Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query guru yang lebih efektif. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query guru yang lebih efektif. Sort by date Show all posts

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti

Umroh 2017
Di tengah derasnya arus teknologi, mengajar bukan lagi sekadar menyampaikan materi. Tantangannya semakin kompleks, tetapi kabar baiknya, potensinya juga semakin besar. Jika Anda merasa ingin selalu selangkah lebih maju dan penasaran dengan rahasia guru-guru yang selalu efektif, artikel ini adalah jawabannya.
Kami memahami betapa berharganya setiap detik bagi seorang guru. Waktu adalah aset paling berharga, dan kami tahu Anda ingin bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Artikel ini akan membongkar strategi rahasia bagaimana para pendidik modern bisa melakukannya, terutama dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Mengapa AI Penting bagi Guru?
Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar wacana futuristik, melainkan alat praktis yang siap membantu Anda. AI dapat mengambil alih tugas-tugas administratif yang memakan banyak waktu, seperti menyusun materi, membuat soal, atau bahkan memberikan umpan balik awal. Dengan begitu, Anda bisa fokus pada hal yang paling penting: berinteraksi langsung dengan siswa, memahami kebutuhan mereka, dan menciptakan pengalaman belajar yang personal.

Membangun Kekuatan Mengajar Anda dengan AI
Bagaimana AI dapat membantu Anda menjadi guru yang lebih efektif? Berikut beberapa rahasia yang perlu Anda ketahui:
  • Menciptakan Materi Ajar Super Menarik dalam Waktu Singkat: Bayangkan Anda bisa membuat presentasi interaktif, video pendek, atau kuis yang menarik hanya dalam hitungan menit. Alat AI generatif dapat membantu membuat draf materi, menyusun narasi, atau bahkan mengubah format materi yang sudah ada menjadi lebih menarik dan mudah dicerna oleh siswa. 
  • Merancang Soal dan Penilaian yang Tepat Sasaran: Membuat soal yang variatif dan efektif seringkali memakan waktu. Dengan AI, Anda bisa dengan mudah membuat bank soal, merancang penilaian formatif yang personal, dan mendapatkan analisis cepat tentang pemahaman siswa. Ini memungkinkan Anda untuk segera menyesuaikan metode pengajaran agar lebih tepat sasaran. 
  • Menghadirkan Ide-Ide Pembelajaran Inovatif dan Personal: Setiap siswa unik, dan AI dapat membantu Anda memenuhi kebutuhan mereka. Alat-alat AI bisa menganalisis gaya belajar siswa dan menyarankan pendekatan yang berbeda. Anda bisa menciptakan skenario pembelajaran berbasis proyek yang lebih mendalam atau memberikan bimbingan personal yang disesuaikan dengan kemajuan setiap individu. 
  • Memangkas Drastis Waktu Persiapan Mengajar: Bayangkan waktu yang Anda habiskan untuk merencanakan RPP, mencari sumber materi, atau bahkan hanya sekadar menyalin catatan. AI dapat mengambil alih tugas-tugas ini, memberikan Anda lebih banyak ruang untuk berpikir kreatif, merancang aktivitas yang lebih bermakna, dan tentu saja, meluangkan waktu untuk pengembangan diri. 

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti
Sangat penting untuk ditekankan bahwa AI tidak akan menggantikan peran guru. Sebaliknya, AI adalah partner Anda, sebuah alat canggih yang dirancang untuk memperkuat kemampuan Anda. Dengan memanfaatkan AI, Anda tidak hanya menjadi guru yang efektif, tetapi juga guru yang visioner, siap menghadapi tantangan masa depan, dan terus menginspirasi siswa dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.
Ini bukan sekadar teori. Saat ini, sudah banyak alat-alat AI yang tersedia dan dapat Anda coba. Masing-masing dirancang untuk mengubah cara Anda berinteraksi dengan kurikulum dan siswa, membuka pintu menuju pengalaman mengajar yang lebih bermakna dan efisien.

Read More »
02 August | 0komentar

Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization


Reflesi Buku 
Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization 
Direfleksi Oleh: Arifin
Bab 1 : 
Menyoal Transformasi 
Semua sepakat bahwa sekolah-sekolah kita harus diperbaiki kualitasnya. Namun kesepakatan tidak tercapai ketika berbicara tentang bagaimana cara memperbaiki kualitas tersebut. Ada yang berpendapat bahwa yang dibutuhkan adalah reformasi, namun sebagian yang lain mengatakan reformasi tidak cukup. Yang dibutuhkan saat ini adalah transformasi, bukan reformasi. 
Dalam konteks upaya perbaikan sekolah, reformasi memiliki arti melakukan perubahan prosedur, proses, dan teknologi dalam rangka memperbaiki kinerja sistem operasi yang telah ada. Tujuan reformasi adalah untuk menjaga agar sistem yang telah ada dapat berjalan dengan lebih efektif sebagaimana yang telah ditentukan. 
Transformasi dimaksudkan untuk memungkinkan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh organisasi. Transformasi berarti bermetamorfosis, yaitu berubah dari satu bentuk ke bentuk lain yang benar-benar berbeda. Dalam bahasa organisasi, transformasi berarti melakukan reposisi (repositioning) dan reorientasi (reorienting) aksi dengan memasukkan organisasi ke dalam sebuah bisinis baru atau dengan cara mengadopsi cara –cara berbeda yang mendasar untuk melakukan pekerjaan organisasi. 
Maka transformasi meliputi upaya perubahan keyakinan, nilai-nilai, dan makna –kultur– serta perubahan sistem aturan yang ada, peran dan pola hubungan antar warga organisasi –struktur sosial—sehingga inovasi-inovasi yang dicanangkan aka memperoleh dukungan. Sebaliknya, reformasi hanya bermakna meng-install inovasi-inovasi yang akan berjalan dalam konteks sturktur dan kultur sekolah yang telah ada. Transformasi , dengan demikian, merupakan upaya yang beresiko dan sulit, dimensi-dimensinya dipenuhi dengan ketidakpastian dan sukar untuk didefinisikan. 
Transformasi membutuhkan sumber daya manusia yang mampu melakukan pekerjaan yang belum pernah mereka lakukan – tidak hanya mampu melakukan pekerjaan yang rutin mereka lakukan. Karena transformasi berresiko, maka transformasi membutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh yang memahami posisi mereka sebagai penyemai nilai-nilai, penerap tehnik-tehnik terbaik, makna sekaligus keterampilan kepemimpinan. Diatas segalanya, transformasi membutuhkan para pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang rasionalitas transformasi dan lika-liku jalan terjal yang akan mereka lalui. Transformasi menghendaki pemimpin yang memiliki komitmen diri yang kuat untuk menciptakan satu entitas organisasi baru yang dicita-citakannya. 
Tanpa sosok pemimpin yang demikian itu, maka upaya transformasi sekolah akan mustahil terjadi. Tanpa pemimpin yang tangguh, masa depan pendidikan Indonesia dan masa depan demokrasi di negeri katulistiwa ini akan berada dalam resiko besar. 

