Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan mulia. Namun, dalam konteks saat ini, banyak Muslim dihadapkan pada berbagai kendala dan kerumitan yang patut untuk dicermati secara syariat. Tulisan ini akan membahas perspektif seputar kewajiban haji di tengah antrean panjang, masalah dana talangan, dan alternatif ibadah yang disarankan.
Kewajiban Haji dan Realitas Antrean Panjang
Allah SWT berfirman: "Walillahi 'ala an-nasi hijjul baiti manis tatho'a ilaihi sabila" (Kewajiban manusia terhadap Allah adalah menunaikan haji bagi siapa saja yang mampu mengadakan perjalanan ke sana).
Ayat ini menegaskan bahwa haji adalah kewajiban bagi yang mampu. Namun, apa artinya "mampu" di era antrean haji yang bisa mencapai puluhan tahun? Jika seseorang mendaftar haji sekarang di Indonesia dan baru bisa berangkat 50 tahun lagi, atau bahkan tidak mendapatkan antrean sama sekali, apakah kewajiban haji masih melekat padanya?
Beberapa ulama dan konsultan syariah, seperti Dr. Almad Haji (konsultan syariah di Bank Ar-Rajhi), berpendapat bahwa dalam kondisi seperti ini, kewajiban haji gugur bagi mereka yang mendaftar hari ini dengan masa tunggu yang tidak masuk akal. Ini karena ketidakmampuan untuk segera menunaikan haji, meskipun secara finansial ia memiliki dana. Mereka yang "terhalangi" untuk berangkat karena sistem antrean yang panjang dianggap memiliki uzur (halangan syar'i).
Kerusakan Sistemik Akibat Dana Talangan Haji dan Riba
Permasalahan semakin pelik dengan munculnya sistem dana talangan haji yang banyak ditawarkan oleh bank-bank syariah. Konsep ini, menurut beberapa pandangan syariah, murni riba. Mengapa? Karena pinjaman yang diberikan oleh bank bertambah dengan "jasa" atau keuntungan yang diambil, yang sejatinya adalah bunga atau riba.
Riba memiliki dampak kerusakan sistemik yang sangat besar. Contoh paling jelas adalah kemacetan di Indonesia yang tidak kunjung usai. Kemudahan kredit kendaraan bermotor dengan sistem riba menyebabkan jumlah kendaraan meledak tanpa diimbangi infrastruktur jalan. Ketika riba "dipindahkan" ke sistem haji melalui dana talangan, maka sistem haji pun ikut hancur.
Sebelum ada dana talangan haji, proses keberangkatan lebih sederhana. Seseorang mendaftar, menunggu beberapa waktu, melunasi pembayaran secara tunai, lalu berangkat. Namun, setelah sistem dana talangan merajalela, antrean menjadi sangat panjang karena semua orang, bahkan yang belum mampu secara finansial, bisa "memesan" kuota haji dengan berhutang riba. Ini menciptakan kehancuran sistemik yang merugikan banyak pihak.
Haji Furoda dan Visa Mukim: Perjudian dalam Ibadah?
Selain haji reguler dengan antrean panjang, muncul juga tawaran haji furoda atau menggunakan visa mukim. Haji furoda menjanjikan keberangkatan lebih cepat, namun seringkali dengan biaya yang sangat tinggi dan ketidakpastian yang besar. Tingkat kemungkinan keberangkatan bisa 50-50, bahkan banyak kasus jemaah yang sudah berada di Jeddah harus dipulangkan. Ini diibaratkan seperti perjudian, di mana seseorang mempertaruhkan uangnya tanpa jaminan pasti akan beribadah.
Demikian pula dengan penggunaan visa mukim tanpa benar-benar mukim (tinggal) di sana, hanya untuk mendapatkan kuota haji mukimin. Praktik semacam ini dianggap sebagai penipuan, dan melakukan ibadah dengan cara menipu atau berjudi akan merusak esensi ibadah itu sendiri. Allah tidak menerima ibadah yang dilakukan dengan cara-cara yang dilarang-Nya.
Alternatif dan Solusi: Kembali kepada Keredaan Allah
Jika seseorang dihadapkan pada sistem haji yang bermasalah, baik karena antrean panjang, riba dalam dana talangan, atau perjudian dalam furoda, apa yang harus dilakukan?
- Gugurnya Kewajiban Haji: Bagi mereka yang mendaftar sekarang dan menghadapi antrean puluhan tahun, kewajiban haji bisa gugur karena uzur. Daripada terlibat riba atau judi, lebih baik tetap di rumah, berdoa kepada Allah dengan cara yang halal dan benar.
- Umrah Ramadan sebagai Alternatif: Rasulullah SAW bersabda, "Umrah di bulan Ramadan setara dengan haji bersamaku." Ini adalah alternatif yang sangat mulia bagi mereka yang tidak bisa berhaji. Memilih paket umrah Ramadan yang aman dari unsur riba dan judi, dengan akad yang jelas, jauh lebih baik dan berpahala besar.
- Memperbaiki Akad dan Sistem: Bagi para penyelenggara perjalanan (travel) dan pihak-pihak terkait, nasihatnya adalah untuk berhati-hati agar tidak ikut serta dalam dosa. Membantu umat Islam beribadah haruslah dengan cara yang benar dan sesuai syariat, bukan dengan melibatkan mereka dalam riba atau garar (ketidakjelasan/perjudian). Akad yang batil harus diperbaiki.
- Menarik Kembali Dana Haji: Bagi yang sudah mendaftar haji dan menyadari adanya masalah dalam sistem atau akad, disarankan untuk menarik kembali dananya, terutama jika masa tunggunya sangat panjang atau terdapat unsur riba. Meskipun prosesnya mungkin rumit, ini adalah langkah untuk menyelamatkan diri dari dosa.
Pada akhirnya, tujuan ibadah adalah mencari keridaan Allah, bukan menambah kesusahan atau terjerumus dalam dosa. Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui niat hamba-Nya. Mencari keridaan-Nya bisa dengan cara yang halal, bahkan dengan duduk di rumah dan berdoa, daripada melakukan perbuatan dosa seperti riba dan judi demi sebuah ibadah.
Referensi dari : Youtube
Read More »
12 September | 0komentar