Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tahun 2022

Pembina Upacara Hari Sumpah Pemuda Tahun 2022

Hari Sumpah Pemuda yang ke 94 tahun 2022 bertepatan pada hari Jumat. Hari Sumpah pemuda merefleksikan konggres pemuda II di Jakarta. Kongres Pemuda II pada diselenggarakan pada tanggal 27 dan 28 Oktober tahun 1928 silam. Kongres tersebut melahirkan ikrar para pemuda Indonesia yakni bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa yang satu yakni Bahasa Indonesia.
Tema peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 20022 adalah "Bersatu Bangun Bangsa". Tema ini memberikan pesan mendalam bahwa bersatu padu adalah harga mati yang harus dikuatkan untuk membangun ketangguhan, dengan ketangguhan dan persatuan menjadi kekuatan untuk melakukan pembangunan peradaban yang unggul sebagai eksistensi bangsa Indonesia. Tema ini menjadi pengejawantahan nilai agung Sumpah Pemuda dalam konteks kekinian dan yang akan datang.
meneruskan perjuangan kemerdekaan mewujudkan cita-cita pada saat ini dan sepanjang masa. Semangat untuk selalu bersungguh-sungguh membangun Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur secara dinamis sesuai konteks lingkungan strategis yang selalu berubah.
Apa yang dilakukan oleh pemuda di masa sekarang juga menjadi penentu kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Mandat pemuda saat ini adalah menjadikan nilai-nilai persatuan di atas segala-galanya. Memandang keberagaman sebagai anugerah yang berharga untuk dirangkai menjadi kekuatan yang luar biasa menggapai kejayaan Indonesia. Pemuda bukan hanya menjadi pelaku penting membangun ketangguhan bangsa dalam mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045, tetapi juga menjadi tulang punggung untuk kejayaan bangsa sepanjang masa.
SMK Negeri 1 Bukateja melaksanakan upaca peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan melaksanakan Upacara Bendera yang dipimpin oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Bapak Sarastiana,SPd,MBA. Pembina Upacara membacakan sambutan dari Menteri Pemuda dan olah Raga.










Read More »
28 October | 0komentar

Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif


LATAR BELAKANG 
Guru berperan pada posisi kontrol manager yang bertanya dan membuat kesepakatan kelas. Hal ini dilakukan karena pendidik sebagai pamong yaitu “menuntun” menemukan kemerdekannya dalam belajar. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil. Kolaborasi diperlukan melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang kondusif
 
TUJUAN
1. Menumbuhkan dan menerapkan budaya positif di sekolah melalui pembiasaaan diri di lingkungan 
2. Mewujudkan siswa sebagai profil pelajar Pancasila

TOLOK UKUR 
1. Siswa menyusun Keyakinan Kelas 
2. Siswa Menyepakati Keyakinan Kelas
3. Peserta didik mengumpulkan tugas dari guru dengan tepat waktu. 
4. Peserta didik terbiasa membantu orangtua di rumah dalam kegiatan sehari-hari. 
5. Siswa menerapkan budaya positif secara konsisten

LINIMASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN 
Pertama: 
1. Melakukan diskusi dengan kepala sekolah dan rekan guru terkait rencana yang akan dilakukan yaitu membuat kesepakatan kelas. 
2. Menjelaskan kepada peserta didik tentang maksud dan tujuan kesepakatan kelas. 

Kedua 
1. Melakukan diskusi dengan peserta didik dalam menyusun kesepakatan kelas sebagai langkah awal membangun budaya positif di sekolah. Siswa mengumpulkan apa yang diinginkan untuk menjadi kesepakatan kelas 
2. Guru merangkum pendapat peserta didik yang kemudian akan dijadikan kesepakatan kelas yang dapat menumbuhkan budaya positi anak di sekolah melalui pembiasaan diri di lingkungan keluarga.



