Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query PENDIDIKAN. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query PENDIDIKAN. Sort by date Show all posts

Hari Ke-7 Pembekalan CPP Kamis, 02 November 2023 (Koneksi Antar Materi)

Soal Pada LMS :
Setelah Penulis mempelajari praktik Pendidikan yang Memerdekakan, Penulis diminta untuk menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tempat Penulis bekerja dengan menjawab pertanyaan berikut: 
Ceritakan hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan? Hal-hal yang tidak selaras terkait praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu diubah atau dikembangkan bahkan dihilangkan? 
Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dilihat di drive bawah ini :


Koneksi Antar Materi 
Pendidikan yang Memerdekakan Hari Ke-7 Pembekalan Calon Pengajar Praktik 
 Oleh
 Sarastiana 
SMK Negeri 1 Bukateja 

Pada pembekalan Calon Pengajar Praktik (CPP) pada hari ke-7 dengan materi Pendidikan yang Memerdekakan, CPP menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tenpat CPP bekerja. 

Hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip Pendidikan yang memerdekakan? 
Hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan di Sekolah saya, yang mendukung Visi Sekolah (Menjadikan SMK Unggulan berbasis Budaya Industri yang menghasilkan Tamatan berkarakter, Kompeten, Kompetitif dan Berwawasan Lingkungan) adalah: 

1. Pembiasaan Kegiatan Pagi : 
Pra Kegiatan Pembelajaran diawali dengan melaksanakan kegiatan pembiasaan yang merupakan implementasi dari P5 yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan.tema ini merupakan bentuk upaya dalam membangun kesadaran untuk menjaga pola hidup yang baik (disiplin, tanggungjawab, motivasi,loyalitas, integritas, hidup sehat/bersih dsb) pola hidup tersebut melibatkan lingkungan dan aksi nyata dalam keseharian (kemdikbudristek) yaitu :

No

Kegiatan

Waktu

Ket

1

Apel pagi

07.00 s.d. 07.10

Hari Senin diadakan Upacara bendera s.d Pkl 07.40

2

 Mars Anti Bullying

07.10 s.d. 07.15

 

2

Menyanyikan Indonesia raya

07.15 s.d. 07.17

 

3

Membaca Asmaul Husna

07.15 s.d. 07.20

 

 

 

 

 




2. Penyusunan kesepakatan / Keyakinan kelas 

Penyusunan kesepakatan kelas, dimana di Sekolah peraturan yang ada adalah kesepakatan antara pendidik dan murid. Di awal tahun ajaran wali kelas beserta guru mata pelajaran bersama murid membuat kesepakatan kelas beserta konsekuensinya apabila ada pelanggaran. 

3. Materi Ajar yang Kontekstual dan Faktual 
Materi pembelajaran atau bahan ajar yang selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Pembelajaran yang materinya kotekstual yang disesuaikan dengan berbagai kebutuhan dan kondisi yang sedang berkembang. Selain itu, materi-materi itu secara faktual atau yang kira- kira sedang dialami oleh perkembangan murid itu sendiri. Pembelajaran yang mementingkan pada kebutuhan belajar murid. Kebutuhan tersebut meliputi kesiapan belajar murid, minat belajar murid, dan profil murid. 


4. Menggunakan Beragam Metode dan Teknik Pembelajaran 
Dalam memenuhi setiap kebutuhan belajar murid, guru harus mampu menggunakan metode atau teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini penting untuk mengikatkan situasi dan proses pembelajaran berlangsung agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Di Sekolah kami pun sudah melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid melalui penerapan berbagai metode pembelajaran seperti Berdiferensiasi, STEAM, Project Base Learning (PjBL), Experiential Learning, dll. Sehingga murid terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 

5. Implementasi Modul Ajar yang berkolaborasi antara Mapel Umum dan Mapel Kejuruan untuk Pada pembelajaran berbasis Proyek. 
Pada Modul Ajar guru umum (Matematika), Bahasa Inggris, Sejarah, Bhs Indonesia, Olah Raga, dsb. Berkolaborasi dengan mapel Kejuruan. Jadi guru mapel umum memilih CP yang sesuai/ mendukung materi kejuruan.

6. Pembelajaran Berdifernsiasi
    Berdiferensiasi secara konten, proses dan produk
   


Hal-hal yang tidak selaras terkait prakti prinsip Pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu dirubah ?
1. Gaya belajar diktator (berpusat pada guru) 
 Gaya belajar yang memaksakan atas kehendak gurunya tanpa memperhatikan kebutuhan para murid. Sebagian Guru masih menuntut agar para murid turut dan patuh pada apa yang dilakukan oleh gurunya. Hal ini tidak selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Masih ada diantara guru senior yang menerapkan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan mengutamakan capaian konten saja. 

2. Punishment and reword 
Hal ini karena dapat berdampak kurang baik yang dirasakan oleh para murid, murid memiliki pemikiran yang sesaat. Misalnya dengan adanya punishment, murid akan terasa tertekan dan menjadi pendendam. Begitu juga dengan reword murid akan merasa bahagia dan tertantang jika ada sesuatu hal jika ada hadiah, dan sebaliknya murid akan merasa kecewa jika hadiah itu tidak tersedia. Masih ada beberapa guru yang masih memberikan hukuman yang tidak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan murid. 

3. Model pendidikan klasikal/monoton 
Melalui belajar yang lebih mendalam, mungkin menjadi jelas bahwa model pendidikan yang mengharuskan semua siswa mengikuti kurikulum yang sama, mengukur kemajuan dengan standar yang sama, dan mengejar tujuan yang seragam tidak selalu efektif atau memadai. Dalam pendekatan Pendidikan yang Memerdekakan, perlu diakui bahwa setiap siswa memiliki keunikan, minat, dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih diferensiasi dan responsif terhadap individu perlu dipertimbangkan.

