Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah meresmikan kehadiran Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025. Peraturan ini secara singkat memuat berbagai perubahan pada kurikulum jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Perubahan ini mengacu pada Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum, yang terdiri dari 5 Bab dan 34 Pasal. Latar Belakang Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 Penerbitan Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 merupakan langkah konkret Kemendikdasmen dalam menindaklanjuti dan mengimplementasikan kebijakan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024. Hal ini menunjukkan sinkronisasi kebijakan antara kementerian induk dan kementerian di bawahnya dalam upaya pembaruan sistem pendidikan nasional. 
Peraturan ini hadir untuk memastikan bahwa perubahan kurikulum dapat diterapkan secara efektif di tingkat operasional, yakni di sekolah-sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia. Isi Pokok Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 Secara umum, Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 berfokus pada implementasi perubahan kurikulum di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Meskipun rincian spesifik pasal-pasalnya tidak dijelaskan, dapat diasumsikan bahwa peraturan ini akan mengatur hal-hal berikut: 
Adaptasi Kurikulum Baru: Penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana satuan pendidikan dasar dan menengah harus mengadopsi dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024. 
Jadwal dan Mekanisme Penerapan: Aturan mengenai lini masa transisi, pelatihan guru, penyesuaian materi ajar, dan evaluasi implementasi kurikulum baru. 
Peran dan Tanggung Jawab: Penjelasan mengenai peran pemerintah daerah, dinas pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, serta komite sekolah dalam mendukung keberhasilan penerapan kurikulum baru. 
Penyesuaian Teknis: Kemungkinan besar terdapat rincian teknis terkait penyusunan perangkat pembelajaran, penilaian, dan pelaporan yang selaras dengan filosofi dan tujuan kurikulum baru. 
Dukungan dan Pembinaan: Mekanisme pemberian dukungan, bimbingan, dan pembinaan kepada sekolah-sekolah untuk memastikan pemahaman dan pelaksanaan kurikulum yang optimal. Peraturan ini akan menjadi panduan operasional bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat pendidikan dasar dan menengah untuk menjalankan perubahan kurikulum yang digariskan oleh Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024. 

Keterkaitan dengan Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024 Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 tidak dapat dilepaskan dari Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024. Peraturan induk ini, dengan 5 Bab dan 34 Pasal, menjadi landasan filosofis dan konseptual bagi kurikulum baru. Peran Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 adalah menerjemahkan kerangka besar tersebut ke dalam petunjuk teknis yang lebih detail dan operasional agar dapat diterapkan di lapangan. Adanya dua peraturan ini menunjukkan bahwa perubahan kurikulum adalah proses berlapis yang melibatkan penetapan kebijakan di tingkat pusat (Kemendikbudristek) dan kemudian implementasi serta penyesuaian di tingkat fungsional (Kemendikdasmen). Hal ini bertujuan untuk menciptakan kurikulum yang relevan, dinamis, dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik serta tantangan zaman.



