Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In

Membangun Ikatan: Fondasi Pembelajaran yang Lebih dari Sekadar Angka

Di tengah tuntutan kurikulum, target nilai, dan berbagai teori pembelajaran, sering kali kita lupa pada satu elemen terpenting: ikatan atau engagement. Sebelum kita bicara soal rumus, teori, kompetensi, atau target kurikulum, hal pertama yang harus dibangun adalah ikatan. Sebuah koneksi emosional yang mungkin tidak terlihat di layar atau rapor, tetapi sungguh terasa di hati.
Guru adalah sosok yang hadir di kelas untuk menyatukan frekuensi dan menghilangkan "noise-noise" dalam pembelajaran. Noise itu bisa jadi rasa bosan, takut, cemas, atau bahkan trauma yang dibawa murid dari luar kelas. Tanpa ikatan yang kuat, materi pelajaran sehebat apa pun akan menjadi sekadar informasi yang menguap, tanpa bekas yang mendalam.

Mengapa Ikatan Itu Penting? 
  1. Menciptakan Ruang Aman: Ketika murid merasa terhubung dengan gurunya, mereka merasa aman untuk bertanya, berpendapat, dan mencoba hal baru tanpa takut dihakimi. Ruang kelas bukan lagi tempat yang menakutkan, melainkan tempat di mana mereka bisa menjadi diri sendiri. 
  2. Meningkatkan Motivasi Intrinsik: Hubungan yang positif dapat memicu motivasi dari dalam diri murid. Mereka belajar bukan hanya karena disuruh, melainkan karena ingin tahu dan ingin berkembang. Ikatan emosional ini mengubah "kewajiban" menjadi "kesenangan". 
  3. Mengurangi Kendala Belajar: Murid yang memiliki ikatan kuat dengan gurunya cenderung lebih terbuka tentang kesulitan yang mereka hadapi. Ini memungkinkan guru untuk memberikan dukungan yang lebih personal dan tepat sasaran.

Bagaimana Cara Membangun Ikatan?
Ikatan tidak bisa dipaksa. Ia tumbuh dari interaksi yang tulus dan berkelanjutan. 
  • Dengarkan dengan Hati: Luangkan waktu untuk benar-benar mendengarkan cerita, keluhan, atau ide-ide murid. Tatap mata mereka, berikan respons yang menunjukkan bahwa Anda peduli. 
  •  Apresiasi Proses, Bukan Hanya Hasil: Puji usaha dan kerja keras mereka, bukan hanya nilai akhir. Ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dan mendorong mereka untuk terus mencoba. Jadilah Manusia: Jangan takut untuk menunjukkan sisi manusiawi Anda. 
  • Berbagi cerita ringan, tertawa bersama, atau mengakui kesalahan dapat membuat Anda lebih mudah didekati.
  • Perhatikan Hal-Hal Kecil: Ingat nama mereka, hobi favorit mereka, atau hal-hal kecil yang mereka ceritakan. 

Tindakan sederhana ini menunjukkan bahwa Anda melihat mereka sebagai individu, bukan sekadar nama di daftar absen.
Pada akhirnya, guru yang berhasil adalah mereka yang tidak hanya mampu menyampaikan materi, tetapi juga berhasil menyentuh hati. Karena pembelajaran yang paling berkesan bukan tentang apa yang kita ajarkan, melainkan tentang bagaimana kita membuat murid merasa dilihat, didengar, dan dihargai. Ikatan adalah fondasi, dan di atasnya, keajaiban belajar dapat dibangun.