Read More »
02 November | 0komentar

Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization


Reflesi Buku 
Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization 
Direfleksi Oleh: Arifin
Bab 1 : 
Menyoal Transformasi 
Semua sepakat bahwa sekolah-sekolah kita harus diperbaiki kualitasnya. Namun kesepakatan tidak tercapai ketika berbicara tentang bagaimana cara memperbaiki kualitas tersebut. Ada yang berpendapat bahwa yang dibutuhkan adalah reformasi, namun sebagian yang lain mengatakan reformasi tidak cukup. Yang dibutuhkan saat ini adalah transformasi, bukan reformasi. 
Dalam konteks upaya perbaikan sekolah, reformasi memiliki arti melakukan perubahan prosedur, proses, dan teknologi dalam rangka memperbaiki kinerja sistem operasi yang telah ada. Tujuan reformasi adalah untuk menjaga agar sistem yang telah ada dapat berjalan dengan lebih efektif sebagaimana yang telah ditentukan. 
Transformasi dimaksudkan untuk memungkinkan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh organisasi. Transformasi berarti bermetamorfosis, yaitu berubah dari satu bentuk ke bentuk lain yang benar-benar berbeda. Dalam bahasa organisasi, transformasi berarti melakukan reposisi (repositioning) dan reorientasi (reorienting) aksi dengan memasukkan organisasi ke dalam sebuah bisinis baru atau dengan cara mengadopsi cara –cara berbeda yang mendasar untuk melakukan pekerjaan organisasi. 
Maka transformasi meliputi upaya perubahan keyakinan, nilai-nilai, dan makna –kultur– serta perubahan sistem aturan yang ada, peran dan pola hubungan antar warga organisasi –struktur sosial—sehingga inovasi-inovasi yang dicanangkan aka memperoleh dukungan. Sebaliknya, reformasi hanya bermakna meng-install inovasi-inovasi yang akan berjalan dalam konteks sturktur dan kultur sekolah yang telah ada. Transformasi , dengan demikian, merupakan upaya yang beresiko dan sulit, dimensi-dimensinya dipenuhi dengan ketidakpastian dan sukar untuk didefinisikan. 
Transformasi membutuhkan sumber daya manusia yang mampu melakukan pekerjaan yang belum pernah mereka lakukan – tidak hanya mampu melakukan pekerjaan yang rutin mereka lakukan. Karena transformasi berresiko, maka transformasi membutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh yang memahami posisi mereka sebagai penyemai nilai-nilai, penerap tehnik-tehnik terbaik, makna sekaligus keterampilan kepemimpinan. Diatas segalanya, transformasi membutuhkan para pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang rasionalitas transformasi dan lika-liku jalan terjal yang akan mereka lalui. Transformasi menghendaki pemimpin yang memiliki komitmen diri yang kuat untuk menciptakan satu entitas organisasi baru yang dicita-citakannya. 
Tanpa sosok pemimpin yang demikian itu, maka upaya transformasi sekolah akan mustahil terjadi. Tanpa pemimpin yang tangguh, masa depan pendidikan Indonesia dan masa depan demokrasi di negeri katulistiwa ini akan berada dalam resiko besar. 

MENGAPA REFORMASI SAJA TIDAK CUKUP? 
Kasus reformasi di berbagai Negara biasanya terjadi karena dipicu oleh persaingan , terutama bidang ekonomi dan teknologi, dengan Negara lain. Amerika serikat melakukan gerakan reformasi pendidikan besar-besaran karena gusar dengan keberhasilan Uni Soviet yang berhasil meluncurkan Sputnik. Pada era tahun 80an Amerika, lagi-lagi, gusar karena keberhasilan Jepang dibidang manufaktur yang menguasai dunia. Dan sekarang Amerika Serikat tambah gusar karena kehebatan China dan India dan merebut pasar ekonomi dunia. Sudut dunia mana yang tidak dibanjiri barang-barang impor dari China dan India. Bahkan sudut Gunung Kidul yang terpencil sekalipun pasti ada mainan made in China. 
Satu-satunya Negara yang tidak pernah gusar hanyalah Indonesia…ha..ha…apa yang digusarkan Indonesia..wong…memiliki kolam susu dan batang bamboo ditancapkan saja tumbuh kok…. Namun, ada beberapa hal yang bisa saya ingatkan untuk kawan Amerika yang sedang gusar, bahwa reformasi saja tidak cukup. Kita tahu bahwa pendidikan itu tidak hanya terkait dengan urusan ekonomi saja, tetapi kait mengait dengan bidang politik, komunitas, kewarganegaraan, kesehatan moral, karakter generasi yang akan dating, dan masa depan demokrasi bangsa. Pendidikan menjadi landasan pengembangan semua aspek kehidupan sehingga reformasi secara sporadis saja tidak lagi memadai. 
Maka yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar secara komprehensif melalui upaya transformasi. 