Keempat 
1. Melakukan refleksi bersama teman sejawat untuk menentukan tindak lanjut dan melakukan pengimbasan kepada guru 




 Dukungan yang Dibutuhkan 
Dukungan dari stakeholder pendidikan mulai dari pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, komite sekolah, orangtua/wali murid dan siswa SMK Negeri 1 Bukateja



Read More »
27 October | 0komentar

Nilai-Nilai Kemanuasiaan : Kebajikan Universal




Sekolah adalah 'institusi moral' yang dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Seorang pemimpin di sekolah tersebut akan menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal. 
Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. 
Nilai- nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti 
Keadilan, 
Tanggung Jawab, 
Kejujuran, Bersyukur, 
Lurus Hati, 
Berprinsip, 
Integritas, 
Kasih Sayang, 
Rajin, 
Komitmen, 
Percaya Diri, 
Kesabaran, dll

Seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi situasi dimana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal. Keputusan- keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. 
Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip- prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. 

Nilai kebajikan yang paling menarik menurut saya adalah Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup ⟮Lifelong Guidelines and Life Skills). Lifelong Guidelines and Life Skills ini merupakan nilai kebajikan universal yang sangat berguna dan telah diterapkan di lingkungan sekolah, meskipun tidak secara tersurat. Karena penerapan nilai-nilai kebajikan dilakukan secara implisit, terintegrasi dalam setiap kegiatan sekolah. Dalam kegiatan pembelajaran dan pengambilan keputusan, nilai kebajikan Lifelong Guidelines and Life Skills telah diterapkan. 
Lifelong Guidelines and Life Skills ini tidak hanya penting sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan, tetapi juga sangat penting sebagai bekal murid dalam meenjalani kehidupan setelah tamat. Nilai kebajikan ini terlihat pada keseharian murid, interaksi antar murid, interaksi antara murid dengan guru, kegiatan pembelajaran, praktik kerja lapangan, praktikum kejuruan, organisasi kesiswaan, dan kegiatan sosial.

Read More »
22 October | 0komentar

Koneksi Antar Materi Modul 1.4





Unduh Tabel Rancangan Aksi Nyata 

Pada modul 1.4 mempelajari tentang Budaya positif. Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal. Budaya positif yang diterapkan di sekolah adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggungjawab. 
Dalam menciptakan budaya positif di sekolah perlu tindakan dan pemahaman bersama. Oleh sebab itu diperlukan adanya kolaborasi dari semua pihak yang ada di sekolah. Antara lain: Kepala Sekolah, rekan guru, murid dan orang tua serta lembaga kemasyarakatan lainnya yang dapat mendukung pelaksanaan budaya positif. 
Penerapan budaya positif dalam aktifitas belajar mengajar sehari-hari di sekolah sangat berkaitan dengan nilai lainnya. Misalnya penerapan budaya positif “tepat waktu” sangat erat kaitannya dengan penanaman nilai mandiri dan disiplin bagi murid. Melalui pembiasaan antri murid dapat mengembangkan kemandiriannya untuk datang di sekolah sesuai dengan waktunya. Menanamkan disiplin datang tepat waktu. 
Dari modul 1.1 sampai dengan modul 1.4 ini sangat erat kaitannya dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Budaya positif dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. 
Oleh karena itu menurut KHD, pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang mengelola dan menuntun siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi sesuai kodrat alamnya dan budaya positif agar dapat menjadi murid yang berprofil pelajar Pancasila (beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebinekaan global). 
Dalam menyusun program budaya positif juga diperlukan kolaborasi dengan murid. Sehingga murid tidak merasa terbebani dalam melaksanakan budaya positif. Murid diajak membuat suatu kesepakatan yang berpihak pada murid. Hal ini merupakan implementasi dari “Merdeka Belajar”. Selain itu, guru juga perlu menguasai dan mengaplikasikan nilai dan peran guru penggerak dalam melaksanakan budaya positif di sekolah. Antara lain: mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Budaya positif merupakan bagian dari visi guru penggerak. 