Read More »
23 July | 0komentar

Ketika Politik Masuk Ruang Kelas: Menjaga Independensi Guru

Dalam perjalanan panjang sejarah pendidikan Indonesia, guru selalu dipandang sebagai sosok mulia yang mengemban tugas mendidik, membimbing, dan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Namun, di era otonomi daerah seperti sekarang, tantangan yang dihadapi para guru menjadi semakin kompleks. Kebijakan pendidikan yang kini berada di bawah kewenangan pemerintah daerah membuka ruang partisipasi lokal yang lebih luas, tetapi sekaligus membawa risiko besar: intervensi dan tarik-menarik kepentingan politik yang kerap kali mengganggu independensi guru.
Ancaman Terhadap Profesionalisme Guru
Independensi guru sebagai pendidik seharusnya berarti kebebasan profesional untuk mengajar, menilai, dan membimbing siswa berdasarkan prinsip keilmuan dan nilai-nilai moral. Ini berarti guru harus bebas dari tekanan politik atau kepentingan kekuasaan apa pun. Sayangnya, praktik di lapangan seringkali memperlihatkan hal yang berbeda. Ada guru yang merasa harus ikut arus politik lokal demi keamanan posisi dan kelancaran karier. Tak jarang pula, mereka menghadapi tekanan untuk mendukung kebijakan daerah tertentu yang belum tentu berpihak pada mutu pendidikan yang sesungguhnya.
Fenomena ini mengikis esensi profesionalisme guru. Ketika seorang guru harus mempertimbangkan afiliasi politik atau arahan kekuasaan dalam menjalankan tugasnya, fokus utama pada kepentingan peserta didik akan tergeser. Ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat netral untuk menumbuhkan pemikiran kritis dan nilai-nilai luhur, berisiko menjadi arena propaganda atau perpanjangan tangan kepentingan sesaat.
Menjaga Keteguhan Hati di Arus Dinamis Politik Lokal
Di tengah arus politik daerah yang dinamis, menjaga independensi menuntut keberanian, integritas, dan kesadaran kolektif dari para guru. Guru harus tetap menjadi teladan yang netral, memegang teguh etika profesi, dan memprioritaskan kepentingan peserta didik di atas kepentingan kelompok atau partai mana pun.
Upaya ini bukan hanya soal keteguhan hati individu, tetapi juga memerlukan dukungan kuat dari berbagai pihak. Masyarakat perlu lebih peduli dan kritis terhadap kebijakan pendidikan di daerah mereka. Organisasi profesi guru memiliki peran vital dalam melindungi anggotanya dari intervensi yang tidak profesional. Terlebih lagi, regulasi yang tegas sangat dibutuhkan untuk menjamin perlindungan hukum bagi guru yang menolak intervensi politik dan memilih untuk tetap independen.
Independensi Guru: Fondasi Pendidikan yang Merdeka
Independensi guru adalah pondasi penting bagi pendidikan yang merdeka dan berkeadilan. Tanpa kebebasan berpikir dan bertindak secara profesional, pendidikan mudah berubah menjadi alat propaganda dan kepanjangan kepentingan penguasa lokal. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus memperjuangkan ruang aman bagi guru agar mereka tetap bisa menjalankan peran sebagai pendidik yang mendidik dengan nurani, bukan dengan arahan politik.
Dengan kesadaran dan keberanian kolektif, guru dapat tetap berdiri tegak sebagai pilar peradaban. Meskipun berada di tengah badai kepentingan politik yang tak pernah reda, keteguhan mereka dalam menjaga independensi akan memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi mercusuar yang menerangi masa depan bangsa, bebas dari bias dan kepentingan sesaat.