 PERLUNYA UPAYA TRANSFORMASI 
Bagaikan menanam padi, maka penanaman yang paling baik adalah di lahan yang lebih subur. Demikian pula dengan pendidikan, jika kita menginginkan perbaikan di bidang pendidikan, maka sekolah-sekolah harus dicangkokkan ke dalam lingkungan yang lebih kondusif. Sekolah-sekolah harus ditransformasikan dari pengajaran (instructrion) menuju pembelajaran (learning), dari pola birokrasi yang mengekang menuju organisasi pembelajaran yang mendorong kreatifitas. Tujuan sekolah saat ini adalah untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses pada kualitas pengajaran yang seragam. Padahal definisi kualitas pengajaran sendiri sulit didefinisikan. 
Dalam atmosfir reformasi saat ini, kualitas pengajaran diartikan sebagai bentuk pengajaran yang mengantarkan siswa mampu mengerjakan soal-soal terstandar, memperoleh skor tes tertentu dan hanya melalui tes lah kualitas pengajaran dapat distandardisasikan. Persolannya adalah bahwa tipe pengajaran yang memadai untuk memastikan siswa mampu mengerjakan soal-soal tentang puisi tidak sama dengan pengajaran yang dibutuhkan siswa untuk mampu menulis puisi. Sebagian besar siswa mengetahui dan mampu menjawab soal tentang menulis puisi, namun mereka tidak terinspirasi dan mampu menulis puisi. 
Tipe pengajaran di sekolah saat ini tidak mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan kebiasaan berfikir serta kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan oleh dunia kerja abad 21. Tipe pengajaran saat ini belum mampu mengantarkan siswa memasuki lingkungan digital dan belum mampu juga mengantarkan siswa menjadi warga negara yang efektif dalam Negara demokrasi dimana laki-laki dan perempuan bakal kebanjiran informasi dan fakta-fakta yang diberitakan. Transformasi Tidak “Sekadar Akademik” Harus diakui bahwa siswa belajar banyak hal di sekolah. 
Bagi yang tertarik di berbagai aspek atau bidang akademik, mereka akan tertantang untuk belajar giat tentang kerja akademik yang ditawarkan sekolah. Namun demikian, banyak pula siswa yang tidak begitu tertarik dengan kerja akademik sekolah atau tidak memiliki banyak manfaat bagi kehidupannya. Mata pelajaran akademis memang penting, namun kerja akademik bukanlah satu-satunya keunggulan yang harus dimiliki siswa. Masih ada keunggulan lain yang harus diakui dan dikembangkan oleh sekolah, yaitu, misalnya kemampuan atletik dan artistik. 
Dengan mengakui keunggulan lain maka ukuran keberhasilan atau sukses seorang siswa tidak tergantung pada keunggulan akademik saja tapi juga dikarenakan oleh keunggulan yang lain. Oleh karena itu, sekolah perlu didesain sedemikian rupa agar mampu menghargai potensi siswa secara purna, tidak hanya akademik saja, namun juga mampu mengembangkan standar-standar yang lebih komprehensif, lebih dari sekadar standar akademik yang sempit. 
Melihat tantangan di atas, transformasi sekolah membutuhkan pemimpin-pemimpin yang siap untuk menyusun ulang tujuan sekolah dan mampu berimaginasi tentang sekolah masa depan yang lebih baik. Sekolah masa depan, abad 21, adalah sekolah yang membekali siswa dengan daya kreatifitas tinggi, kemampuan berkolaborasi, kemampuan mensintesa data-data dari berbagai sumber, dan kemampuan mengevaluasi data secara kritis. Sekolah yang hanya mampu mengantarkan siswanya menyelesaikan soal-soal dan berhasil mengerjakan tes ujian dengan baik bukan sekolah yang dibutuhkan generasi masa depan. 
Realitas Abad 21 Setidaknya terdapat tiga bentuk atau realitas perubahan yang memberikan pengaruh terhadap sekolah dan hubungan antara siswa, sekolah, guru, dan orangtua. Bentuk perubahan itu diantaranya : 
 - Ketersediaan peluang pembelajaran digital, 
 - Penciptaan gagasan remaja sebagai kategori demografik dan meningkatnya pengaruh atau arti teman sebaya diantara para remaja 
 - Pemasaran langsung kepada anak-anak dan remaja. Realitas baru ini memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan, yaitu tantangan bagi status quo pendidikan sekaligus peluang bagi inovasi dan transformasi. 

Keharusan Digital 
Kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi (TI), memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan dan khususnya dunia sekolah. Ada sebagian sekolah dan guru yang memandang TI sebagai musuh (enemy) karena dianggap ikut andil dalam menembus batas-batas norma social dan agama serta membawa virus kebobrokan moral bagi para siswa. Namun ada juga yang memiliki pandangan positif, dimana TI dimanfaatkan untuk proses pembelajaran sehingga menjadi lebih fleksibel dan kaya. 
TI memperkaya pembelajaran dengan sumber-sumber belajar yang tidak hanya terbatas pada guru. Dengan pemanfaatn TI pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam ruang kelas selama beberapa jam efektif, pembelajaran menjadi proses sepanjang hayat baik bagi siswa maupun guru. Guru dan siswa bisa memanfaatkan internet untuk pembelajaran nir kelas yang tidak dibatasi tempat dan waktu.
Persoalannya adalah apakah sekolah memiliki pemimpin yang mampu melakukan transformasi secara fundamental yang bisa mendorong perubahan pola hubungan otoritas antara guru dan siswa, dan apakah mereka mampu menciptakan kondisi sekolah yang fleksibel dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut. Tanpa pemimpin yang transformatif, sekolah kita akan bertahan menjadi sekolah tradisional, dimana siswa tidak berkembang dalam cara belajarnya. 
Di masa depan, siswa memiliki pilihan yang lebih banyak dalam pembelajaran dengan membuncahnya kemajuan TI. Merekalah yang mengendalikan waktu dan tempat pembelajaran. Guru dan sekolah akan lebih berperan sebagai designer yang membantu siswa mengelola sumber-sumber informasi dan pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. 
Pengaruh Teman Sebaya Realitas abad 21 yang kedua adalah menguatnya pengaruh teman sebaya dan memudarnya pengaruh orangtua terhadap remaja. Hal ini terjadi karena para remaja semakin independen, baik dalam konteks keluarga maupun independesi dalam akses informasi. Dulu, tahun 1960an, teknologi informasi belum berkembang seperti saat ini, para remaja saat itu hanya memperoleh informasi dari sumber terbatas, terutama orang tua mereka. Sekarang para remaja telah membentuk jaringan pertemanan mereka sendiri melalui berbagai teknologi informasi yang ada, misalnya Twitter, facebook, dan lain sebagainya, sehingga pengaruh teman sebaya lebih kuat. 
Dalam menghadapi realitas ini, guru dan sekolah harus mampu memanfaatkan the power of peer group dan jaringannya untuk kepentingan pendidikan. Sekolah dan guru harus mampu menemani dan mengarahkan para siswa dalam dunia maya sekaligus memanfaatkannya untuk proses pembelajaran yang lebih fleksibel agar pengaruh negative yang mungkin muncul dari networking mereka bisa direduksi. 
Pemasaran Kepada Anak-anak Realitas ketiga abad 21 adalah pemasaran yang bersifat langsung dann menjadikan anak-anak dan para remaja sebagai sasaran tembak. Berbagai produk dan iklan yang gencar membombardir mereka, dari soft drink , pakaian, mainan, hingga alat-alat elektronik canggih seperti iPhone, iPod , dan lain sebagainya. Yang menarik dari realitas ini adalah bahwa para pemasar komersial tersebut seolah-olah lebih memahami kemauan anak-anak dan remaja daripada orangtua mereka, para pemimpin agama, guru dan sekolah. Guru dan sekolah kalah dengan para pemasar komersial. Guru dan sekolah perlu belajar dari para pemasar industri tersebut dan mencoba menerapkannya dalam proses pembejalaran di sekolah. 
Bagaimana membuat para siswanya tertarik untuk melakukan pembelajaran dengan sepenuh hati. Keharusan Demokratik Demokrasi didasarkan pada keyakinan bahwa rakyat biasa dapat dipercaya untuk membuat keputusan politik yang akan mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan kehidupan orang lain. Di Negara non-demokrasi, hak-hak semacam ini hanya dimiliki oleh para elit. 
Pendidikan dan sekolah-sekolah memiliki peran sentral dalam menyemai benih-benih demokrasi. Sekolah publik , terutama, memiliki kewajiban untuk mengajarkan kemampuan pengambilan keputusan, keterampilan berfikir kritis, kemampuan berkolaborasi, dan kemampuan esensial lain sebagai warga negara kepada para siswanya. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan modal dasar bagi tumbuhnya demokrasi. 
Demokrasi juga menuntut adanya sistem pendidikan yang egaliter dimana semua warga Negara memiliki hak dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Hal ini tentu saja membutuhkan para pemimpin pendidikan yang mampu mentransformasikan sekolah menjdi tempat penyemai warga demokratis dengan berbagai profesi mereka, baik sebagai artis, novelis, sejarawan, jurnalis, musisi, dan berbagai profesi lainnya. 
Tantangan Moral Dunia insustri abad 21 menawarkan segala macam bentuk hiburan, baik yang positif maupun nagatif. Hampir tidak ada institusi yang mampu mensensor secara penuh muatan hiburan tersebut. Maka menjadi tugas institusi pendidikan untuk membekali peserta didiknya dengan kemampuan pengambilan keputusan tentang mana yang baik dan buruk, mana yang indah dan tidak, mana seni dan pornografi, dan mana music dan kegaduhan. Inilah tugas moral pendidikan. 
Dan, sekali lagi, agar mampu melaksanakan kewajiban tersebut, institusi pendidikan perlu melakukan transformasi. Pembelajaran Untuk Mengeksploitasi Peluang Baru Para guru mengeluhkan fakta bahwa para siswa malas mengerjakan PR karena lebih suka kongkow-kongkow dengan teman sebayanya daripada memelototi PR. 
Orangtua juga mengeluh karena anak-anak mereka menghabiskan waktu di depan televise sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Dewan sekolah menghabiskan waktu mereka untuk membuat formulasi dan regulasi tentang bagaimana membatasi penggunaan telepon selular, iPhod, dan akses internet di sekolah. Keprihatinan yang dialami guru, orangtua dan sekolah sebenarnya bisa di mengerti. Namun mereka juga harus memahami bahwa dunia telah mengalami perubahan sehingga dunia anak-anak dan remaja saat ini memang berbeda. 
Guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya seharusnya mulai memahami dan mengapresiasi perubahan yang terjadi dalam kehidupan para remaja, mereka harus berhenti melihat perubahan-perubahan ini sebagai ancaman, sebaliknya mereka perlu melihatnya sebagai kesempatan dan peluang. Telah terjadi pergeseran prinsip-prinsip otoritas tradisional dalam pola hubungan antara anak dan orangtua. Anak atau siswa cenderung memiliki akses informasi lebih cepat dari orangutan dan gurunya, bahkan mereka sering mempelajari tehnik-tehnik baru dalam mengakses informasi dan menciptakan konten serta pengolahan informasi dibanding para gurunya. 
Guru dan sekolah harus melihat ini sebagai peluang edukatif guna meraih tujuan pendidikan yang ditetapkan bersama dengan sekolah. Daripada sekolah menghabiskan waktu untuk memerangi atau membatasi penggunaan jaringan elektronik bagi para siswanya, guru dan sekolah mestinya mengeksploitasi inovasi-inovasi ini demi tujuan pendidikan yang positif. 

