Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Sekolah sebagai Institusi Moral

Menjadi Model Pembelajaran KSE

“Pada abad ke 21, di mana masyarakat semakin menjadi beragam secara demografi, maka pendidik akan lebih lagi perlu mengembangkan, membina, dan memimpin sekolah-sekolah yang toleran dan demokratis. Kami meyakini bahwa, melalui pembelajaran tentang etika, pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan akan lebih siap dalam mengenali, berefleksi, serta menghargai keberagaman.”. Sebagai sebuah institusi moral, sekolah adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai, dan moralitas dalam diri setiap murid. Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. 
Kepemimpinan kepala sekolah tentunya berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral. Dalam menjalankan perannya, tentu seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi berbagai situasi dimana ia harus mengambil suatu keputusan dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan. Situasi seperti ini disebut sebagai sebuah dilema etika. Disaat itu terjadi, keputusan mana yang akan diambil? Tentunya ini bukan keputusan yang mudah karena kita akan menyadari bahwa setiap pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas sekolah tersebut, nilai-nilai apa yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan keputusan-keputusan yang diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sebelum kita bahas modul ini lebih dalam, kita akan mempelajari apa arti etika. Apa arti moral, sehingga sekolah disebut sebagai suatu institusi ‘moral’. Apakah arti etiket? Apakah sama dengan etika, adakah perbedaan antara etika dan etiket? Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, Ethikos yang berarti kewajiban moral. Sementara moral berasal dari bahasa Latin, mos jamaknya mores yang artinya sama dengan etika, yaitu, ‘adat kebiasaan’. Moralitas sebagaimana dinyatakan oleh Bertens (2007, hal. 4) adalah keseluruhan asas maupun nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk. Jadi moralitas merupakan asas-asas dalam perbuatan etik. Istilah lain yang mirip dengan etika, namun berlainan arti adalah etiket. Etiket berarti sopan santun. Setiap masyarakat memiliki norma sopan santun. Etiket suatu masyarakat dapat sama, dapat pula berbeda. Lain halnya dengan etika, yang lebih bersifat ‘universal’ etiket bersifat lokal (Rukiyanti, Purwastuti, Haryatmoko, 2018).

Kepala sekolag sebagai pemimpin menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal perlu memperhatikan masukan dari berbagai pihak. Keputusan-keputusan yang kepala sekolah ambil merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut. Mengingat posisi guru berada di garda terdepan yang langsung berhadapan dengan peserta didik dalam pembelajaran, meskipun katakanlah teknologi informasi begitu pesat berkembang sehingga begitu banyak menyediakan sumber pengetahuan yang berlimpah, namun tugas guru merencanakan, melaksanakan, menilai, membimbing dan mengarahkan.

Sekolah sebagai 'institusi moral' dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Tanggungjawab pemimpin sekolah menjadi sangat penting, pemimpin sekolah akan menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Guru sebagai sosok panutan yang digugu dan ditiru, banyak harapan besar dialamatkan kepadanya untuk membawa majunya bangsa melalui pembangunan SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan. Mengingat posisi guru berada di garda terdepan yang langsung berhadapan dengan peserta didik dalam pembelajaran, meskipun katakanlah teknologi informasi begitu pesat berkembang sehingga begitu banyak menyediakan sumber pengetahuan yang berlimpah, namun tugas guru 5M (merencanakan, melaksanakan, menilai, membimbing dan melaksanakan tugas), terutama fungsi pembimbingan tetap tidak tergantikan oleh teknologi informasi. Artinya fungsi guru tidak sebatas hanya menstransfer ilmu semata, akan tetapi justru yang lebih utama pada peran pendidiknya sebagai ciri khas yang melekat pada jatidiri guru dalam membentuk integritas kepribadian peserta didik yang berbasis pendidikan karakter.



Share this article now on :

Post a Comment