Read More »
17 July | 0komentar

Pentingnya Ikatan Emosional Guru dan Murid

Pernahkah Anda merasakan momen ini di kelas? Anda sudah menyiapkan materi dengan sepenuh hati, media pembelajaran yang menarik, bahkan lagu yang sedang viral agar suasana kelas lebih hidup. Namun, saat pelajaran dimulai, bukannya antusiasme yang Anda dapat, melainkan keheningan dan tatapan datar dari deretan "pot bunga" di depan Anda. Rasanya seperti presentasi di depan kursi kosong.
Jika ya, Anda tidak sendiri. Momen tersebut seringkali menjadi titik balik bagi banyak guru, termasuk saya. Saya sadar, mungkin masalahnya bukan pada materi yang kurang seru, atau saya yang kurang atraktif. Justru, inti masalahnya ada pada sesuatu yang lebih mendasar: kita belum terhubung. Belum "klik" dengan para murid. Frekuensi kita belum bertemu.
Pengalaman ini, ditambah dengan pembelajaran dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), membuka mata saya pada satu hal krusial: engagement. Sebelum kita bicara soal rumus, teori, kompetensi, atau target kurikulum, hal pertama yang harus dibangun adalah ikatan. Sebuah koneksi emosional yang mungkin tidak terlihat di layar, tapi sungguh terasa di hati.
Seperti yang Profesor Rita Pierson sampaikan dalam TED Talk-nya yang viral, "Kids don't learn from people they don't like." Anak-anak tidak akan belajar dari guru yang tidak mereka sukai. Namun, "suka" di sini bukan berarti guru harus menjadi influencer yang lucu atau populer. Ini tentang guru yang hadir secara emosional, yang tulus, dan yang membuat anak merasa: "Di kelas ini, aku aman untuk salah."
Membangun Fondasi Kepercayaan dan Rasa Aman
Maka, jangan heran jika di minggu pertama sekolah, saya memilih untuk tidak langsung memulai pelajaran formal. Tidak ada salahnya kok, jika waktu itu kita gunakan untuk benar-benar berkenalan. Bukan cuma menanyakan nama dan cita-cita, tapi lebih dalam: "Apa yang membuatmu semangat datang ke sekolah?", "Apa hal kecil yang membuatmu takut di kelas?", atau "Kapan terakhir kali kamu merasa diterima apa adanya?".
Bagaimana mungkin anak-anak bisa merasa nyaman belajar jika mereka belum merasa aman menjadi diri mereka sendiri? Bagaimana mereka bisa berani berpikir kritis jika setiap kesalahan langsung ditertawakan, dicoret, atau disalahkan? Ini seperti adegan di kompetisi memasak yang penuh tekanan. Di kelas saya, saya ingin mereka tahu: salah itu tidak apa-apa. Salah adalah tanda bahwa kamu sedang belajar. Tidak perlu takut. Di sini, kamu diterima, bahkan dengan segala kekuranganmu yang justru membuatmu menjadi manusia seutuhnya.
Oleh karena itu, di awal-awal masuk kelas, saya lebih banyak mengobrol, bermain, melempar pertanyaan-pertanyaan ringan, atau bahkan mengajak mereka menulis harapan di kertas warna-warni bersama-sama. Saya percaya, pembelajaran itu bukan soal seberapa cepat Anda menyampaikan materi, tapi seberapa dalam anak-anak mau menerima. Dan penerimaan itu hanya bisa terjadi jika ada rasa percaya.
Guru: Lebih dari Sekadar Robot Kurikulum
Kita ini guru, bukan robot kurikulum. Kita adalah manusia yang tugasnya bukan hanya mengajar, tetapi juga menuntun dan menemani mereka bertumbuh. Dan proses menuntun itu membutuhkan kedekatan, membutuhkan hati. Jadi, untuk rekan-rekan guru yang sedang bersemangat menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Rencana Pelaksanaan Mengajar (RPM), menulis Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) atau Lembar Kerja Murid (LKM), dan mengutak-atik Canva untuk media ajar yang memukau, saya sangat salut! Semangat Anda luar biasa.
Namun, di tengah kesibukan itu, jangan lupa untuk menyiapkan waktu sekadar mendengar. Duduk bersama, mengobrol dari hati ke hati, dan membangun bonding. Karena kadang, anak-anak lebih membutuhkan itu daripada PowerPoint 20 slide dengan font kekinian dan animasi tingkat tinggi. Percayalah, begitu kita berhasil "mengklik" hati mereka, barulah kita bisa "mengklik" slide dengan penuh keyakinan. Karena pendidikan yang bermakna dimulai dari hubungan yang tulus.

Read More »
17 July | 0komentar

MPLS Hari ke-2

 