 MENGAPA KITA SUKA MENGUTAK-ATIK : MERUMUSKAN MASALAH 
Sebagian besar upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan cara melakukan utak-atik dengan program-program dan cara-cara yang sama sekali tidak mendasar sehingga tidak mengena. Upaya perbaikan hanya menyentuh kulit dari masalah sebenarnya yang ada dalam dunia pendidikan kita. Perubahan kurikulum telah berkali-kali dilakukan, sekarang kita menggunakan KTSP sejak 2006, dan perilaku guru dalam pembelajaran tetap sama seperti ketika mereka menggunakan kurikulum 1999. Para birokrat pendidikan kemudian mencanangkan program sertifikasi untuk meningkatkan kualitas guru. 
Namun lagi-lagi program sertifikasi dilakukan secara tidak komprehensi dan sempurna sehingga setiap tahun bahkan setiap saat terjadi perubahan yang justru semakin membingungkan guru. Tengoklah misalnya program UKA dan UKG yang kacau balau. Semua itu karena para birokrat pendidikan suka utak-atik dalam perbaikan pendidikan bukan melakukan transformasi yang lebih mendasar. Begitu pula dengan kasus Ujian Nasional (UN) kala itu, dimana kulaitas lulusan sekolah hanya diukur dengan angka-angka dan distandardisasi secara kaku. 
Alasannya adalah obyektifitas, prediktibilitas, dan stabilitas. Jika itu alasannya maka struktur pendidikan kita, sekolah kita, masih menggunakan sistem birokrasi yang mengedepankan stabilitas, ketenangan, dan prediktibilitas. Padahal organisasi yang mengedepankan prinsip-prinsip kaku birokrasi akan mati di telan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin cepat dan tidak bisa diprediksi. Sekolah kita, sekali lagi, harus menjadi pusat kreatifitas, imaginasi, dan menyusun standar-standar keunggulan melalui komitmen bersama, penguatan kolegial, serta agenda-agenda kolaboratif daripada menggunakan gaya manajemen birokrasi yang dikendalikan dari luar (eksternal), penghargaan ekstrinsik, dan pemberian hukuman. Itulah arah transformasi yang perlu dilakukan oleh sekolah dan guru. 

Rangkuman Kuliah 
1. Pendahuluan 
  • Di era informasi dan teknologi, peningkatan mutu sekolah merupakan suatu keharusan. 
  • Peningkatan mutu sekolah tidak sekadar reformasi tetapi harus melalui transformasi. 
  • Reformasi berarti perubahan prosedur, proses dan teknologi dengan focus pada peningkatan kinerja lebih efektif. 
  • Transformasi, lebih dari sekadar reformasi, dalam transformasi ada agenda reposisi dan reorientasi tindakan kea rah yang lebih baru. 