MENGAPA REFORMASI SAJA TIDAK CUKUP? 
Kasus reformasi di berbagai Negara biasanya terjadi karena dipicu oleh persaingan , terutama bidang ekonomi dan teknologi, dengan Negara lain. Amerika serikat melakukan gerakan reformasi pendidikan besar-besaran karena gusar dengan keberhasilan Uni Soviet yang berhasil meluncurkan Sputnik. Pada era tahun 80an Amerika, lagi-lagi, gusar karena keberhasilan Jepang dibidang manufaktur yang menguasai dunia. Dan sekarang Amerika Serikat tambah gusar karena kehebatan China dan India dan merebut pasar ekonomi dunia. Sudut dunia mana yang tidak dibanjiri barang-barang impor dari China dan India. Bahkan sudut Gunung Kidul yang terpencil sekalipun pasti ada mainan made in China. 
Satu-satunya Negara yang tidak pernah gusar hanyalah Indonesia…ha..ha…apa yang digusarkan Indonesia..wong…memiliki kolam susu dan batang bamboo ditancapkan saja tumbuh kok…. Namun, ada beberapa hal yang bisa saya ingatkan untuk kawan Amerika yang sedang gusar, bahwa reformasi saja tidak cukup. Kita tahu bahwa pendidikan itu tidak hanya terkait dengan urusan ekonomi saja, tetapi kait mengait dengan bidang politik, komunitas, kewarganegaraan, kesehatan moral, karakter generasi yang akan dating, dan masa depan demokrasi bangsa. Pendidikan menjadi landasan pengembangan semua aspek kehidupan sehingga reformasi secara sporadis saja tidak lagi memadai. 
Maka yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar secara komprehensif melalui upaya transformasi. 

 PERLUNYA UPAYA TRANSFORMASI 
Bagaikan menanam padi, maka penanaman yang paling baik adalah di lahan yang lebih subur. Demikian pula dengan pendidikan, jika kita menginginkan perbaikan di bidang pendidikan, maka sekolah-sekolah harus dicangkokkan ke dalam lingkungan yang lebih kondusif. Sekolah-sekolah harus ditransformasikan dari pengajaran (instructrion) menuju pembelajaran (learning), dari pola birokrasi yang mengekang menuju organisasi pembelajaran yang mendorong kreatifitas. Tujuan sekolah saat ini adalah untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses pada kualitas pengajaran yang seragam. Padahal definisi kualitas pengajaran sendiri sulit didefinisikan. 
Dalam atmosfir reformasi saat ini, kualitas pengajaran diartikan sebagai bentuk pengajaran yang mengantarkan siswa mampu mengerjakan soal-soal terstandar, memperoleh skor tes tertentu dan hanya melalui tes lah kualitas pengajaran dapat distandardisasikan. Persolannya adalah bahwa tipe pengajaran yang memadai untuk memastikan siswa mampu mengerjakan soal-soal tentang puisi tidak sama dengan pengajaran yang dibutuhkan siswa untuk mampu menulis puisi. Sebagian besar siswa mengetahui dan mampu menjawab soal tentang menulis puisi, namun mereka tidak terinspirasi dan mampu menulis puisi. 
Tipe pengajaran di sekolah saat ini tidak mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan kebiasaan berfikir serta kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan oleh dunia kerja abad 21. Tipe pengajaran saat ini belum mampu mengantarkan siswa memasuki lingkungan digital dan belum mampu juga mengantarkan siswa menjadi warga negara yang efektif dalam Negara demokrasi dimana laki-laki dan perempuan bakal kebanjiran informasi dan fakta-fakta yang diberitakan. Transformasi Tidak “Sekadar Akademik” Harus diakui bahwa siswa belajar banyak hal di sekolah. 
Bagi yang tertarik di berbagai aspek atau bidang akademik, mereka akan tertantang untuk belajar giat tentang kerja akademik yang ditawarkan sekolah. Namun demikian, banyak pula siswa yang tidak begitu tertarik dengan kerja akademik sekolah atau tidak memiliki banyak manfaat bagi kehidupannya. Mata pelajaran akademis memang penting, namun kerja akademik bukanlah satu-satunya keunggulan yang harus dimiliki siswa. Masih ada keunggulan lain yang harus diakui dan dikembangkan oleh sekolah, yaitu, misalnya kemampuan atletik dan artistik. 
Dengan mengakui keunggulan lain maka ukuran keberhasilan atau sukses seorang siswa tidak tergantung pada keunggulan akademik saja tapi juga dikarenakan oleh keunggulan yang lain. Oleh karena itu, sekolah perlu didesain sedemikian rupa agar mampu menghargai potensi siswa secara purna, tidak hanya akademik saja, namun juga mampu mengembangkan standar-standar yang lebih komprehensif, lebih dari sekadar standar akademik yang sempit. 
Melihat tantangan di atas, transformasi sekolah membutuhkan pemimpin-pemimpin yang siap untuk menyusun ulang tujuan sekolah dan mampu berimaginasi tentang sekolah masa depan yang lebih baik. Sekolah masa depan, abad 21, adalah sekolah yang membekali siswa dengan daya kreatifitas tinggi, kemampuan berkolaborasi, kemampuan mensintesa data-data dari berbagai sumber, dan kemampuan mengevaluasi data secara kritis. Sekolah yang hanya mampu mengantarkan siswanya menyelesaikan soal-soal dan berhasil mengerjakan tes ujian dengan baik bukan sekolah yang dibutuhkan generasi masa depan. 
Realitas Abad 21 Setidaknya terdapat tiga bentuk atau realitas perubahan yang memberikan pengaruh terhadap sekolah dan hubungan antara siswa, sekolah, guru, dan orangtua. Bentuk perubahan itu diantaranya : 
 - Ketersediaan peluang pembelajaran digital, 
 - Penciptaan gagasan remaja sebagai kategori demografik dan meningkatnya pengaruh atau arti teman sebaya diantara para remaja 
 - Pemasaran langsung kepada anak-anak dan remaja. Realitas baru ini memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan, yaitu tantangan bagi status quo pendidikan sekaligus peluang bagi inovasi dan transformasi. 