Mengembangkan Budaya positif untuk mampu mewujudkan visi guru penggerak yang tentu berimbas lebih luas menjadi visi sekolah. Yaitu “Mewujudkan Peserta didik yang memiliki karakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul dalam Bingkai Kebhinekaan”. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun dari dalam sekolah.
Pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi). Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif. Dari sinilah, peran guru penggerak sangat penting dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah. Antara lain:
  1. Guru penggerak harus mampu menjadi teladan 
  2. Menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan budaya positif 
  3. Menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah 
  4. Menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid.
Guru penggerak harus bisa menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi visi di sekolah. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara : 
1. Memulai dari diri sendiri dalam menumbuhkan budaya positif di kelas dan menajdi teladan bagi seluruh warga sekolah 
2. Mensosialisasikan dan berkolaborasi dengan rekan guru serta Kepala Sekolah 
3. Penuh kesabaran, keuletan, dan positif thinking terhadap penolakan ide dan pelanggaran 
 4. Terus melakukan refleksi dan perbaikan 

Read More »
18 October | 0komentar

5 Posisi Kontrol Restitusi


Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan.
Seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah:
  1. Penghukum, 
  2. Pembuat Orang Merasa Bersalah, 
  3. Teman, 
  4. Monitor (Pemantau) dan 
  5. Manajer. 
Penghukum: 
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. 
Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: 
 “Patuhi aturan saya, atau awas!” 
 “Kamu selalu saja salah!” 
 “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai"
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Pembuat Orang Merasa Bersalah: 
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: 
 “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” 
 “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” 
 “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” 

 Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. 

 Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: 
 “Ayo bantulah, demi bapak ya?” 
 “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” 
 “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. 
 Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. 
Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. 

 Monitor/Pemantau: 
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
 “Peraturannya apa?” 
 “Apa yang telah kamu lakukan?” 
 “Sanksi atau konsekuensinya apa?” 
 Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid. 

 Manajer: 
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. 
Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. 
Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: 
 “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) 
 “Apakah kamu meyakininya?”
 “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
 “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” 
 “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” 
 Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. 
Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. 

 Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan PendidikanLuhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut,serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakankelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: 

 Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum: (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 
 Akibat: 
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

Pembuat orang lain merasa bersalah: (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” 
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini? 
 Akibat: 
 Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. 
Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain. 

 Teman: (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum). 
 Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini? 
 Akibat: 
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalahdia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisteman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

Pemantau: (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus dilakukan bila terlambat?” Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus sudah di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” 
 Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? 
 Akibat: 
 Murid memahami sanksi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. 
Guru tetap harus memonitor atau memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri. 

 Manajer: (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?” Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” 
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? 
 Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.




Read More »
16 October | 0komentar

Restitusi: Belajar dari Kesalahan

"Murid perlu bertanggungjawab atas perilaku yang mereka pilih, termasuk ketika mereka terlambat"

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. 
Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang. Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. 
Murid perlu bertanggungjawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka. 
Restitusi membantu siswa untuk jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Misalnya di kelas ada siswa yang mengganggu teman hingga temannya marah dan menangis. Apa yang dilakukan guru? Penerapan restitusi pada permasalahan semacam itu dengan mengembalikan siswa pada komitmen dan kesepakatan kelas yaitu siswa bersedia mentaati peraturan tata tertib sekolah dan tata tertib kelas yang meminta seluruh siswa menjaga ketertiban kelas.
Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan, desakan atau tuntutan maupun bentuk lain dari suatu tekanan yang menyebabkan seseorang menjadi merasa tertekan. Restitusi dianggap mampu memecahkan masalah peserta didik karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun bagaimana memaknai kesalahan sebagai suatu pembelajaran 
  2. Restitusi adalah tawaran bukan paksaan 
  3. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri 
  4. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan 
  5. Restitusi fokus pada karakter bukan pada tindakan 
  6. Restitusi fokus pada solusi Restitusi mengembalikan siswa yang berbuat salah pada kelompoknya.
Sangat penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat siswa bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Semua orang pasti pernah berbuat salah, namun..”, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak kamu akan..”.