Hari kedua pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMKN 1 Bukateja pada (Sebutkan tanggal pelaksanaan) tak kalah semarak dari hari sebelumnya. Setelah kemarin para peserta didik baru diajak menyelami semangat kebersamaan dan nilai-nilai sekolah, hari ini mereka dibawa lebih dekat untuk mengenal potensi masa depan mereka di dunia pendidikan vokasi. Memilih Jalan Karir: Pengenalan Program Keahlian Sesi pagi MPLS didedikasikan untuk pengenalan mendalam tentang berbagai program keahlian yang ada di SMKN 1 Bukateja. 
Para siswa baru tampak antusias menyimak pemaparan dari perwakilan masing-masing jurusan. Ini adalah kesempatan penting bagi mereka untuk memahami lebih jauh apa yang akan mereka pelajari dan prospek kerja yang menanti setelah lulus. SMKN 1 Bukateja menawarkan beragam program keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini: 
Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan (DPIB): Bagi siswa yang tertarik pada dunia arsitektur, konstruksi, dan gambar teknik bangunan. Mereka diperkenalkan pada proses perancangan, penggunaan software desain, hingga implementasi di lapangan. 
Busana: Jurusan ini cocok untuk mereka yang memiliki passion di bidang fashion dan tata busana. Siswa mendapatkan gambaran tentang proses desain, teknik menjahit, pemilihan bahan, hingga pemasaran produk busana. 
Teknik Kendaraan Ringan (TKR): Fokus pada pemeliharaan dan perbaikan kendaraan roda empat. Para calon teknisi diajak mengenal sistem mesin, kelistrikan, chassis, dan transmisi mobil. 
Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ): Mempersiapkan siswa menjadi ahli di bidang jaringan komputer, instalasi hardware, troubleshooting, hingga konfigurasi server. Dunia digital menanti mereka. 
Broadcasting dan Film (BCF): Jurusan yang menarik bagi pecinta dunia kreatif media. Siswa diperkenalkan pada teknik produksi film, penyiaran, jurnalistik audio-visual, hingga penyuntingan video. 
Rekayasa Perangkat Lunak (RPL): Mengajak siswa menyelami dunia pemrograman dan pengembangan aplikasi. Mereka belajar logika coding, membangun software, hingga menciptakan aplikasi berbasis web atau mobile. 
Teknik Bisnis Sepeda Motor (TBKR): Mirip dengan TKR, namun lebih spesifik pada kendaraan roda dua. Siswa akan menguasai perawatan, perbaikan, dan modifikasi sepeda motor, serta seluk-beluk bisnis bengkel. 
Setiap pemaparan jurusan dilengkapi dengan tayangan visual, contoh proyek siswa, bahkan beberapa alat peraga yang langsung menarik perhatian. Sesi tanya jawab juga dibuka lebar, memungkinkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mendapatkan gambaran yang lebih jelas sesuai minat mereka. Mengembangkan Bakat di Luar Kelas: Pengenalan Ekstrakurikuler Sore hari diisi dengan sesi yang tak kalah seru: pengenalan ekstrakurikuler. 
SMKN 1 Bukateja meyakini bahwa pengembangan diri tidak hanya terjadi di dalam kelas. Melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat menyalurkan minat, bakat, serta mengembangkan soft skills yang penting. Para perwakilan dari setiap ekskul memamerkan keunggulan dan kegiatan mereka. Mulai dari olahraga seperti basket, voli, futsal, seni seperti musik, tari tradisional, teater, hingga kegiatan ilmiah dan keterampilan seperti Paskibra, Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Karya Ilmiah Remaja (KIR), hingga klub fotografi atau videografi. Suasana menjadi lebih hidup dengan adanya penampilan singkat dari beberapa ekskul, seperti demonstrasi bela diri, pertunjukan musik, atau cuplikan latihan. Ini memberikan gambaran nyata kepada siswa tentang aktivitas yang bisa mereka ikuti. 
Diharapkan, dengan pengenalan yang komprehensif ini, para peserta didik baru tidak hanya memahami pilihan jurusan mereka, tetapi juga terinspirasi untuk aktif mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler. MPLS hari kedua ini menjadi fondasi awal bagi mereka untuk merencanakan perjalanan pendidikan yang bermakna dan menemukan bakat terpendam di SMKN 1 Bukateja.





Read More »
15 July | 0komentar

MPLS Datang dan Pergi, Maknanya Seringkali Cuma Numpang Lewat

Setiap tahun ajaran baru tiba, suasana sekolah diwarnai dengan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Bagi banyak siswa, terutama yang baru memasuki jenjang pendidikan baru, MPLS seringkali identik dengan serangkaian kegiatan yang terkadang membingungkan, penuh ketegangan, dan kerap terasa minim makna. Ironisnya, di sisi lain, para guru dan panitia pun disibukkan dengan pencarian rundown dan persiapan teknis, sehingga esensi utama MPLS seringkali menguap begitu saja.
Fenomena ini menjadi pertanyaan besar: mengapa MPLS, yang seharusnya menjadi gerbang awal yang ramah dan bermakna bagi siswa baru, justru sering kehilangan rohnya?
Ketika Rundown Mengalahkan Makna
Salah satu akar masalahnya terletak pada fokus yang terlalu berlebihan pada aspek administratif dan teknis. Panitia MPLS, termasuk para guru, kerap terjebak dalam lingkaran persiapan yang berkutat pada:
Pencarian dan penyesuaian rundown: 
Jadwal kegiatan yang padat, bahkan terkadang terlalu padat, seringkali menjadi prioritas utama. Detail menit per menit disusun, namun terkadang lupa untuk menanyakan apakah setiap sesi benar-benar memberikan nilai tambah bagi siswa.
Pengumpulan data dan kelengkapan: Fokus pada pengumpulan formulir, data siswa, dan atribut MPLS lainnya tak jarang menyita waktu dan energi yang seharusnya bisa dialokasikan untuk interaksi yang lebih mendalam.
Kekhawatiran akan penilaian: Adanya standar atau penilaian terhadap pelaksanaan MPLS bisa membuat panitia cenderung mengikuti "aturan main" yang ada daripada berinovasi dan mencari cara agar MPLS benar-benar efektif.
Akibatnya, interaksi yang seharusnya menjadi jembatan perkenalan antara siswa, guru, dan lingkungan sekolah berubah menjadi formalitas yang kaku. Siswa merasa seperti objek yang harus mengikuti aturan, bukan subjek yang aktif dalam proses perkenalan. Ketegangan Siswa dan Makna yang Menguap
Di sisi siswa, pengalaman MPLS seringkali diwarnai dengan: Ketegangan dan kecemasan: Bagi siswa baru, memasuki lingkungan yang asing dengan banyak orang baru sudah cukup menegangkan. Ditambah lagi dengan aturan yang ketat, tugas yang membingungkan, atau bahkan perlakuan yang kurang ramah dari senior atau panitia, bisa memperburuk kecemasan mereka.