Keharusan Digital 
Kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi (TI), memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan dan khususnya dunia sekolah. Ada sebagian sekolah dan guru yang memandang TI sebagai musuh (enemy) karena dianggap ikut andil dalam menembus batas-batas norma social dan agama serta membawa virus kebobrokan moral bagi para siswa. Namun ada juga yang memiliki pandangan positif, dimana TI dimanfaatkan untuk proses pembelajaran sehingga menjadi lebih fleksibel dan kaya. 
TI memperkaya pembelajaran dengan sumber-sumber belajar yang tidak hanya terbatas pada guru. Dengan pemanfaatn TI pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam ruang kelas selama beberapa jam efektif, pembelajaran menjadi proses sepanjang hayat baik bagi siswa maupun guru. Guru dan siswa bisa memanfaatkan internet untuk pembelajaran nir kelas yang tidak dibatasi tempat dan waktu.
Persoalannya adalah apakah sekolah memiliki pemimpin yang mampu melakukan transformasi secara fundamental yang bisa mendorong perubahan pola hubungan otoritas antara guru dan siswa, dan apakah mereka mampu menciptakan kondisi sekolah yang fleksibel dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut. Tanpa pemimpin yang transformatif, sekolah kita akan bertahan menjadi sekolah tradisional, dimana siswa tidak berkembang dalam cara belajarnya. 
Di masa depan, siswa memiliki pilihan yang lebih banyak dalam pembelajaran dengan membuncahnya kemajuan TI. Merekalah yang mengendalikan waktu dan tempat pembelajaran. Guru dan sekolah akan lebih berperan sebagai designer yang membantu siswa mengelola sumber-sumber informasi dan pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. 
Pengaruh Teman Sebaya Realitas abad 21 yang kedua adalah menguatnya pengaruh teman sebaya dan memudarnya pengaruh orangtua terhadap remaja. Hal ini terjadi karena para remaja semakin independen, baik dalam konteks keluarga maupun independesi dalam akses informasi. Dulu, tahun 1960an, teknologi informasi belum berkembang seperti saat ini, para remaja saat itu hanya memperoleh informasi dari sumber terbatas, terutama orang tua mereka. Sekarang para remaja telah membentuk jaringan pertemanan mereka sendiri melalui berbagai teknologi informasi yang ada, misalnya Twitter, facebook, dan lain sebagainya, sehingga pengaruh teman sebaya lebih kuat. 
Dalam menghadapi realitas ini, guru dan sekolah harus mampu memanfaatkan the power of peer group dan jaringannya untuk kepentingan pendidikan. Sekolah dan guru harus mampu menemani dan mengarahkan para siswa dalam dunia maya sekaligus memanfaatkannya untuk proses pembelajaran yang lebih fleksibel agar pengaruh negative yang mungkin muncul dari networking mereka bisa direduksi. 
Pemasaran Kepada Anak-anak Realitas ketiga abad 21 adalah pemasaran yang bersifat langsung dann menjadikan anak-anak dan para remaja sebagai sasaran tembak. Berbagai produk dan iklan yang gencar membombardir mereka, dari soft drink , pakaian, mainan, hingga alat-alat elektronik canggih seperti iPhone, iPod , dan lain sebagainya. Yang menarik dari realitas ini adalah bahwa para pemasar komersial tersebut seolah-olah lebih memahami kemauan anak-anak dan remaja daripada orangtua mereka, para pemimpin agama, guru dan sekolah. Guru dan sekolah kalah dengan para pemasar komersial. Guru dan sekolah perlu belajar dari para pemasar industri tersebut dan mencoba menerapkannya dalam proses pembejalaran di sekolah. 
Bagaimana membuat para siswanya tertarik untuk melakukan pembelajaran dengan sepenuh hati. Keharusan Demokratik Demokrasi didasarkan pada keyakinan bahwa rakyat biasa dapat dipercaya untuk membuat keputusan politik yang akan mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan kehidupan orang lain. Di Negara non-demokrasi, hak-hak semacam ini hanya dimiliki oleh para elit. 
Pendidikan dan sekolah-sekolah memiliki peran sentral dalam menyemai benih-benih demokrasi. Sekolah publik , terutama, memiliki kewajiban untuk mengajarkan kemampuan pengambilan keputusan, keterampilan berfikir kritis, kemampuan berkolaborasi, dan kemampuan esensial lain sebagai warga negara kepada para siswanya. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan modal dasar bagi tumbuhnya demokrasi. 
Demokrasi juga menuntut adanya sistem pendidikan yang egaliter dimana semua warga Negara memiliki hak dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Hal ini tentu saja membutuhkan para pemimpin pendidikan yang mampu mentransformasikan sekolah menjdi tempat penyemai warga demokratis dengan berbagai profesi mereka, baik sebagai artis, novelis, sejarawan, jurnalis, musisi, dan berbagai profesi lainnya. 
Tantangan Moral Dunia insustri abad 21 menawarkan segala macam bentuk hiburan, baik yang positif maupun nagatif. Hampir tidak ada institusi yang mampu mensensor secara penuh muatan hiburan tersebut. Maka menjadi tugas institusi pendidikan untuk membekali peserta didiknya dengan kemampuan pengambilan keputusan tentang mana yang baik dan buruk, mana yang indah dan tidak, mana seni dan pornografi, dan mana music dan kegaduhan. Inilah tugas moral pendidikan. 
Dan, sekali lagi, agar mampu melaksanakan kewajiban tersebut, institusi pendidikan perlu melakukan transformasi. Pembelajaran Untuk Mengeksploitasi Peluang Baru Para guru mengeluhkan fakta bahwa para siswa malas mengerjakan PR karena lebih suka kongkow-kongkow dengan teman sebayanya daripada memelototi PR. 
Orangtua juga mengeluh karena anak-anak mereka menghabiskan waktu di depan televise sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Dewan sekolah menghabiskan waktu mereka untuk membuat formulasi dan regulasi tentang bagaimana membatasi penggunaan telepon selular, iPhod, dan akses internet di sekolah. Keprihatinan yang dialami guru, orangtua dan sekolah sebenarnya bisa di mengerti. Namun mereka juga harus memahami bahwa dunia telah mengalami perubahan sehingga dunia anak-anak dan remaja saat ini memang berbeda. 
Guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya seharusnya mulai memahami dan mengapresiasi perubahan yang terjadi dalam kehidupan para remaja, mereka harus berhenti melihat perubahan-perubahan ini sebagai ancaman, sebaliknya mereka perlu melihatnya sebagai kesempatan dan peluang. Telah terjadi pergeseran prinsip-prinsip otoritas tradisional dalam pola hubungan antara anak dan orangtua. Anak atau siswa cenderung memiliki akses informasi lebih cepat dari orangutan dan gurunya, bahkan mereka sering mempelajari tehnik-tehnik baru dalam mengakses informasi dan menciptakan konten serta pengolahan informasi dibanding para gurunya. 
Guru dan sekolah harus melihat ini sebagai peluang edukatif guna meraih tujuan pendidikan yang ditetapkan bersama dengan sekolah. Daripada sekolah menghabiskan waktu untuk memerangi atau membatasi penggunaan jaringan elektronik bagi para siswanya, guru dan sekolah mestinya mengeksploitasi inovasi-inovasi ini demi tujuan pendidikan yang positif. 