Dalam Segititiga Restitusi terdapat tiga langkah untuk dilaksanakan yaitu 
1) menstabilkan identitas; 
2) validasi tindakan yang salah; 
3) menanyakan keyakinan. 

Langkah ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti Gambar di bawah ini:



Langkah pertama pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. 
Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk mengubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti 1) tidak ada manusia yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan. 

Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. 
Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol, semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu (LMS Guru Penggerak, 2022). Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. 
Yang diperlukan adalah kita memahami sehingga anak merasa dipahami. 

Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan. 
Teori kontrol menyatakan bahwa pada dasarnya kita termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting bertanya pada anak tentang kehidupan nanti yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu untuk tetap fokus pada gambarannya.
Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi siswa yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya. 

Segitiga restitusi dalam upaya penanganan permasalahan yang muncul pada siswa dilakukan melalui tahapan menstabilkan identitas, hal terbaik apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siswa dalam berperilaku baik pada teman sebaya maupun orang dewasa.
Selanjutnya melakukan validasi tindakan, siswa belajar untuk menemukan alasannya melakukan sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan harapan. Tujuan apa yang diinginkan darinya ketika melakukan perilaku tersebut. 
Terakhir adalah menanyakan keyakinan, yaitu apa yang dia yakini dan disepakati sebagai bagian dari komunitas di sekolah dan di kelasnya.

Dalam praktik segitiga restitusi, seorang guru dapat mengambil posisi kontrol yang tepat, apakah sebagai teman, penghukum, membuat orang merasa bersalah, pemantau atau bahkan sebagai manajer.

Untuk menumbuhkan budaya positif, posisi yang paling ideal adalah posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manajer. Ketiga posisi ini membantu siswa untuk dapat menyuarakan hak dan keinginannya. 
Siswa dapat melakukan diskusi bersama guru untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahannya. Menurut saya ini adalah suatu praktik baik, ketika tahu tentang segitiga restitusi ini sebagai alternatif dalam pemecahan masalah, dan sifatnya sangat fleksibel untuk diterapkan di lingkungan apapun. Langkah awal yang baik jika kita sebagai guru mau dan mampu menerapkan praktik segitiga restitusi ini dalam upaya menumbuhkan budaya positif di sekolah kita. 

Sumber : Modul Calon Guru Penggerak dan berbagai Sumber

Read More »
15 October | 0komentar

Nilai-nilai Kebajikan


Pembahasan tentang makna disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. 
Bahwa nilai-nilai tersebut sebagai bentuk nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri sebagai bentuk dari nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. 
Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan. 
Nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan sepakati bersama dalam institusi. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.

Read More »
13 October | 0komentar

Mengembangkan Budaya Positif


Budaya Positif  di sekolah sangat penting untuk mengembangkan anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila dan filosofi dari Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk membantu mencapai visi guru penggerak.Seorang pemimpin harus bisa menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid. Dalam membangun budaya positif perlu strategi menumbuhkan lingkungan yang positif.
Perlu melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan. Bagaimanakah strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas? Apa sebenarnya yang terjadi ketika anak didik kita melakukan perbuatan yang tidak pantas?  Perlu di ketahui berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid. Selanjutnya mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, yang dinamakan ‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan disiplin yang dinamakan Restitusi.Mendalami bagaimana pendekatan Restitusi fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka. Modul 1.4 memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. 
Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat. 


Read More »
10 October | 0komentar

Aksi Nyata Modul 1.3

AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK 
Oleh: Sarastiana,SPd,MBA 
SMK NEGERI 1 BUKATEJA CGP Angkatan VI 