Read More »
27 August | 0komentar

Deep Learning atau Deep Drilling? Sebuah Pertanyaan Menggelitik

Ada pertanyaan yang terus mengusik dari ruang-ruang diskusi para pendidik: "Ini deep learning atau deep feeling, sih? Kok tiap ada workshop baru, saya malah bingung, yang dalam itu otaknya atau anggarannya?"
Pertanyaan ini muncul bukan tanpa alasan. Sebelum Kurikulum Merdeka digaungkan, komunitas-komunitas seperti Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sudah lama menerapkan nilai-nilai yang serupa. Mereka belajar, berdiskusi, dan berbagi praktik baik secara mandiri, bermodalkan kopi saset dan obrolan di warung kopi. Bukan di seminar megah dengan spanduk "narasumber internasional".

Membedah Konsep: Surface vs. Deep Learner
Dalam berbagai bimbingan teknis (bimtek) dan workshop, konsep surface learner dan deep learner selalu diulang-ulang. Surface learner didorong oleh motivasi eksternal. Mereka belajar untuk mendapatkan nilai bagus, lulus ujian, atau sekadar menunjukkan hasil berupa angka. Strategi yang digunakan pun cenderung pada hafalan, mencatat, menyalin, dan mengulang-ulang.
Deep learner sebaliknya, memiliki motivasi dari dalam. Mereka menganalisis, menghubungkan ide, dan mengajukan pertanyaan filosofis seperti, "Kenapa materi ini relevan dengan hidup saya?"
Marton & Saljo (1976) menguatkan perbedaan ini dengan mengatakan, "A surface approach to learning is characterized by memorization and focus on assessment, while a deep approach emphasizes understanding, meaning, and integration of knowledge." Konsepnya jelas, sejelas perbedaan antara mi instan dan ramen Jepang, meski sama-sama mie, kualitasnya berbeda.

Ketika Teori Bertabrakan dengan Realitas
Sayangnya, meski konsep deep learning terdengar indah, praktik di lapangan sering kali menunjukkan hal sebaliknya. Guru-guru disibukkan dengan berbagai persiapan yang justru mendorong budaya surface learning:
  • Membagikan buku-buku Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang katanya tidak wajib, tapi seolah menjadi kewajiban.
  • Repot menyiapkan lab komputer hanya untuk ujian satu kali. 
  • Latihan soal setiap hari demi nilai TKA yang tinggi. 
  • Berlomba mencari kisi-kisi dan tips sukses TKA. 

Maka tak heran, muncul pertanyaan, "Ini deep learning atau deep drilling?"
Ada ironi yang mencolok. Vibes yang digaungkan dalam seminar adalah deeper learner, tetapi perilaku di lapangan justru kembali ke budaya ujian standar. TKA disebut sebagai "kenapa"-nya, alasannya adalah laporan hasil akademik. Namun, pertanyaan yang paling jujur adalah: laporan itu penting untuk siapa? Murid? Guru? Atau pihak yang butuh angka-angka bagus untuk presentasi di kementerian?

Paradoks yang Membingungkan
Kita seolah-olah menjadi bangsa surface learner yang dikemas seolah-olah deeper learner. Atau, sebaliknya, kita sudah menjadi deeper learner tetapi terpaksa kembali menjadi surface learner demi tuntutan administrasi? Paradoks ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara narasi besar dan praktik di lapangan. 
Konsep deep learning mengajak kita untuk berpikir kritis, menganalisis, dan mencari relevansi, tetapi perilaku kita masih terjebak pada hafalan dan hasil instan. Mungkin, saatnya kita, para pendidik, bertanya pada diri sendiri dan pembuat kebijakan: apakah kita benar-benar ingin membangun pemelajar yang mendalam, atau hanya ingin membangun citra pendidikan yang terlihat cemerlang di atas kertas?
Sumber: Grup WA GSM Kab. Purbalingga