 MENGAPA KITA SUKA MENGUTAK-ATIK : MERUMUSKAN MASALAH 
Sebagian besar upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan cara melakukan utak-atik dengan program-program dan cara-cara yang sama sekali tidak mendasar sehingga tidak mengena. Upaya perbaikan hanya menyentuh kulit dari masalah sebenarnya yang ada dalam dunia pendidikan kita. Perubahan kurikulum telah berkali-kali dilakukan, sekarang kita menggunakan KTSP sejak 2006, dan perilaku guru dalam pembelajaran tetap sama seperti ketika mereka menggunakan kurikulum 1999. Para birokrat pendidikan kemudian mencanangkan program sertifikasi untuk meningkatkan kualitas guru. 
Namun lagi-lagi program sertifikasi dilakukan secara tidak komprehensi dan sempurna sehingga setiap tahun bahkan setiap saat terjadi perubahan yang justru semakin membingungkan guru. Tengoklah misalnya program UKA dan UKG yang kacau balau. Semua itu karena para birokrat pendidikan suka utak-atik dalam perbaikan pendidikan bukan melakukan transformasi yang lebih mendasar. Begitu pula dengan kasus Ujian Nasional (UN) kala itu, dimana kulaitas lulusan sekolah hanya diukur dengan angka-angka dan distandardisasi secara kaku. 
Alasannya adalah obyektifitas, prediktibilitas, dan stabilitas. Jika itu alasannya maka struktur pendidikan kita, sekolah kita, masih menggunakan sistem birokrasi yang mengedepankan stabilitas, ketenangan, dan prediktibilitas. Padahal organisasi yang mengedepankan prinsip-prinsip kaku birokrasi akan mati di telan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin cepat dan tidak bisa diprediksi. Sekolah kita, sekali lagi, harus menjadi pusat kreatifitas, imaginasi, dan menyusun standar-standar keunggulan melalui komitmen bersama, penguatan kolegial, serta agenda-agenda kolaboratif daripada menggunakan gaya manajemen birokrasi yang dikendalikan dari luar (eksternal), penghargaan ekstrinsik, dan pemberian hukuman. Itulah arah transformasi yang perlu dilakukan oleh sekolah dan guru. 

Rangkuman Kuliah 
1. Pendahuluan 
  • Di era informasi dan teknologi, peningkatan mutu sekolah merupakan suatu keharusan. 
  • Peningkatan mutu sekolah tidak sekadar reformasi tetapi harus melalui transformasi. 
  • Reformasi berarti perubahan prosedur, proses dan teknologi dengan focus pada peningkatan kinerja lebih efektif. 
  • Transformasi, lebih dari sekadar reformasi, dalam transformasi ada agenda reposisi dan reorientasi tindakan kea rah yang lebih baru. 

 2. Reformasi saja tidak cukup? 
  • Reformasi hanya menekankan pada perbaikan dalam bentuk yang sudah ada dan lebih didorong oleh pengaruh eksternal. 
  • Realitanya, aspek-aspek perbaikan cukup kompleks (tidak hanya akademik, tetapi juga terkait dengan aspek politik, social, moral, dan ekonomi) dan melibatkan banyak pihak. 
  • Oleh karena itulah kita membutuhkan transformasi guna perubahan yang lebih mendasar. 

 3. Realitas abad 21 mendorong terjadinya transformasi. 
  • Realitas kemajuan TI, teknologi digital 
  • Perubahan demografi dan pola hubungan antara orangtua, guru, sekolah, dan teman sebaya. 
  • Realitas pemasaran industry komersial. 
  • Realitas demokrasi 
  • Tantangan moral 
  • Munculnya peluang-peluang baru yang harus dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan.

Read More »
19 December | 0komentar

Metode Tutorial Sebaya

Tutorial Sebaya,Foto Koleksi Pribadi
Metode tutor sebaya adalah bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada orang lain dengan umur yang sebaya. Belajar bersama dalam kelompok dengan tutor sebaya merupakan salah satu ciri pembelajaran berbasis kompetensi, melalui kegiatan berinteraksi dan komunikasi, siswa menjadi aktif belajar, mereka menjadi efektif. Kerjasama dalam kelompok dengan tutor sebaya dapat dikaitkan dengan nilai sehingga kerjasama makin intensif dan siswa dapat mencapai kompetensinya. Dipandang dari tingkat partisipasi aktif siswa, keuntungan belajar secara berkelompok dengan tutor sebaya mempunyai tingkat partisipasi aktif siswa lebih tinggi.
Menurut Thomson proses belajar tidak harus berasal dari guru ke siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama siswa lainnya. Bahkan Anita Lie menyatakan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (tutor sebaya) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal ini disebabkan latar belakang, pengalaman semata) para siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan skemata guru.
Menurut Suharsimi Arikunto adakalanya seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya, guru dapat meminta bantuan kepada anak-anak yangmenerangkan kepada kawan-kawannya. Pelaksanaan ini disebut tutor sebaya karena mempunyai usia yang hampir sebaya.
Menurut Silbermen Tutor sebaya merupakan salah satu dari strategi pembelajaran yang berbasis active learning. Beberapa ahli percaya bahwa satu pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila peserta didik mampu mengajarkan pada peserta didik lainnya. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan dan mendorong pada peserta didik mempelajari sesuatu dengan baik, dan pada waktu yang sama ia menjadi narasumber bagi yang lain.
Pembelajaran peer teaching merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya. Tutor sebaya adalah seorang siswa pandai yang membantu belajar siswa lainnya dalam tingkat kelas yang sama.
Inti dari metode pembelajaran tutor sebaya ini adalah pembelajaran yang pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam kelompok – kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan juga teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Dalam pembelajaran ini, siswa yang menjadi tutor hendaknya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman lainnya, sehingga pada saat dia memberikan bimbingan ia sudah dapat menguasai bahan yang akan disampaikan