 2. Reformasi saja tidak cukup? 
  • Reformasi hanya menekankan pada perbaikan dalam bentuk yang sudah ada dan lebih didorong oleh pengaruh eksternal. 
  • Realitanya, aspek-aspek perbaikan cukup kompleks (tidak hanya akademik, tetapi juga terkait dengan aspek politik, social, moral, dan ekonomi) dan melibatkan banyak pihak. 
  • Oleh karena itulah kita membutuhkan transformasi guna perubahan yang lebih mendasar. 

 3. Realitas abad 21 mendorong terjadinya transformasi. 
  • Realitas kemajuan TI, teknologi digital 
  • Perubahan demografi dan pola hubungan antara orangtua, guru, sekolah, dan teman sebaya. 
  • Realitas pemasaran industry komersial. 
  • Realitas demokrasi 
  • Tantangan moral 
  • Munculnya peluang-peluang baru yang harus dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan.

Read More »
19 December | 0komentar

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman Menurut Ki Hajar Dewantara

Mendifinisikan Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Salah satu pemikiran dari Ki Hajar Dewantara terkait dengan pendidikan anak adalah pendidikan dan pengajaran harus berpegang pada kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik/siswa/murid. Kodrat Alam yang dimaksud adalah kekuatan, potensi, atau keadaan diri yang secara alamiah atau idiosinkratik melekat pada diri masing-masing individu. Kodrat Zaman adalah kekuatan, potensi, atau keadaan diri yang berubah secara dinamis sesuai dengan kondisi sosial, budaya masyarakat, atau perkembangan zaman. 
Dari penjelasan KHD tersebut, dapatlah ditemukan titik temu antara pemikiran KHD dengan konsep-konsep pendidikan kontemporer. Dikotomi Kodrat Alam dan Kodrat Zaman adalah konsep KHD dalam memisahkan antara identitas, prilaku, dan aspek-aspek individual yang alamiah dan dimana hal ini dapat diturunkan/diwariskan.  kaitannya dengan pemikiran KHD yang pada kenyataannya melampaui masanya. Yang tidak kalah penting dalam konsep pendidikan KHD adalah aspek budi pekerti. 
Filosofi pendidikan KHD sangat menjunjung tinggi pendidikan budi pekerti sebagai aspek penting yang tidak boleh dikesampingkan. Pendidikan merupakan katalis untuk melatih dan mengembangkan budi pekerti anak atau peserta didik. Pendidikan haruslah mengisi ruang pengembangan kemampuan afektif dan psikomotor selain aspek kognitif. 
KHD juga menelurkan gagasan bahwa masing-masing anak memiliki ‘dasar jiwa’ yang alamiah dan yang dapat dibentuk. KHD berpendapat, pendidikan yang baik dapat merubah budi pekerti seseorang meskipun individu tersebut memiliki kecenderungan prilaku yang negatif secara alamiah atau bawaan. Peran Tripusat pendidikan yang sinergis dan positif menjadi penting dalam proses tersebut. Secara garis besar, filosofi pendidikan KHD adalah pendidikan yang humanis, yang menghargai kebebasan dan kemerdekaan anak, yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya setempat, menjunjung tinggi rasa kebangsaan, nasionalisme, dan semangat patriotisme. 
Membuka ruang kepada anak untuk berkenalan dengan gagasan-gagasan baru serta tidak takut dengan ide-ide baru juga merupakan filosofi pendidikan KHD. Namun, meskipun peserta didik diajari gagasan atau konsep baru yang berbeda dengan nilai-nilai lokal, KHD berpendapat bahwa: “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anakanak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. 
Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).
Sumber: dari berbagai sumber

Read More »
06 September | 0komentar

Alur Belajar Merdeka Paradigma dan Visi Guru Penggerak

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara


1. Mulai dari diri (Mandiri): 1JP 
Kegiatan pembelajaran pemantik: 
a. CGP memberikan jawaban reflektif-kritis untuk mengetahui pemahaman diri tentang pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara, 
b. CGP membuat refleksi diri tentang pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara. 

2. Eksplorasi Konsep: 3JP 
a. CGP menyimak video tentang pendidikan di Indonesia dari zaman kolonial dan menjawab pertanyaan-pertanyaan panduan; 
b. CGP menyimak video-video tentang pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara; 
c. CGP membaca 2 (dua) tulisan karya Ki Hadjar Dewantara. 

3. Eksplorasi Konsep (Forum Diskusi): 2JP 
a. CGP mendiskusikan pertanyaan reflektif terkait pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara dan relevansinya dengan pendidikan Indonesia saat ini dan pendidikan pada konteks lokal sosial budaya di daerah asal CGP yang difasilitasi oleh Fasilitator 
b. CGP berbagi pengalaman praktik baik penerapan pemikiran filosofis Pendidikan KHD pada konteks lokal sosial budaya di daerahnya. 

4. Ruang Kolaborasi: 6JP (3 + 3) 
CGP mengeksplorasi (memaknai dan menghayati) nilai-nilai luhur sosial budaya di daerah asal dalam menguatkan dan menebalkan Konteks (kodrat) Diri Murid sebagai manusia dan anggota masyarakat. 

5. Demonstrasi Kontekstual: 4JP
CGP mendesain strategi dalam mewujudkan pemikiran KHD - 'Pendidikan yang Berpihak pada Murid' - sesuai dengan Konteks Diri Murid dan Sosial Budaya di daerah asal (karnya demonstrasi kontekstual dalam video, atau infografis atau puisi atau lagu, dll). 

6. Elaborasi Pemahaman: 2JP 
CGP mendapatkan penguatan pemahaman tentang pemikiran (filosofi pendidikan) Ki Hadjar Dewantara dari Instruktur; 

7. Koneksi Antar Materi: 2JP 
CGP membuat kesimpulan dalam bentuk esai atau jurnal reflektif tentang ‘Pendidikan yang Berpihak pada Murid’ dengan merefleksikan seluruh rangkaian materi yang sudah dipelajari dari pemikiran-pemikiran KHD dan praktik baik yang telah dilakukan di sekolah-sekolah saat ‘Elaborasi Pemahaman’.

 8. Aksi Nyata
 CGP mengimplementasikan strategi dalam mewujudkan pemikiran KHD yang telah dibuat pada ‘Demonstrasi Kontekstual’ secara konkret sebagai perwujudan 'Kepemimpinan Pembelajaran' yang Berpihak pada Murid' dan direfleksikan kembali dalam Jurnal Refleksi Pribadi,

ALUR

INTI PEMBAHASAN

AKTIVITAS PESERTA

TUGAS/ PRODUK PESERTA

M

Mulai Dari Diri

 Pertanyaan reflektif untuk memulai topik.