Read More »
26 August | 0komentar

Membangun Jembatan, Bukan Tembok: Refleksi Jujur Seorang Guru

Saya yakin, curhatan ini tidak hanya mewakili satu atau dua guru, melainkan ribuan pendidik di seluruh penjuru negeri. Curhatan tentang murid-murid yang "sulit diatur, susah dimotivasi, dan terus-terusan asyik dengan gawai." Perasaan lelah, makan hati, dan marah yang seolah menjadi rutinitas harian.
Ironisnya, saat mendengar curhatan itu, saya sendiri sering berpikir, "Kalau mereka curhat ke saya, saya curhat ke siapa?" Sebab, saya pun mengalami hal yang sama. Bahkan, lebih parah. Ada momen di mana saya kehilangan kontrol diri, membentak, dan menggebrak meja, berharap anak-anak akan patuh karena takut. Namun, alih-alih dihormati, saya justru merasa merendahkan diri. Rasanya seperti mengemis rasa hormat yang sejatinya tak bisa didapat dengan paksaan.
Penyesalan selalu datang setelah amarah mereda. "Kenapa tadi harus bentak? Kenapa tidak bisa mengendalikan emosi?" Padahal, kita selalu menuntut diri untuk menjadi teladan, sabar, dan bijaksana. Tapi ya, kita manusia. Guru juga punya batas kesabaran.
Namun, sebuah pencerahan datang dari teori magic ratio 1:5 milik John Gottman, seorang pakar psikologi hubungan. Menurutnya, satu tindakan negatif yang kita lakukan, seperti bentakan atau sindiran, butuh lima kali lipat tindakan positif untuk bisa memperbaiki hubungan yang rusak. Satu bentakan sama dengan lima kali kebaikan. Satu hardikan sama dengan lima kali senyum, apresiasi, atau ucapan yang membangun kepercayaan. Jika tidak, bentakan itu akan membekas di hati murid, layaknya tato yang sulit dihilangkan.
Saya mencoba menerapkan teori ini. Setiap kali saya lepas kendali, saya tahu saya harus "membayar utang" itu lima kali lipat. Saya mulai dari hal-hal kecil: tersenyum lebih dulu, menyapa, memberikan apresiasi, dan menunjukkan bahwa saya percaya pada mereka. Perlahan, hubungan yang sempat retak kembali membaik. Murid yang tadinya tertutup, akhirnya mulai terbuka.
Tentu saja, kondisi setiap murid dan guru berbeda. Namun, satu hal penting yang saya pelajari adalah: bentakan itu ibarat api, dan anak-anak adalah kertas. Sekali terbakar, kertas tidak akan pernah kembali putih bersih. Dibutuhkan upaya ekstra untuk membuatnya mau kembali menerima kita.
Kita sering lupa, kita menuntut anak-anak untuk menghormati kita, tetapi kadang kita lupa bagaimana rasanya menjadi mereka. Kunci dari rasa hormat bukanlah intimidasi, melainkan dibangun melalui kebaikan, yang jauh lebih banyak dari kesalahan kita.
Mungkin, selama ini kita terlalu bangga saat berhasil membuat kelas hening karena ketakutan. Padahal, esensi dari menjadi guru adalah menciptakan ruang yang aman bagi murid, bukan ruang yang kosong dan sunyi.
Bentakan itu murah, semua orang bisa melakukannya. Tapi membangun kembali kepercayaan setelah marah? Itu adalah investasi lima kali lipat yang akan menentukan bagaimana kita akan dikenang. Apakah sebagai guru yang meninggalkan trauma, atau sebagai guru yang mengajarkan tentang makna kemanusiaan?
Jadi, ketika ada yang bilang, "Anak-anak sekarang susah diatur," mungkin jawaban yang paling jujur bukanlah "iya, mereka susah," melainkan: "Iya, mungkin kita yang belum memberikan lima kali kebaikan setelah satu kali kebablasan."
Sumber : Grup Wa GSM Kab. Purbalingga

Read More »
25 August | 0komentar

Keutamaan Qiyamul Lail: Membuka Pintu-Pintu Kebaikan dan Menguatkan Iman

Pada hari Ahad Pon, 24 Agustus 2025, Ustadz Retno Ahmad Pujiono, Lc., menyampaikan tausiyah yang mendalam mengenai keutamaan qiyamul lail dan kaitannya dengan semangat kemerdekaan Indonesia. Beliau mengawali dengan mengingatkan bahwa 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, hari Jumat Manis. Beliau menyoroti signifikansi tanggal tersebut, yang dipilih karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Angka 17 juga memiliki makna khusus dalam Islam, identik dengan tanggal diturunkannya Al-Qur'an dan jumlah rakaat shalat fardhu dalam sehari.