Model Contextual Teaching Learning (CTL)
Tutorial Blog | SEO | HTML | CSS | jQuery|
http://www.sarastiana.com

Model Cooperative Learning
Tutorial Blog | SEO | HTML | CSS | jQuery|
http://www.sarastiana.com

Model Discovery Learning
Tutorial Blog | SEO | HTML | CSS | jQuery|
http://www.sarastiana.com

Model Inquiry Based Learning (IBL)
Tutorial Blog | SEO | HTML | CSS | jQuery|
http://www.sarastiana.com

* **
Tujuan Metode Tutor Sebaya
Dasar pemikiran tentang tutor sebaya adalah siswa yang pandai dapat memberikan bantuan kepada siswa yang kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan kepada teman sekelasnya di sekolah dan kepada teman sekelasnya di luar kelas. Jika bantuan diberikan kepada teman sekelasnya di sekolah, maka:
1) Beberapa siswa yang pandai disuruh mempelajari suatu topik.
2) Guru memberi penjelasan umum tentang topik yang akan dibahasnya.
3) Kelas dibagi dalam kelompok dan siswa yang pandai disebar ke setiap kelompok untuk memberikan bantuannya.
4) Guru membimbing siswa yang perlu mendapat bimbingan khusus.
5) Jika ada masalah yang tidak terpecahkan, siswa yang pandai meminta bantuan kepada guru
6) Guru mengadakan evaluasi.


Tujuan penggunaan metode dengan tutor sebaya adalah sebagai berikut:
1) Dapat mengatasi keterbatasan media atau alat pembelajaran.
2) Dengan adanya kelompok guru bertugas sebagai fasilitator karena kesulitan yang dihadapi kelompok/siswa dapat diatasi melalui tutor sebaya yang ditunjuk guru karena kepandaiannya.
3) Dengan kerja kelompok anak yang kesulitan dapat dibantu dengan tutor sebaya tanpa perasaan takut atau malu.
4) Dapat meningkatkan partisipasi dan kerjasama siswa serta belajar bertanggung jawab.
5) Dengan belajar kelompok tutor sebaya melatih siswa untuk belajar bersosialisasi.
6) Menghargai orang lain.


Hal yang perlu dipersiapkan guru dalam pembelajaran dengan tutor sebaya menurut Suharsimi Arikunto adalah:

  • Mengadakan latihan bagi para tutor. Latihan dapat dilakukan dengan dua cara: a) melalui latihan kelompok kecil, dimana yang mendapat latihan hanya anak-anak yang akan menjadi tutor sebaya. (b) melalui latihan klasikal dimana siswa seluruh kelas dilatih. Cara kedua ini mempunyai efek positif bagi kelompok siswa yang akan menerima bimbingan karena melalui latihan ini mereka akan tahu bagaimana mereka harus bertingkah laku pada waktu menerima bimbingan. Yang ditekankan pada tutor hanya memimpin kawan-kawannya agar mereka terlepas dari kesulitan memahami bahan pelajaran. 
  • Menyiapkan petunjuk tertulis. Baik di papan tulis maupun di kertas. Petunjuk tertulis ini harus jelas serta rinci sehingga setiap siswa dapat memahami untuk melaksanakan 
  • Menetapkan penanggung jawab untuk tiap-tiap kelompok agar apabila terjadi ketidakberesan guru dengan mudah menegurnya. 
  • Apa yang dilakukan oleh guru selama program perbaikan berlangsung guru selalu memegang tanggung jawab dan memainkan peran penting.

Prinsip-Prinsip Metode Tutor Sebaya
Secara umum prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam strategi pembelajaran aktif yang diturunkan dari prinsip belajar adalah:
1) Hal apapun yang dipelajari oleh murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri tidak ada seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatan sendiri dan setiap kelompok umur terdapat variasi dalam kecepatan belajar)
3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti.
4) Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik


Artikel Relevan:

Macam-macam Metode dan Model Pembelajaran


Read More »
14 June | 6komentar

Di Balik Senyum Guru: Tantangan yang Jarang Tersorot dalam Dunia Pendidikan




Tanggal 25 November setiap tahun, di rayakan sebagai Hari Guru. Peringatan ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa para guru/pendidik. Senyum ramah dan semangat mereka dalam mengajar seringkali menjadi pemandangan yang menghiasi ruang-ruang kelas. Namun, di balik senyum ceria itu, tersimpan beragam tantangan yang jarang tersorot dan patut kita sadari bersama. 

Beban Kerja yang Menumpuk 
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah beban kerja yang sangat padat. Selain mengajar di kelas, guru juga harus menyusun rencana pembelajaran, memeriksa  tugas siswa, membuat laporan, dan mengikuti berbagai pelatihan. Belum lagi tuntutan administrasi yang semakin kompleks dan seringkali memakan waktu yang cukup banyak. Terdapat 5 aplilasi yang merupakan bagian dari beban administrasi/ dokumen kepegawaian guru. Beban kerja yang berlebihan ini dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental guru, serta mengurangi kualitas waktu yang dapat mereka dedikasikan untuk setiap siswa. 


Keterbatasan Sarana dan Prasarana 
Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran. Kurangnya buku pelajaran, alat peraga, laboratorium, dan akses internet yang terbatas menjadi kendala bagi guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Kondisi ini semakin terasa di daerah-daerah terpencil, di mana guru harus berkreasi dengan segala keterbatasan yang ada. Perkembangan Teknologi yang Pesat Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menghadirkan tantangan tersendiri bagi guru. Mereka dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi dengan berbagai platform pembelajaran online, aplikasi pendidikan, dan media sosial. Meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, namun tidak semua guru memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan dukungan yang diperlukan. 

Keberagaman Siswa 
Setiap siswa memiliki karakter, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Guru harus mampu mengakomodasi keberagaman ini dalam proses pembelajaran. Namun, dengan jumlah siswa yang cukup banyak di setiap kelas, seringkali sulit bagi guru untuk memberikan perhatian yang cukup kepada setiap individu. Disiplin Siswa yang Menurun Perubahan zaman dan pengaruh lingkungan sekitar membuat disiplin siswa menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Perilaku siswa yang kurang menghormati guru dan teman, serta kecenderungan untuk lebih banyak menggunakan gadget daripada belajar, menjadi masalah yang cukup serius. 