Forum diskusi (peserta dapat melihat komentar peserta lain)

Lembar Kerja

E

Eksplorasi Konsep

 Materi kunci untuk membangun pemahaman.

Peserta melihat video dan membaca artikel, mengerjakan kuis, jawab kuis langsung diberikan ke peserta.

Video dan perangkat pembelajaran.

R

Ruang Kolaborasi

 Penugasan kelompok untuk memperdalam pemahaman dan mendorong kolaborasi.

Peserta mendapatkan panduan LK, hasil kerja kelompok di upload dan dapat dilihat pesrta lain, rubrik penilaian instruktur.

Lembar Kerja Kelompok Panduan Diskusi

R

Refleksi Terbimbing

Peserta menuliskan refleksi pembelajaran dengan panduan pertanyaan yang disiapkan.

Forum diskusi (peserta dapat melihat dan komen peserta lain)

Lembar Kerja.

D

Demonstrasi Kontekstual

Penugasan mandiri untuk mengevaluasi pemahaman.

HOTS tes including RK dan materi kunci Scorring peserta bisa retake test.

Lembar Kerja

E

Elaborasi Pemahaman

 Diskusi dan tanya jawab dengan instruktur.

Video Konference

Panduan diskusi untuk instruktur.

K

Koneksi Antar Materi

 Diskusi refleksi belajar dan pembuatan rencana tindak lanjut.

Video conference

Panduan diskusi untuk instruktur.

A

Aksi Nyata

 

Melaksanakan aksi nyata di sekolah/di kelas.

Drive penyimpanan portofolio, bisa di akses peserta lain.

Melaksanakan aksi nyata.

 



Read More »
07 January | 0komentar

Dalam Pendidikan, Guru Hanya Menutun

Memberi Arah/Menuntun

Pendidikan dan pengajara, adalah dua istilah yang digunakan Ki Hajar Dewantara untuk memaknai gambaran mendidik dan menuntun anak. Pengajaran  merupakan  bagian dari pendidikan. Artinya, pengajaran adalah cara memberikan pembelajaran yang bermanfaat. Pendidikan adalah tuntunan dalam hidup anak agar mencapai segala kodrat yang ada pada anak-anak,  dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi pengajaran ini berhubungan dengan strategi atau metode yang digunakan dalam pembelajaran.  
Menurut Ki Hajar Dewantara pelaksanaan pendidikan, hanyalah menuntun anak. Pendidik tidak dapat mengubah kodrat anak . Anak-anak tumbuh sesuai dengan  kodratnya sendiri atau sesuai  dengan kecakapan anak sebagai manusia individu. Maksudnya,pendidik tidak dapat mengubah perilaku atau karakter anak-anak tetapi pendidik dapat memperbaiki perilaku atau karakter tersebut. 
Perilaku anak yang buruk semakin lama akan berkurang apabila mendapatkan tuntunan atau pendidikan yang tepat. Hal ini disebabkan strategi atau metode yang digunakan pendidik sesuai dengankarakter anak. Dalam situasi tertentu, perilaku  anak akan kembali sesuai dengan kodratnya atau aslinya. Dalam hal ini, diperlukan cara pengendalian diri. Pengendalian diri juga perlu  dibelajarkan kepada anak-anak agar tujuan  pembelajaran dapat berhasil seutuhnya. 
Uraian tersebut dapat diibaratkan seorang petani (Iwan Syahril) yang menanam kedelai. Petani tidak dapat mengubah tanaman kedelai menjadi tanaman padi. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya kedelai dengan memberi pupuk, membersihkan dari gulma atau penganggu, dan memperbaiki struktur tanah. Jadi, dalam pendidikan diperlukan sebuah tuntunan karena anak tumbuh sesuai dengan lingkungan yang terdapat dalam diri  anak  dan keadaan di luar  anak. 
Anak yang dasarnya kurang pandai kemudian mendapatkan tuntunan yang baik  maka anak ini lambat laun akan menjadi anak yang pandai. Berbeda dengan anak yang sebenarnya pandai dan  tidak mendapatkan pendidikan atau tuntunan yang tepat maka kepandaian anak  ini tidak akan berkembang.
Sebelum memberikan tuntunan  kepada anak, pendidik harus mulai dari diri terlebih dahulu untuk  melakukan hal yang baik. Di antaranya  mendisiplin-kan diri terlebih dahulu dan  memiliki budi pekerti yang baik sehingga dapat dicontoh oleh anak. Pendidik harus mampu menanam budi pekerti yang luhur kepada anak karena pendidik  sebagai pembimbing, pembelajar, pemantau, motivator, fasilitator,dan penuntun bagi anak. 
Pendidik memberikan layanan pendidikan kepada anak sesuai  dengan kebutuhan anak. Pemikiran ini sesuai dengan pemikiran Ki hajar Dewantara, yakni pendidikan  berhamba kepada anak. Murid atau anak merupakan sebuah pribadi  yang unik. Keunikan anak ini merupakan hal yang harus diketahui oleh pendidik. Keunikan menunjukkan perbedaan anak yang satu dengan yang lain. Dari perbedaan ini, pendidik melaksanakan pembelajaran.  Pendidik  menyesuaikan pembelajarannya  dengan bakat dan minat anak. Pendapat ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara  bahwa pendidikan disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman.