Perbedaan Qiyamul Lail dan Tahajud
Ustadz Retno menjelaskan bahwa qiyamul lail dan tahajud sering dianggap sama, padahal memiliki makna yang berbeda.
Qiyamul Lail adalah istilah yang lebih umum, mencakup segala aktivitas untuk "menghidupkan malam" dengan mengingat Allah. Ini tidak hanya terbatas pada shalat, tetapi juga bisa berupa membaca Al-Qur'an, bersedekah di malam hari, merenung (tafakkur), dan ibadah lainnya di masjid.
Tahajud adalah bentuk shalat malam yang lebih spesifik, yaitu shalat yang dilakukan setelah seseorang tidur terlebih dahulu.

Fadilah-Fadilah Qiyamul Lail
Ustadz Retno menguraikan beberapa keutamaan (fadilah) dari qiyamul lail, yang semuanya merupakan pintu-pintu kebaikan bagi seorang Muslim.
1. Pembuka Pintu Kebaikan
Beliau mengutip sebuah hadits di mana Rasulullah ﷺ menunjukkan Mu'adz bin Jabal tentang pintu-pintu kebaikan. Hadits tersebut menyebutkan tiga amalan utama: puasa sebagai perisai, sedekah yang dapat memadamkan kemaksiatan, dan shalat malam yang membuka pintu-pintu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. As-Sajadah, "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya," yang menggambarkan betapa orang-orang yang dekat dengan Allah rela meninggalkan kenyamanan tidur demi beribadah.
Shalat malam adalah bentuk pengakuan atas dosa dan kelalaian kita. Sebagai balasannya, Allah akan memberikan kenikmatan yang begitu besar di surga kelak, yang akan membuat mata kita terbelalak saking gembiranya. Amalan yang dilakukan secara rahasia ini akan dibalas dengan pahala yang juga dirahasiakan oleh Allah, membuat hamba-Nya terkejut dengan kebahagiaan yang tak terduga.
2. Jalan Menuju Surga dan Terhindar dari Neraka
Ustadz Retno mengisahkan seorang hamba yang terakhir keluar dari neraka dan akhirnya masuk surga karena rahmat Allah. Meskipun pada awalnya hanya berada di pinggir surga, keinginannya untuk mendapatkan yang lebih baik mendorongnya untuk terus berdoa. Ini menunjukkan bahwa meskipun kenikmatan surga sudah terbayang, tabiat manusia adalah selalu menginginkan yang terbaik.
Qiyamul lail juga merupakan salah satu ciri dari hamba-hamba yang beribadah dengan ihsan, seolah-olah mereka melihat Allah. Mereka menghidupkan malam dengan shalat dan tilawah Al-Qur'an.
Ustadz Retno mengingatkan bahwa banyak orang yang mengetahui betapa mengerikannya siksa neraka, namun justru lebih memilih tidur daripada beribadah. Padahal, shalat tahajud adalah amalan para wali Allah.
Selain manfaat spiritual, tahajud juga memiliki manfaat fisik. Ustadz Retno menyebutkan bahwa tahajud dapat membuat badan lebih sehat. Beliau mengaitkannya dengan para sahabat Nabi yang dikenal sangat sehat dan kuat saat berperang melawan musuh Islam, yang tidak lepas dari kebiasaan mereka menghidupkan malam dengan ibadah.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari tausiyah Ustadz Retno Ahmad Pujiono, Lc., dan semakin termotivasi untuk menghidupkan malam dengan qiyamul lail.





