Keyakinan terhadap kalimat ini haruslah teguh dan tanpa keraguan, sebab ia adalah kunci bagi pemahaman eksistensi, tujuan hidup, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
Laa ilaaha illallah adalah Aksioma
Dalam ilmu matematika dan logika, aksioma adalah proposisi yang diterima sebagai kebenaran tanpa perlu dibuktikan. Sama halnya, Laa ilaaha illallah diyakini sebagai aksioma karena:
1. Fondasi Segala
Kebenaran
Kalimat ini menyediakan kerangka kerja (framework) untuk memahami Realitas Tertinggi. Jika ada realitas, maka harus ada yang menciptakannya. Jika ada keteraturan, maka harus ada yang mengaturnya. Laa ilaaha illallah menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tersebut dengan menunjuk kepada Allah sebagai satu-satunya Pencipta, Pengatur, dan Penguasa yang Haq. Setiap kebenaran lain, baik yang bersifat ilmiah, etika, atau spiritual, berakar pada kebenaran tunggal ini.
2. Kesederhanaan dan Kejelasan Absolut
Makna kalimat ini sangat lugas: penafian (Laa ilaaha - Tiada Tuhan) diikuti dengan penetapan (illallah - kecuali Allah). Tidak ada ambiguitas atau kerumitan filosofis dalam pernyataan dasarnya. Kebenaran yang absolut cenderung sederhana, dan kalimat ini secara tegas menolak segala bentuk kemusyrikan (penyekutuan) dan memurnikan penyembahan hanya kepada Yang Maha Esa.
3. Sifatnya yang Mengubah (Transformative)
Ketika seseorang benar-benar meyakini dan menghayati kalimat ini, hal itu akan mengubah seluruh perilakunya. Aksioma ini mewajibkan seorang Muslim untuk:
Taat hanya kepada Allah.
Berserah diri (Islam) kepada kehendak-Nya.
Membebaskan diri dari perbudakan kepada hawa nafsu, materi, atau manusia lain.
Keyakinan ini menghasilkan kedamaian batin dan keberanian, karena seorang mukmin menyadari bahwa satu-satunya kekuasaan yang perlu ditakuti dan diharap hanyalah Allah.
Konsekuensi Meyakini Aksioma
Penerimaan terhadap Laa ilaaha illallah sebagai aksioma kebenaran memiliki implikasi yang mendalam:
Tauhid Rububiyah (Ketuhanan)
Meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Pengatur alam semesta. Tidak ada satu pun yang dapat menciptakan atau mengatur selain Dia.
Tauhid Uluhiyah (Peribadahan)
Meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah dan ditaati. Semua bentuk ibadah (shalat, puasa, doa, nazar) harus ditujukan hanya kepada-Nya, bukan kepada makhluk.
Tauhid Asma wa Sifat (Nama dan Sifat)
Meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, yang tidak menyerupai makhluk-Nya. Ia adalah Al-Ghafur (Maha Pengampun), Al-Hakim (Maha Bijaksana), dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.
Penyatuan ketiga aspek tauhid inilah yang menjadikan Laa ilaaha illallah sebagai sumbu utama kebenaran. Mengingkari salah satu aspek berarti merusak kemurnian aksioma ini.
Landasan Hidup
Laa ilaaha illallah adalah pondasi yang darinya seluruh struktur kehidupan seorang Muslim dibangun. Ia adalah aksioma yang harus diyakini sebagai kebenaran mutlak, bukan melalui paksaan, melainkan melalui keyakinan akal dan hati.
Keyakinan ini memberikan makna bagi penderitaan, tujuan bagi kesenangan, dan arah bagi perjalanan hidup. Ketika dunia dipenuhi dengan kekacauan ideologi dan relativisme kebenaran, kalimat tauhid berdiri tegak sebagai pilar tunggal kebenaran yang tidak tergoyahkan: Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.






Post a Comment