Ancaman kriminalisasi guru menjadi isu yang semakin sering terdengar belakangan ini. Tindakan hukum yang ditujukan kepada guru, seringkali dipicu oleh berbagai faktor, seperti perbedaan persepsi dalam proses pembelajaran, tuntutan akademik yang tinggi, atau bahkan masalah pribadi. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat peran guru yang sangat penting dalam membentuk generasi muda.

Dampak dari Tantangan Tersebut 
Tantangan-tantangan yang dihadapi guru dapat berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang kelelahan dan terbebani akan kesulitan memberikan pembelajaran yang efektif. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dapat menghambat perkembangan potensi siswa. 

Solusi dan Harapan 
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, serta memberikan pelatihan yang berkelanjutan bagi guru. Sekolah juga harus memberikan dukungan yang lebih baik kepada guru, misalnya dengan mengurangi beban administratif dan menyediakan waktu yang cukup bagi guru untuk berkolaborasi. 
Masyarakat pun perlu memberikan apresiasi yang lebih tinggi terhadap profesi guru dan ikut berperan serta dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Di balik senyum mereka, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang telah berjuang keras untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang lebih serius terhadap tantangan yang mereka hadapi dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan.

Read More »
25 November | 0komentar

Voice, Choice and Ownership

Pemilihan Ketua OSIS, PILKETOS

Suara Murid (Voice), Pilihan Murid (choice), dan Kepemilikan Murid (ownership) saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. 
Guru menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? 

1. Suara Murid (voice) 
Bukan hanya sekedar memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai. 
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. 
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”: 
Membangun budaya saling mendengarkan. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar. 
  1. Mmberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi. 
  2. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas. 
  3. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  4. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian. 
  5. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran. 
  6. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal. 
  7. Membuat daftar rutinitas bersama murid. 
  8. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb. 
Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid. 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 
2. Pilihan (Choice)
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya. 
  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan. 
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari. 
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program. 
  4. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok. 
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan. 
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini. 
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka. 
  9. Memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.

3. Kepemilikan Murid (ownership) 
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya. Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. 
Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi. 

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”: 
  1. Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri. Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan. 
  2. Merespon umpan balik yang diberikan murid. menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka.. 
  3. Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran. 
  4. Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ) 
  5. Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb. 
  6. Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri. 
  7. Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas. 
  8. Melakukan self assessment 
  9. Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  10. Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi. 

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya. 
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, 
Situasi 1 Bu Dian mengajar di Kelas X. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. 
Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. 

Refleksi setelah beberapa hari berlangsung
Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. 
Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif. 

Situasi 2 Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok startkolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. 

Situasi 3 Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. 
Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang. 

Situasi 4. Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. 
Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. 
Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut. 

Situasi 5 Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. 
Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. 
Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah. 

Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:
  1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya. 
  2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana.
  3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya. 
  4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. 
  5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. 
  6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. 
Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan. (di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016) Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid. Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid, guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. 
Klik Materi berikut tentang Keterlibatan Komunitas dengan Judul : Komunitas Untuk Mewujudkan Student Agency.



Read More »
12 July | 0komentar

5 Posisi Kontrol Restitusi


Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan.
Seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah:
  1. Penghukum, 
  2. Pembuat Orang Merasa Bersalah, 
  3. Teman, 
  4. Monitor (Pemantau) dan 
  5. Manajer. 
Penghukum: 
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. 
Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata: 
 “Patuhi aturan saya, atau awas!” 
 “Kamu selalu saja salah!” 
 “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai"
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Pembuat Orang Merasa Bersalah: 
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: 
 “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” 
 “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” 
 “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” 

 Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. 

 Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: 
 “Ayo bantulah, demi bapak ya?” 
 “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” 
 “Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. 
 Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. 
Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. 

 Monitor/Pemantau: 
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
 “Peraturannya apa?” 
 “Apa yang telah kamu lakukan?” 
 “Sanksi atau konsekuensinya apa?” 
 Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid. 

 Manajer: 
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. 
Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. 
Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata: 
 “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) 
 “Apakah kamu meyakininya?”
 “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
 “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?” 
 “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” 
 Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. 
Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. 

 Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan PendidikanLuhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut,serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakankelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: 

 Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum: (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? 
 Akibat: 
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

Pembuat orang lain merasa bersalah: (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” 
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini? 
 Akibat: 
 Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. 
Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain. 

 Teman: (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum). 
 Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini? 
 Akibat: 
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalahdia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisteman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

Pemantau: (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus dilakukan bila terlambat?” Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus sudah di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” 
 Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? 
 Akibat: 
 Murid memahami sanksi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. 
Guru tetap harus memonitor atau memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri. 

 Manajer: (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?” Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” 
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? 
 Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.




Read More »
16 October | 0komentar

Eksplorasi Konsep Modul 1.4 Budaya Positif

Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi Keyakinan Kelas Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas Restitusi - Lima Posisi Kontrol Restitusi - Segitiga Restitusi Eksplorasi Konsep Hal yang harus dipelajari dalam modul ini adalah • Perubahan Paradigma • Stimulus Respon lawan • Teori Kontrol, • Arti Disiplin dan • Motivasi Perilaku Manusia, • Keyakinan Kelas, • Hukuman dan Penghargaan, • Lima (5) Kebutuhan Dasar 

Manusia, • Lima (5) Posisi Kontrol , Segitiga Restitusi. 

 2.1 Perubahan Paradigma 
Pada posisi saya mengepal, saya akan menjelaskan bahwa ini adalah prinsip saya, saya pegang teguh dan akan saya jelaskan mengapa saya mempertahankan, saya mencoba untuk mengajak lawan saya yang ingin membuka kepalan tangan saya, supaya tidak perlu repot- repot untuk merayu saya, menawari saya dengan apa pun, termasuk uang, karena ini adalah prinsip yang sudah saya pegang. Bila suatu saat ternyata ada hal yang lebih baik lagi atau dengan berjalannya waktu prinsip saya harus diperbaharui dan ternyata saya harus melepaskan kepalan tangan saya, saya lakukan dengan "legowo" tanpa ada unsur paksaan. Karena saya mau menerima kritik saran dari luar demi kebaikan dan perbaikan kualitas pribadi kita. Jika saya di posisi yang akan membuak kepalan tangan, maka saya akan ajak diskusi dulu tanpa harus memaksa untuk membuka. Saya akan ajak bicara dari hati ke hati dan akhirnya mau menerima saran kritik saya maka saya yakin orang tersebut atau misal murid saya akan mau membuka kepalan tangannya dengan suka rela dan senang. 