 A. Latar belakang 
Mewujudkan sekolah yang diidam-idamkan seperti aman, nyaman dan bermakna dan yang membahagiakan, menjadi hal sangat diinginkan oleh semua pihak terutama oleh guru. Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid. Hal yang diimpikan adalah bagian dari apa yang disebut dengan visi. Bagaimana mewujudkan mimpi adalah sesuatu yang harus diusahakan untuk mewujudkan. Perlu usaha untuk menggapainya. Perlu adanya perubahan yang mendasar dan konsisten. 
Tujuan dari visi adalah untuk mencapai sebuah perubahan yang lebih baik dari kondisi yang terkini atau saat ini. Visi menjadi sebuah kategori untuk membantu dalam melihat kondisi saat sekarang sebagai sebuah awal (start) dan menjadikan sebuah impian diakhir sebagai sebuah finish apa yang akan kita capai. Ibarat dalam perlombaan lomba seorang pelari yang mengetahui dengan jelas garis start dan garis finish dan apa yang akan dilakukan pada lintasan antara start dan finish tersebut. 
Setelah mengikuti Program Guru Penggerak saya dan mempelajari modul Visi guru Penggerak saya telah merumuskan dengan penuh keyakinan visi pribadi saya mengenai Murid di masa depan. 

Visinya adalah sebagai berikut: 
 Mewujudkan Peserta didik yang berkarakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul dalam bingkai Kebhinekaan

Setelah memutuskan visi pribadi yang ingin saya capai mengenai murid saya di masa depan, maka saya mebuat rancangan mengenai strategi perubahan yang akan saya lakukan berdasarkan pendekatan IA dengan tahapan B-A-G-J-A. Perubahan tersebut saya mulai dengan membuat pembelajaran yang dapat menggali bakat dan minat murid. Pembelajaran yang tetap menyenangkan disegala situasi. Pembelajaran yang membuat murid lebih senang menikmati setiap proses berkembangnya daripada stress memikirkan hasilnya. 

B. Tujuan 
1. Menjalankan visi yang telah dibuat 
2. Membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan 
3. Membuat murid merasa bahwa belajar adalah hal yang mereka butuhkan 4. Membentuk suasana sekolah yang menyenangkan 

C. Deskripsi 
Aksi Nyata Aksi Nyata tersebut saya mulai dengan menyusun strategi perubahan dengan pendekatan IA BAGJA. Adapun tahapannya sebagai berikut: 

PRAKARSA PERUBAHAN

PEMBELAJARAN YANG MENARIK

TAHAPAN

Pertanyaan

Daftar Tindakan yang perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan

B-uat pertanyaan (Define)

1. Bagaimana agar siswa tertarik untuk mempelajari kita ?

1. Melakukan pembelajaran bervariasi

2. Menggunakan media digital

3. Mengaitkan pelajaran dengan aktivitas sehari-hari

4. Mengapresiasi setiap perubahan / prestasi yang ditunjukkan siswa

A-mbil Pelajaran (Discover)

1. Kegiatan apa yang menarik bagi siswa selama pembelajaran?

2. Bagaimana memotivasi siswa agar tidak bosan selama pembelajaran?

3. Hal apa sajakah yang paling mudah diingat siswa selama pembelajaraan?

1. Kegiatan yang dilakukan siswa adalah dengan menggunakan media interaktif

2. Mendekatkan fenomena mapel dengan kehidupan sehari – hari

3. Menyediakan media sesuai dengan gaya belajar siswa  

G-ali Mimpi

(Dream)

1. Siswa bersemangat dalam pembelajaran

2. Siswa yang memiliki pemahaman yang baik terhadap materi

3. Siswa dapat berprestasi di bidangnya

1. Berkolaborasi dengan wali murid dalam mendukung siswa selama pembelajaran.

2. Berkolaborasi dengan rekan guru dalam merancang, melaksanakan, mengevaluasi pembelajaran  yang menarik.

3. Berkolaborasi dengan kepala sekolah dalam penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran yang menarik

4. Memberikan semangat, motivasi kepada siswa dan memberikan hadiah sederhana kepada siswa yang berprestasi sehingga mendorong siswa lain untuk ikut berprestasi.

J-abarkan Rencana (Design)

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang menarik selama PBM?