Ketidakpahaman tujuan: 
Banyak siswa yang tidak benar-benar memahami mengapa mereka harus mengikuti serangkaian kegiatan MPLS. Mereka hanya menjalaninya sebagai kewajiban, tanpa menangkap esensi perkenalan dengan budaya sekolah, nilai-nilai, atau bahkan teman-teman baru.
Minimnya ruang interaksi bermakna: Waktu yang dihabiskan untuk mendengarkan ceramah atau mengikuti arahan satu arah seringkali lebih banyak daripada kesempatan untuk berinteraksi, berdiskusi, atau berkolaborasi dengan teman sebaya.
Pada akhirnya, tujuan mulia dari MPLS, yaitu membantu siswa beradaptasi, mengenal lingkungan, dan membangun ikatan sosial, seringkali menguap begitu saja. Yang tertinggal mungkin hanya kenangan tentang atribut aneh, barisan panjang, atau beberapa momen lucu yang tidak benar-benar mewakili proses perkenalan yang utuh.
Mengembalikan Roh MPLS: Lebih dari Sekadar Formalitas
Untuk mengembalikan roh MPLS, dibutuhkan perubahan paradigma dari semua pihak yang terlibat. MPLS harus menjadi pengalaman yang: Berpusat pada siswa: Rancanglah kegiatan yang menarik, interaktif, dan relevan dengan kebutuhan siswa. Beri ruang bagi siswa untuk bertanya, berpendapat, dan berinteraksi secara aktif.

Mengedepankan empati dan keramahan: 
Ciptakan suasana yang hangat, aman, dan inklusif. Guru dan senior harus menjadi contoh teladan dalam menyambut siswa baru dengan senyum dan bimbingan yang tulus, bukan dengan intimidasi.
Fokus pada pengenalan nilai dan budaya sekolah: Daripada hanya menyampaikan peraturan, kenalkanlah nilai-nilai luhur yang dijunjung sekolah, seperti integritas, disiplin, kerja sama, dan rasa hormat. Libatkan siswa dalam kegiatan yang merefleksikan nilai-nilai tersebut.
Memberi ruang bagi interaksi sosial yang otentik: Fasilitasi kegiatan yang memungkinkan siswa baru untuk mengenal satu sama lain secara alami, membangun pertemanan, dan merasakan kebersamaan.

Meminimalkan formalitas yang tidak perlu: 
Evaluasi kembali setiap item dalam rundown. Apakah setiap kegiatan benar-benar memberikan kontribusi positif terhadap tujuan MPLS? Jika tidak, pertimbangkan untuk menghapusnya atau menggantinya dengan yang lebih bermakna.
MPLS seharusnya menjadi momen yang dinanti, bukan ditakuti. Ini adalah kesempatan emas untuk menciptakan kesan pertama yang positif, menanamkan rasa memiliki pada siswa, dan membangun fondasi yang kuat bagi perjalanan pendidikan mereka. Mari kita pastikan bahwa setiap tahun, makna MPLS tidak lagi cuma "numpang lewat", tetapi benar-benar melekat dan berbekas dalam hati setiap siswa baru.