Tugas 2.1 1. Setelah membaca tentang ilusi kontrol dan perubahan paradigma stimulus respon ke teori kontrol, adakah bagian yang masih mengganjal atau belum Anda pahami? 2. Apakah Anda meyakini bahwa tepat untuk meminta murid menyesuaikan diri dengan keinginan Anda, dan bahwasanya adalah tanggung jawab Anda untuk memaksa murid demi suatu kebaikan, adakah cara lain? 
Setelah saya membaca, alhamdulillah saya mengerti dan sangat setuju dengan pilihan untuk mengontrol siswa dalam kelas, semua teori itu benar dan itu merupakan pilihan untuk kita mana yang sesuai dengan karakteristik murid dan pribadi kita sebagai guru. Saya setuju, bahwa murid harus mengikuti keinginan Guru, tapi saya pribadi sebagai guru harus paham juga untuk bisa menjadi murid, saya akan buat pembelajaran dan tugas sesuai dengan karakteristik dan kemampuan murid, intinya berpihak pada murid, akan selalu memberi kemudahan buat murid, tidak mempersulit mereka, dan inilah alasan kuat untuk saya bisa mengontrol murid saya untuk mengikuti pembelajaran yang saya buat, karena pembelajaran saya sudah berpihak kepada murid. 

2.2: Konsep Disiplin Positif dan Motivasi 
o Bagaimana cara membuat murid disiplin? Dengan membangkitkan kesadaran murid tentang cita-cita mereka, dan memberikan gambaran bagaimana mereka dapat mencapainya, dengan bercerita pengalaman kita dulu sewaktu menjadi murid, atau pengalaman orang-orang yang sukses. Guru memberikan saran disiplin positif yang telah dilakukan secara kontinyu atau istiqomah sehingga tercapai apa yang diinginkannya. 
o Siapakah yang bisa mendisiplinkan murid? yang bisa adalah kesadaran murid itu sendiri, karena saya sebagai guru akan menanamkan disiplin diri yang berasal dari internal bukan eksternal. Karena bila kita melakukan sesuatu karena takut di hukum atau karena ingin mendapat pujian itu tidak akan berlangsung lama, atau jika kita tidak bisa mencapainya. akan lebih kecewa dan sakit hati. Berbeda bila kita melakukan sesuatu karena kita meyakini nilai yang kita ambil sehingga semua akan terasa indah bagaimanapun perjuangan untuk mencapai cita-cita tersebut. 
o Apakah guru yang bisa mendisiplinkan murid? Atau Kepala Sekolah? Atau orang tua murid? Atau murid itu sendiri? Mengapa? Guru hanya bisa mengarahkan, memberikan contoh pengalaman hidup orang-orang sukses, atau pengalaman pribadi Guru untuk bisa di renungkan oleh murid dan akhirnya murid menyadari untuk melakukan disiplin diri sampai tercapai cita- citanya. 
o Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita? Cara kita sebagai Guru untuk menanamkan disiplin positif adalah Dengan mulai diri membangkitkan kesadaran murid tentang cita-cita mereka, dan memberikan gambaran bagaimana mereka dapat mencapainya, dengan bercerita pengalaman kita dulu sewaktu menjadi murid, atau pengalaman orang-orang yang sukses. 
Guru memberikan saran disiplin positif yang telah dilakukan secara kontinyu atau istiqomah sehingga tercapai apa yang diinginkannya. 

Tugas 2.2 (1) 
Apa motivasi untuk mengikuti Pendidikan Guru Penggerak? Dari awal saya mengikuti seleksi Pelatihan Guru Penggerak, dengan maksud ada rasa "penasaran" terhadap program baru yang dicanangkan oleh Mas Menteri, karena menurut saya pelatihan ini unik, di mana ada pelatihan yang menggabungkan Guru dalam berbagai jenjang TK, SD, SMP, SMA dan SMK sehingga bisa saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling menginspirasi. 
Banyak ilmu, banyak inspirasi dan ide dan makin menambah disiplin diri saya tentang nilai yang saya anut selama ini yaitu Ingin selalu berbagi, karena itu setiap tugas dalam PPGP ini saya dokumentasikan dalam bentuk tulisan Blog dan video di channel You Tube saya, berharap Guru lain akan semangat dan ingin mengikuti PPGP ini yang menurut saya sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas diri kita sebagai Guru yang merupakan ujung tombak Pendidikan Indonesia. Tugas 2.2 (2) Sebagai seorang Guru, saat anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah yang mendasari tindakan anda? Motivasi saya datang tepat waktu pada saat mengajar di kelas adalah menghargai waktu apalagi pada saat PTMT (Pertemuan Tatap Muka Terbatas) yang hanya diberikan waktu 40 menit.
Sebelum pandemi, saya juga selalu menghargai waktu bertemu dengan murid- murid saya, karena saya ingin mencontohkan bentuk kecil dari disiplin diri, salah satunya menepati janji mengajar sesuai dengan jadwal, dan sebisa mungkin tidak meninggalkan mengajar hanya untuk kepentingan pribadi termasuk mengikuti pelatihan kedinasan untuk karier pribadi semata, karena tugas Guru adalah mengajar. Kita tidak perlu banyak berbicara, murid akan belajar dengan segala tindak tanduk kita sebagai Guru. Sesuai dengan pepatah, Guru adalah digugu dan ditiru, jadi Guru sebagai panutan yang baik bagi Murid, terutama dalam hal disiplin pribadi yang positif. 

Tugas 2.2 (3) 
Apabila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda. Seperti yang sudah saya jelaskan pada tugas sebelumnya, bahwa maksud saya datang tepat waktu pada saat mengajar karena saya menghargai waktu, menghargai nilai yang saya anut, untuk menjadi suri teladan bagi murid- murid saya, menanamkan disiplin diri dan menepati jadwal mengajar. Jadi bukan karena saya ingin di puji atau di beri imbalan karena datang tepat waktu. Jadi apa yang saya lakukan adalah semua terpusat pada murid (berpihak pada murid). 