1. Membuat RPP dan perangkat lainnya yang didalamnya terencana pembelajaran yang menarik dan bervariasi.

2. Menggunakan media interaktif

3. Mempersiapkan fasilitas pendukung (Laboratorium, LCD, bahan demonstrasi dll).

4. Berkolaborasi dengan pemangku kebijakan ( Kapsek, Guru, Wali murid, Staff TU, petugas Lab )

5. Mensosialisasikan kegiatan pembelajaran kepada wali murid

6. Pembelajaran Blended Learning berbasis blog

A-tur Eksekusi

Bagaimana dapat terlaksana pembelajaran yang menarik ?

1. Kapan pelaksanaannya

2. Siapa yang terlibat?

3. Siapa yang memonitor?

4. Apa saja indikator keberhasilannya?

5. Bagaimana evaluasinya?

1.   Setiap pertemuan menggunakan metode yang bervariasi

2.   Guru, siswa, kepala sekolah, wali murid terlibat aktif dalam pembelajaran sesuai perannya.

3.   Kepala sekolah memonitor dan mensupervisi kegiatan pembelajaran

4.   Guru serumpun memberikan masukan terkait pembelajaran sebagai bahan evaluasi pada kegiatan berikutnya

5.   Penggunaan IT dimaksimalkan



 D. Tolak Ukur Keberhasilan 
1. Tercapainya tujuan pembelajaran 
2. Murid dapat mengikuti setiap kegiatan atau permainan yang diberikan dengan suka rela, terlihat dari keaktifan mereka saat kegiatan 
3. Murid dapat memberikan umpan balik saat atau setelah pelaksanaan kegiatan 

E. Tantangan Kegiatan 
1. Menyediakan media pembelajaran interktif untuk setiap materi yang akan disampaikan 

 F. Hasil Aksi Nyata









Read More »
09 October | 0komentar

Koneksi Antar Mater Modul 1.3

Tujuan Pembelajaran Khusus: 
CGP dapat mengaitkan materi-materi yang telah dipelajari dan materi lain yang relevan ke dalam rencana manajemen perubahan yang menerapkan paradigma dan model inkuiri apresiatif. 

Koneksi Antar Materi Modul 1.3

Pada modul 1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3 dengan tema Visi Guru Penggerak, yang merupakan materi belajar secara mandiri yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan awal dalam mengaplikasikan segala rencana yang sudah menjadi tugas guru pengerak dalam mewujudkan peserta didik dengan profil Pelajar Pancasila. Pada modul 1.2 Profil Pelajar Pancasila Panjang lebar dalam membahas tentang pelajar pancasila yang belajar sepanjang hayat tentu dengan berbagai nilai dan karatkter Pancasila (Beriman, Mandiri, Bergotong royong, Berkebinekaan global, berpikir kritis,dan kreatif). 

Refleksi 
Kita sebagai CGP diharapkan mampu merefleksikan pemahaman materi pembelajaran dari modul 1.1 dan 1.2 untuk melakukan elaborasi pemahaman dengan beberapa pertanyaan dari petunjuk kerja modul 1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3. 

Visi 
Mewujudkan Peserta didik yang berkarakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul dalam Bingkai Kebhinekaan 

Pemahaman saya tentang Paradigma Inkuiri Apresiatif (IA)
Inkuiri Apresiatif adalah sebuah menejemen perubahan dalam dunia pendidikan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan dengan mengedepankan potensi inovatif dan kreativitas dalam suatu organisasi bekerja secara bersama-sama dalam satu kekuatan yang paling tinggi memiliki kekuatan positif untuk mendorong kekutan/energi positif dalam melaksanakan visi. Maka dalam IA dimulai dari dari mengali kekuatan kekuatan positf yang selanjutnya untuk menyusun suatu rencana-rencana perubahan. Dalam praktiknya kita disekolah dapat menerapkan hal ini dengan cara, mengali/mengidentifikasikan kekuatan kekuatan positif yang dimiliki oleh sekolah untuk mengali dan mencari segala keuatan yang mampu membawa ke perubahan yang lebih baik. Sehingga segala kekurangan ataupun kelemahan yang ada disekolah dapat bicari solusinya dengan cara menyelaraskan semua kekuatan yang ada pada sekolah untuk mewujudkan visi dan misi setiap warga sekolah. Pada kegiatan ini saya melakukan perubahan dengan Pembelajaran yang menarik, yang berikutkan digunakan metode BAGJA akan teridentifikasi terkait pelaksanaan terhadap perubahan yang terukur. 