Read More »
06 September | 0komentar

Guru dan Profesi Keguruan

Guru Sebuah Profesi
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya (Djam Satori, 2003:1.2). Batasan diatas mengandung arti bahwa jabatan atau pekerjaan yang disebut profesi itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian. Pekerjaan itu tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, tetapi hanya dapat dilakukan oleh orang yang dengan sengaja dipersiapkan untuk memangku jabatan itu.
Menganologikan sebuah profesi pada dunia industri atau profesi yang lain, yaitu diukur dengan produk yang ada/ dihasilkan. Dokter melakukan pekerjaan dibidang kesehatan (mengobati orang sakit). Pengacara berkecimpung dalam penangan pembelaan hukum. Maka Guru berkecimpung dalam sebuah produk yang disebut dengan pendidikan.
Produksi adalah hasil jadi, pendidikan adalah untuk menghasilkan sesuatu, baik yang konkrit maupun yang abstrak yaitu dengan adanya penilaian (evaluasi) sebagai hasil dari sebuah kegiatan pendidikan. Pendidikan sebagai sebuah proses selalu berdampak pada sebuah upaya untuk senantiasa memperbaiki agar hasil tersebut menjadi baik. Oleh karena itu pendidikan selalu berkembang dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, pendidikan harus didesain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didesain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri.
Peradaban masyarakat industrial dan informasi, pendidikan diproses atau didesain mengikuti irama perubahan dan kebutuhan masyarakat pada era industri dan informasi, dan seterusnya. Demikian proses perkembangan perubahan pendidikan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan dari perubahan zaman yang begitu cepat.(Profesi Keguruan: Antara Harapan dan Kenyataan)
Ada pandangan yang sempit memaknai professional dengan sesuatu yang ditukar dengan uang. Kewenangan seorang dokter untuk membuat resep dari hasil diagnose tanpa dapat diinterfensi oleh baik itu oleh pasien sendiri apalagi atasannya inilah bentuk dari sebuah profesi. Sehingga dikatakan sebagai profesi kedokteran. Lengkap dengan etika kedokterannya, sehingga kalau terjadi pelanggaran kode etik diselesaikan terlebih dahulu lewat Dewan Kehormatan Dokter.
Guru pun sekarang telah memiliki organisasi profesi ada PGRI, IGI IGSI dan sebagainya dimana semua memiliki alat kelengkapan organisasi yaitu Dewan Pakar dan Dewan Kehormata Guru.
Selamat Hari Jadi Guru!!!!

Read More »
24 November | 0komentar

Jurnal Refleksi Dwi mingguan Modul 1.1.

Sebagai wujud merefleksikan diri setelah 2 minggu mengikuti kegiatan pelatihan. Sebagai bentuk tugas yang diupload pada LMS dari diklat CGP. ilosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Kegiatan pelatihan yang sudah kami lalui, khususnya pada modul 1.1 Tentang Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dalam menulis jurnal refleksi menggunakan model 4F : 1. Fact (peristiwa); 2. Feeling (perasaan); 3. Findings (pembelajaran) ; dan 4. Future(penerapan), yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway.
   
1. Facts (Peristiwa)
Pada tanggal 24 Agustus 2022 CGP Angkatan 6 resmi dibuka oleh Kemendikbudristek yaitu Bapak Nadiem Makarim,B.A.,M.B.A. dan Dirjen GTK melalui zoom yang diikuti CGP Angkatan 6 se Indonesia. Pembukaan juga diisi oleh Kepala Balai Guru Penggerak. Beliau menyampaikan bahwa selama mengikuti diklat guru penggerak diharap para CGP jangan sampai berhenti di tengah jalan karena Bapak/Ibu adalah guru-guru pilihan. Jangan dijadikan alasan karena kendala-kendala yang dapat menghambat proses belajar. Setelah kegiatan zoom meeting seluruh CGP Angkatan 6 wajib mengikuti kegiatan-kegiatan serta pelatihan-pelatihan yang ada di LMS mulai dari mempelajari modul 1.1. tentang Mulai Dari Diri dan Eksplorasi Konsep di forum diskusi yang dipimpin oleh fasilitator. 
Kemudian ada ruang kolaborasi, di mana setiap CGP berkolaborasi bersama kelompoknya masing-masing. Pada hari Sabtu, tanggal 22 Oktober 2022 diadakan Lokakarya orientasi secara luring dari pukul 08.00 s.d 17.00 WIB. Saat lokakarya orientasi saya mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman tentang pendidikan guru penggerak.Dalam kegiatan ini diundang juga pengawas dan Kepala sekolah tempat CGP mengajar. Dengan diikutsertakannya Kepala Sekolah dalam lokakarya tersebut alangkah bahagianya hati saya karena Beliau mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang perjalanan Pendidikan Guru Penggerak sehingga diharapkan dapat memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada saya sehingga saya dapat melaksanakan Pendidikan Guru Penggerak ini dengan baik. 

Dalam moment ini, kami fokus menggali dan memperluas wawasan kami tentang mengenali siapa saya, apa yang belum dan sudah ada pada diri saya serta mengerjakan 5 LK dan mendiskusikannya untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dengan bimbingan bapak Pengajar Praktik, saya merasa lokakarya orientasi ini menjadi sangat menyenangkan sehingga waktu yang cukup lama tersebut menjadi tidak terasa. Kegiatan dimulai dengan membuat kesepakatan kelas, kemudian menulis harapan dan tantangan menjadi CGP dikertas post-it, setelah itu menempel dikertas plano . Beliau juga meminta kami membuat google site sebagai wadah guru penggerak yang nantinya siap berbagi praktik baik bagi guru-guru yang lain. Kurang lebih selama dua minggu, mulai 24 Oktober sampai 1 November 2022 kami belajar mandiri mulai dari diri sendiri merefleksi pemikiran KHD melalui LMS yang dirancang dengan sangat bersahabat, sehingga para CGP tidak susah untuk mengeksplore fitur-fitur yang ada di dalam LMS itu sendiri. 
Kegiatan demi kegiatan dilaksanakan hingga kami melakukan kegiatan eksplorasi konsep bediskusi bersama fasilitator dan CGP lainnya mengenai filosofi KHD. Setelah itu, ruang kolaborasi saya bersama teman-teman saling sharing dan berdiskusi mengenai filosfi KHD dan penerapannya di sekolah. Kemudian kami diharuskan membuat karya berupa demonstrasi konstektual. Terakhir mengiktui kegiatan elaborasi pemahaman bersama instruktur pada tanggal 3 November 2022. Di sana banyak ilmu dan pengalaman yang disampaikan instruktur dan teman-tean CGP lainnya. Instruktur memberikan asupan ilmu tentang pemahaman yang sangat mendalam mengenai konsep Filosofi KHD dan penerapannya pada konteks lokal sosial budaya. Berdiskusi dan terus belajar sehingga kami ditugaskan untuk membuat modul itu dalam bentuk grafik, infografis, blogspot, video, dll berupa modul koneksi antar materi, kesimpulan dan refleksi pemikiran Ki Hajar dewantara. Dan saya memilih membuat blog.
    