Read More »
25 August | 0komentar

Mengubah Absensi Manual Menjadi Digital dengan Teknologi Pengenalan Wajah

Presensi berbasis Pengenalan Wajah

Saat ini, SMK Negeri 1 Bukateja telah mengadopsi sebuah terobosan inovatif dalam administrasi sekolah dengan menerapkan sistem e-presensi verifikasi wajah berbasis Android. Langkah ini merupakan bagian dari upaya sekolah untuk mewujudkan administrasi yang paperless, efisien, dan modern. Dengan sistem ini, seluruh proses absensi siswa kini terintegrasi secara digital, mengurangi penggunaan kertas, dan meningkatkan akurasi data.
Sebelumnya, pencatatan presensi siswa dilakukan secara manual, yang sering kali memakan waktu dan berpotensi menimbulkan kesalahan data. Kini, dengan sistem e-presensi, prosesnya menjadi jauh lebih cepat dan akurat. Siswa hanya perlu menggunakan ponsel Android mereka untuk melakukan verifikasi wajah saat tiba di sekolah dan saat pulang. Teknologi pengenalan wajah memastikan bahwa setiap presensi benar-benar dilakukan oleh siswa yang bersangkutan, sehingga tidak ada lagi praktik titip absen atau manipulasi data.
Sistem ini tidak hanya mencatat waktu masuk dan pulang, tetapi juga secara otomatis merekam setiap detail presensi siswa dalam basis data digital. Guru dan staf tata usaha dapat memantau data kehadiran secara real-time melalui dasbor yang terpusat. Hal ini mempermudah proses rekapitulasi absensi bulanan atau semesteran, yang sebelumnya memerlukan banyak waktu dan tenaga.
Selain e-presensi, SMK Negeri 1 Bukateja juga mengoptimalkan administrasi paperless melalui sebuah aplikasi bernama SISTER, yang dapat diakses melalui alamat www.sister.smkn1bukateja.sch.id. Aplikasi ini berfungsi sebagai pusat administrasi terpadu yang tidak hanya menangani presensi, tetapi juga perizinan siswa. Siswa yang tidak dapat hadir karena alasan sakit atau keperluan lainnya kini tidak perlu lagi membawa surat fisik. Cukup dengan mengunggah surat izin atau surat keterangan sakit melalui aplikasi SISTER, izin mereka akan langsung terverifikasi oleh pihak sekolah. Proses ini tidak hanya mempermudah siswa dan orang tua, tetapi juga memastikan bahwa semua dokumen perizinan tersimpan dengan aman secara digital dan mudah diakses oleh pihak sekolah kapan pun diperlukan. 
Penerapan sistem e-presensi dan aplikasi SISTER ini membawa berbagai manfaat signifikan bagi seluruh warga sekolah: 
  • Efisiensi Waktu dan Tenaga: Mengurangi beban kerja administrasi yang sebelumnya bersifat manual, sehingga staf dapat fokus pada tugas-tugas lain yang lebih strategis. 
  • Akurasi Data: Teknologi verifikasi wajah dan sistem digital menghilangkan potensi kesalahan manusia dan manipulasi data presensi. 
  • Ramah Lingkungan: Pengurangan penggunaan kertas secara drastis mendukung inisiatif sekolah untuk menjadi institusi yang lebih ramah lingkungan. 
  • Transparansi Informasi: Data kehadiran dan perizinan dapat diakses dengan mudah, memberikan transparansi bagi siswa, orang tua, dan guru. 
Dengan langkah-langkah inovatif ini, SMK Negeri 1 Bukateja tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga mendidik siswa untuk beradaptasi dengan teknologi digital, mempersiapkan mereka untuk dunia kerja yang semakin modern.