Read More »
09 July | 0komentar

Otak di Balik Layanan Favorit Anda, Sang Artificial Narrow Intelligence (ANI)

Di tengah hiruk pikuk pembahasan tentang Kecerdasan Artifisial (KA), penting untuk memahami bahwa tidak semua bentuk KA memiliki kemampuan yang sama. Saat ini, bentuk KA yang paling dominan dan banyak kita gunakan adalah Artificial Narrow Intelligence (ANI), atau sering disebut juga KA lemah (weak AI). ANI berbeda dengan konsep KA yang lebih futuristik seperti Artificial General Intelligence (AGI) atau Artificial Superintelligence (ASI), karena ANI beroperasi dalam batasan yang sangat spesifik.
Apa Itu Artificial Narrow Intelligence (ANI)?
ANI didefinisikan sebagai sistem KA yang dirancang dan dilatih untuk melakukan tugas tunggal atau serangkaian tugas yang sangat spesifik dalam domain yang terbatas. Meskipun disebut "lemah", jangan salah sangka. Kemampuan Artificial Narrow Intelligence (ANI) dalam domain spesifiknya bisa mencapai tingkat superhuman (superhuman capabilities), jauh melampaui apa yang bisa dilakukan manusia. Namun, kecerdasan ini tidak dapat dialihkan ke domain atau tugas lain.
Bayangkan seorang juara catur dunia. Dia mungkin memiliki kemampuan luar biasa dalam catur, tetapi keahlian itu tidak serta merta membuatnya menjadi ahli dalam bedah otak atau membangun gedung pencakar langit. Demikian pula dengan Artificial Narrow Intelligence (ANI). Ia sangat mahir dalam satu hal, tetapi tidak memiliki pemahaman atau kemampuan di luar area programnya.

Contoh dan Karakteristik Artificial Narrow Intelligence (ANI)
Banyak sekali produk dan layanan yang kita gunakan sehari-hari mengintegrasikan Artificial Narrow Intelligence (ANI). Salah satu contoh klasik adalah perangkat KA yang diprogram untuk menerjemahkan suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Untuk mengembangkan sistem penerjemahan seperti ini, dibutuhkan jumlah data berlabel yang sangat banyak sebagai data latih. Data ini memungkinkan algoritma untuk belajar pola-pola bahasa, tata bahasa, dan konteks kata. Meskipun sistem ini bisa menerjemahkan dengan sangat akurat dan cepat, ia tidak bisa melakukan tugas lain di luar kemampuannya, misalnya menulis puisi orisinal atau merencanakan strategi bisnis.

Karakteristik kunci dari ANI meliputi:
Fokus Spesifik: Hanya mahir dalam satu atau beberapa tugas yang saling terkait. Ketergantungan pada Data: Membutuhkan data latih dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi untuk belajar dan meningkatkan kinerjanya. Tidak Ada Kesadaran Diri: Tidak memiliki kesadaran, perasaan, atau pemahaman kontekstual seperti manusia. Bukan Kecerdasan Umum: Tidak dapat menggeneralisasi pengetahuan dari satu tugas ke tugas lain. Masa Depan dan Relevansi Artificial Narrow Intelligence (ANI).
Meskipun terbatas pada domain spesifik, Artificial Narrow Intelligence (ANI) adalah fondasi dari sebagian besar inovasi KA yang kita lihat saat ini. Dari asisten suara (seperti Siri atau Google Assistant), sistem rekomendasi di platform streaming (Netflix, YouTube), filter spam email, hingga sistem deteksi penipuan di perbankan—semuanya adalah contoh canggih dari Artificial Narrow Intelligence (ANI).
Pengembangan Artificial Narrow Intelligence (ANI) terus berlanjut, dengan peningkatan dalam efisiensi algoritma dan kemampuan untuk menangani data yang semakin kompleks. Artificial Narrow Intelligence (ANI) akan terus menjadi tulang punggung revolusi teknologi, menyediakan solusi yang sangat efektif untuk masalah-masalah spesifik, bahkan ketika kita terus menatap kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh bentuk Kecerdasan Artifisial (KA) yang lebih luas di masa depan.

Read More »
09 July | 0komentar