2. Feelings (Perasaan)
Selama kurang lebih dua minggu menjadi CGP, banyak sekali hal yang dirasakan, sedih, senang, down, bahagia, semua bercampur aduk dengan keinginan dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan Program Guru Penggerak ini. Keseluruhan perasaan tersebut saya ibaratkan juga dengan apa yang dialami oleh murid-murid saya. Perasaan senang karena saya bisa mendapatkan Banyak ilmu Pengetahuan dan pengalaman tentang filosofi KHD, bagaimana menjadi guru yang seharusnya, bagaimana memerdekakan anak, upaya apa yang harus dilakukan, dll. Keseluruhan rangkaian yang ada di dalam LMS membuat saya merasakan bahwa apa yang saya miliki tentang Pendidikan sangat jauh dari yang diharapkan dengan tujuan Ki Hajar Dewantara. 
Betapa harus dicontohnya sosok Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa kita harus memanusiakan manusia, sehingga murid dapat mencapai kodrat alam, namun juga tetap selalu membuka mata untuk setiap hal positif di luaran sana (kodrat zaman) sehingga anak didik kita dapat merasakan kebahagiaan dan keselamatan sejati. Saat menerapkan filosofi KHD di dalam pembelajaran saya merasa senang karena ada hal yang berubah menjadi lebih baik pada diri murid-murid saya. Misalnya dahulu saya banyak melakukan pembelajaran konvensional. Sekarang lebih berpusat pada siswa. Siswa merasa senang karena kebutuhan belajarnya terpenuhi. Semangat siswa untuk bersekolah semakin meningkat. Saya juga merasa bangga karena saya bisa menjadi bagian dari guru-guru hebat di seluruh Indonesia. Sehingga banyak hal yang didapat dari materi ini.
 
3. Findings (Pembelajaran)
Dalam pembelajaran ini saya menemukan hal-hal yang kurang saya pahami sebelumnya yaitu tentang filosofis Ki Hajar Dewantara. Saya mendapat ilmu-ilmu baru yang sangat saya perlukan untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai seorang pendidik. Melalui 6 Dasar pemikiran ki hajar Dewantara saya merasa mendapat bekal yang tidak ternilai harganya. Pengalaman berharga ini didapat ketika mendapatkan ilmu tentang filosofi pendidikan KHD dan saat berdiskusi dengan rekan CGP serta fasilitator dan instruktur. Banyak hal yang didapat untuk saya terapkan dalam pembelajaran di kelas saya. 
Pengalaman yang berharga yaitu mendapatkan imu tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Pemikiran KHD tersebut menyatakan bahwa tugas saya sebagai seorang pendidik adalah guru disini adalah menuntun anak pada kodratnya sehingga anak dapat hidup secara mandiri di masyarakat dengan mengacu pada trilogi pendidikan yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani. Pendidikan harus didasarkan pada kodrat alam dan kodrat zaman. Bahwa anak memiliki kodrat merdeka, merdeka batin adalah pendidikan sedangkan merdeka lahir adalah pengajaran. Dua hal yang saling bergantug satu sama lain. Oleh karena itu saya harus memberikan kemerdekaan kepada anak-anak untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan minat, bakat , dan kreatifitasnya sebab manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Tidak hanya itu, sebagai pendidik saya harus senantiasa menuntun kepada anak atau dengan kata lain berpihak pada mereka. 
Saya juga harus memandang murid bukanlah kertas yang bisa digambar sesuai kemauan saya, karena mereka lahir dengan kodrat yang samar. Tugas kita adalah menebalkan garis-garis samar itu agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Menerapkan budi pekerti yang luhur atau akhlak mulia merupakan keharusan yang tidak terbantahkan dengan cara mengintegrasikan setiap proses pembelajaran dengan pencapaian profil pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri , bernalar kritis dan kreatif. Ketika berdiskusi dengan fasilitator, instruktur, dan rekan CGP yang lain banyak sharing pengalaman dalam penyelesaian tantagan dalam penerapan filosofi KHD ini di sekolah.
4. Future (Penerapan)
Saya akan merealisasikan hal terbaik dalam proses pembelajaran saya dikelas, agar tujuan pendidikan bisa tercapai dengan baik. Banyak hal yang akan saya benahi, karena saya sadar selama ini yang saya lakukan jauh dari kata sempurna jika dikaitkan dengan filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara . Filosofi pendidikan KHD yang didapatkan selama 2 minggu ini akan saya laksanakan dalam proses pembelajaran. Saya akan merancang pembelajaran yang berpusat pada murid, agar tercipta interaktif yang menyenangkan didalam kelas. Saya akan merancang pembelajaran sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. 
Memberi kebebasan kepada anak-anak untuk menggali potensi yang dimilikinya harus terjadi dalam proses pembelajaran agar mereka menemukan jati dirinya sehingga menjadi manusia seutuhnya. Saya akan menjadi guru yang bisa menuntun kodrat siswa dan menjadi teladan bagi mereka. Merasa egois kepada peserta didik bukan lagi hal yang perlu dipertahankan tetapi kita harus merubahnya dengan menuntun peserta didik agar kodrat alam yang dimilikinya sejak lahir bisa berkembang kearah yang lebih baik dan kodrat zaman dimana mereka hidup saat ini bisa mereka dapatkan sehingga akan mempermudah mereka dalam mengatasi persoalan hidupnya dimasa kini ataupun masa yang akan datang. Pendidikan disesuaikan dengan kodrat zaman bahwasanya anak sekarang hidup di era digital, sehingga guru harus mengembangkan keterampilan abad 21 untuk menghadapi tantangan zaman ini.
Keterampilan abad 21 dapat dilaksanakan dengan pembelajaran menggunakan proyektor dan menggunakan teknologi komunikasi, serta menuntun siswa untuk aktif mengkonstruk ilmunya sendiri. Tugas guru di sini hanyalah menuntun siswa. Selain itu siswa juga memiliki karakteristik, potensi, minat dan baka yang berbeda sesuai dengan kodrat alam. Oleh karena itu pembelajaran harus memfasilitasi perbedaan siswa tersebut. Guru harus mengetahui gaya belajar siswa sehingga bisa menerapkan pembelajaran berdeferensiasi. Pembelajaran yang berpusat pada siswa dan disesuaikan dengan gaya belajar. Hal yang akan saya lakukan untuk memfasilitasinya yaitu dengan menggunakan berbagai macam media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.

Read More »
21 August | 0komentar