Read More »
14 August | 0komentar

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti

Umroh 2017
Di tengah derasnya arus teknologi, mengajar bukan lagi sekadar menyampaikan materi. Tantangannya semakin kompleks, tetapi kabar baiknya, potensinya juga semakin besar. Jika Anda merasa ingin selalu selangkah lebih maju dan penasaran dengan rahasia guru-guru yang selalu efektif, artikel ini adalah jawabannya.
Kami memahami betapa berharganya setiap detik bagi seorang guru. Waktu adalah aset paling berharga, dan kami tahu Anda ingin bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Artikel ini akan membongkar strategi rahasia bagaimana para pendidik modern bisa melakukannya, terutama dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Mengapa AI Penting bagi Guru?
Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar wacana futuristik, melainkan alat praktis yang siap membantu Anda. AI dapat mengambil alih tugas-tugas administratif yang memakan banyak waktu, seperti menyusun materi, membuat soal, atau bahkan memberikan umpan balik awal. Dengan begitu, Anda bisa fokus pada hal yang paling penting: berinteraksi langsung dengan siswa, memahami kebutuhan mereka, dan menciptakan pengalaman belajar yang personal.

Membangun Kekuatan Mengajar Anda dengan AI
Bagaimana AI dapat membantu Anda menjadi guru yang lebih efektif? Berikut beberapa rahasia yang perlu Anda ketahui:
  • Menciptakan Materi Ajar Super Menarik dalam Waktu Singkat: Bayangkan Anda bisa membuat presentasi interaktif, video pendek, atau kuis yang menarik hanya dalam hitungan menit. Alat AI generatif dapat membantu membuat draf materi, menyusun narasi, atau bahkan mengubah format materi yang sudah ada menjadi lebih menarik dan mudah dicerna oleh siswa. 
  • Merancang Soal dan Penilaian yang Tepat Sasaran: Membuat soal yang variatif dan efektif seringkali memakan waktu. Dengan AI, Anda bisa dengan mudah membuat bank soal, merancang penilaian formatif yang personal, dan mendapatkan analisis cepat tentang pemahaman siswa. Ini memungkinkan Anda untuk segera menyesuaikan metode pengajaran agar lebih tepat sasaran. 
  • Menghadirkan Ide-Ide Pembelajaran Inovatif dan Personal: Setiap siswa unik, dan AI dapat membantu Anda memenuhi kebutuhan mereka. Alat-alat AI bisa menganalisis gaya belajar siswa dan menyarankan pendekatan yang berbeda. Anda bisa menciptakan skenario pembelajaran berbasis proyek yang lebih mendalam atau memberikan bimbingan personal yang disesuaikan dengan kemajuan setiap individu. 
  • Memangkas Drastis Waktu Persiapan Mengajar: Bayangkan waktu yang Anda habiskan untuk merencanakan RPP, mencari sumber materi, atau bahkan hanya sekadar menyalin catatan. AI dapat mengambil alih tugas-tugas ini, memberikan Anda lebih banyak ruang untuk berpikir kreatif, merancang aktivitas yang lebih bermakna, dan tentu saja, meluangkan waktu untuk pengembangan diri. 

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti
Sangat penting untuk ditekankan bahwa AI tidak akan menggantikan peran guru. Sebaliknya, AI adalah partner Anda, sebuah alat canggih yang dirancang untuk memperkuat kemampuan Anda. Dengan memanfaatkan AI, Anda tidak hanya menjadi guru yang efektif, tetapi juga guru yang visioner, siap menghadapi tantangan masa depan, dan terus menginspirasi siswa dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.
Ini bukan sekadar teori. Saat ini, sudah banyak alat-alat AI yang tersedia dan dapat Anda coba. Masing-masing dirancang untuk mengubah cara Anda berinteraksi dengan kurikulum dan siswa, membuka pintu menuju pengalaman mengajar yang lebih bermakna dan efisien.

Read More »
02 August | 0komentar