Tugas 2.2 (4) Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan! 
Menurut saya, motivasi yang paling banyak mendasari perilaku murid-murid saya di sekolah adalah motivasi pertama yaitu untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Hal ini yang memang melandasi disiplin diri yang dilakukan oleh kebanyakan murid. Mereka tidak mau berurusan dengan hukuman, atau rasa tidak nyaman karena di nasehati panjang lebar oleh Guru, sehingga mereka akan menjadi murid yang baik, mematuhi tata tertib sekolah atau dalam arti mengerjakan tugas yang diberikan Guru karena rasa takut dan tidak nyaman bila sampai Guru tersebut menegur di depan teman-temannya. Jadi masih sangat sedikit bahkan hampir tidak ada yang melakukan disiplin diri positif karena nilai yang mereka pegang. 
Tugas 2.2 (5) Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda? Strategi yang saya lakukan untuk menanamkan nilai positif kepada murid- murid saya adalah yang pertama, saya akan menanyakan cita-cita apakah akan melanjutkan sekolah atau bekerja, selanjutnya, saya akan minta mengutarakan cita-cita secara detail, dan bagaimana untuk mencapainya, selanjutnya saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya sebagai murid sampai menjadi Guru, kemudian saya juga akan menceritakan orang-orang yang sukses, agar mereka bisa membuat strategi untuk mencapai cita-cita mereka, dan strategi ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan bisa disebut sebagai disiplin positif. Sehingga disiplin positif yang murid- murid saya lakukan adalah berasal dari faktor internal karena mempunyai nilai yang dijunjung tinggi yaitu nilai semangat untuk mencapai cita- cita, untuk menjadi orang yang sukses.
Tugas 2.2 (6) 
Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di kelas dan sekolah Anda? Nilai kebajikan yang berusaha saya tanamkan kepada murid- murid saya selama proses pembelajaran adalah disiplin diri dalam mengumpulkan tugas, nilai kerja sama dalam melaksanakan praktikum berkelompok, nilai berbagi yaitu dengan program tutor sebaya, nilai semangat untuk belajar, dengan tantangan memberikan tugas berupa catatan digital, maka murid- murid saya banyak yang ingin belajar tentang IT dan antar murid akan berbagi satu sama lain supaya dapat membuat catatan digital yang super keren. 

2.3 Keyakinan Kelas 
Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? karena keyakinan kelas adalah kesepakatan yang dibuat bersama antara anggota kelas (murid ) dengan wali kelas atau guru. Karena dibuat dengan kesepakatan bersama maka hal- hal yang diatur akan lebih mudah untuk di laksanakan oleh peserta didik. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif? Karena keyakinan kelas merupakan hasil diskusi kesepakatan seluruh murid yang nantinya akan mereka kerjakan terus menerus sehingga dapat menjadi sebuah budaya positif. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif? dengan membuktikannya di kelas, bahwa keyakinan kelas yang sudah di buat bersama dapat dijadikan sebagai kebiasaan yang baik, potensi yang bagus. 

Tugas 2.4 (Tugas Mandiri 4)
Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda? Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda? Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan ada pada diri Anda? Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan? Apa pekerjaan ideal bagi Anda? Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup Anda? Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda? 
Orang yang penting dalam hidup saya adalah keluarga inti dan keluarga besar. Nilai kebajikan yang terpenting dalam hidup saya adalah suka berbagi, mempermudah urusan orang lain. Pencapaian yang saya banggakan adalah menjadi Guru Youtuber dan Guru Blogger. Pekerjaan yang ideal adalah Guru biasa yang selalu berpihak pada murid. 
Perjalanan hidup sebagai titik puncak hidup saya adalah pada saat sebelum pandemi ada kasus dengan rekan- rekan Guru di sekolah, pada waktu pandemi saya bisa membuktikan bahwa saya bisa berkarya dan karya saya berupa video pembelajaran yang dapat digunakan oleh seluruh murid dan Guru Biologi seluruh Indonesia. Yang paling bermakna adalah mempunyai waktu untuk keluarga dan berbagi dengan sesama... 

2.5 Lima (5) 
Posisi Kontrol Pada awal mengajar saya menggunakan penerapan disiplin sebagai teman ternyata banyak peserta didik yang sangat dekat dengan saya, dan maunya sama saya, semua masalah ditanya kepada saya, awalnya saya merasa bahagia, lama- lama tidak nyaman, karena saya membuat mereka tergantung dengan saya, membuat mereka jadi menjelek-jelekan guru lain yang merupakan rekan kerja saya. Akhirnya saya sadar dan saya menggunakan sikap kontrol sebagai pemantau dan manager, lebih sering manager, jadi saya biasa aja, tidak terlalu dekat dengan murid, tetapi bila mereka mempunyai masalah mereka akan saya beri analisis supaya mereka berlatih untuk menyelesaikan masakah dengan konsekuensi yang akan mereka tanggung. 
Apalagi saya mengajar anak SMA dimana anak yang beranjak dewasa, harus sanggup menghadapi tantangan dunia nyata yang pastinya banyak tantangan dan dengan karakter orang yang beragam. 

 2.6 Segitiga Restitusi 
Setelah belajar tentang restitusi ternyata memang seharusnya seperti itu dalam menangani murid yang bermasalah, walaupun terkadang emosi kita di ke depan kan, perasaan kita sebagai guru yang tidak dihargai karena murid tidak mau mengerjakan apa yang kita minta walaupun itu sangat mudah. Tapi kita sebagai Guru harus tahu apa alasannya, yang terkadang waktu kita tanyakan ke murid kita, kita seakan tidak percaya dan menyangkal kalo ini hanya kebohongan murid saja, harusnya kita sebagai Guru memberikan kepercayaan dulu ke murid, jangan berprasangka buruk dulu ke murid. Bila restitusi benar-benar dilaksanakan oleh semua Guru, murid yang putus asa, atau kasus narkoba, bunuh diri, atau tawuran, semua menjadi nyaman dan bahagia. 

Tugas Mandiri 
- Segitiga Restitusi 
1. Dari 5 posisi kontrol, posisi mana yang dipraktikkan oleh guru? Jelaskan. Posisi kontrol yang di praktikkan pak Joko sebagai Guru Adi dan Mario adalah manager, karena pak Joko berusaha untuk mencari jalan keluar bersama atas dasar kesadaran dari Adi dan Maruto. 
2. Kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi? Kebutuhan yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi adalah kebutuhan dasar kesenangan. 

3. Apa yang dikatakan guru dalam tahap Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan, dan Mencari Keyakinan? Menstabilkan identitas : Baiklah. Bapak di sini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak di sini untuk mencari penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki situasi ini. Validasi tindakan : Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main lempar- lemparan makanan begitu. Mencari keyakinan: Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum tunjukkan? 
4. Kira-kira sesuai prinsip restitusi, apa yang akan dilakukan Mario dan Adi untuk memperbaiki kesalahan mereka pada Ibu Dina? Yang dilakukan oleh Adi dan Maruto adalah prinsip Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan

Read More »
13 May | 0komentar