Peran Pendidik dalam Mewujudkan Peserta Didik dengan Profil Pelajar Pancasila. 
Harapan kita semua bahwa peserta didik mampu mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dengan cara jiwa yang trampil dan berkompeten dalam segala hal sesuai dengan tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan. Hal ini kita sebagai pendidik harus mampu menuntun dan meciptakan peserta didik memiliki nilai nilai Pancasila. Hal ini dapat dilakukan dengan cara kita memulai dari diri kita sendiri dengan harapan peserta didik mampu melihat dan meniru apa yangsudah kita berikan kepada peserta didik. Syarat terpenting dari seorang pemdidik supaya dapat dijadikan tauladan yang biak bagi peserta didik yaitu sifat keteladanan, kedisiplinan dan yang paling peling penting yaitu membawa peruahan perubahan pendidik yang yang meiliki profil Pelajar Pancasil. Profil Pelajar Pancasila adalah karakter yang diharapkan muncul pada segenap murid di Indonesia dengan cara memberikan keteladanan yang konsisten. 

Bagaimanakah peran kita sebagai CGP ? 
Kita simak pengertian dari guru penggerak, guru penggerak seorang pemimpin pelajaran yang mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik serta mengimplementasikan pembelajaranyang berpusat kepada peserta didik, dapat menjadi contoh tauladan, menjadi agen transpormasi ekosintem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila. Pelajar Pancasila adalah peserta didik Indonesia yangselalu belajar (sepanjang hayat) yang memiliki SDM yang unggul serta memiliki dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam praktik kehidupannya. 

Pelaksanaan di Sekolah 
Rencana tindakan saya di sekolah yaitu melakukan pendekatan yang saya mulai dari mengidentifikasikan nilai-nilai positif yang sudah ada pada sekolah saya, selanjutnya saya mencari bagaimana nilai-nilai positif saya pertahankan, kemudian saya mengaplikasikan strategi yang dalam wujud membawa perubahan ke arah yang lebih baik, sekolah perlu menyelaraskan kekuatan nilai-nilai positif terhadap visi sekolah serta visi dari seluruh warga sekolah Hal ini dapat dimulai dari prestasi -prestasi yang dimiliki oleh peserta didik seperti bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sifat gotong royong, kemandirian, beriman, berkarakter, kreatif, dan berkebhinekaan tunggal ika. Mengambil hikmah yang ada disekolah baik dari pendidik ataupun peserta didik seperti budaya yang multikultur (Suku Lampung, Suku Jawa, Suku Medan, Suku Manten, Suku Sunda) sehingga dengan adanya hal ini pendidik diharapkan mampu menjalankan peran untuk memperkuat atau mempertebal rasa saling menghormati, menghargai perbedaan yang ada supaya menciptakan kehidupan yang bahagia satu sama yang lain. Melihat dari modal yang sudah kita miliki sudah barang pasti kita sebagai pendidik perlu mengaplikasikan dan mempraktikan supaya menjadi budaya(kebiasaan) yang baik untuk sekolah sehingga akan melahirkan SDM yang cerdas dan unggul serta taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang akan membawa terwujudnya profil Pelajar pancasila. 

Harapan Baik 
Seorang pendidik memiliki harapan yang baik yaitu Mewujudkan Peserta didik yang berkarakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul dalam Bingkai Kebhinekaan sehingga perlu dikembangkan dimensi Profil Pelajar Pancasila dengan tetap menpraktikan nilai-nilai filosofis Kihajar Dewantara.

Read More »
09 October | 1komentar