Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query Pembelajaran Kontekstual. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query Pembelajaran Kontekstual. Sort by date Show all posts

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Mengaitkan Pembelajaran dengan contoh di lapangan

Model pembelajaran digunakan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan metode dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Arends (dalam Suprijono, 2009: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Suprijono (2009: 79) CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperolah dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar Nurhadi (dalam Muslich, 2011: 41).
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalahmasalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga warga negara, siswa dan tenaga kerja (Trianto, 2009: 105). Sanjaya (2006: 109) CTL adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata yang saling terhubung dan terjadi disekitar siswa sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang dipelajari dan mengambil manfaatnya serta dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Karakteristik CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Muslich (2011: 42) karakteristik pembelajaran dengan model pembelajaran CTL sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Sedangkan menurut Sanjana, 2013 ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis CTL yaitu :
1) Pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada.
2) Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (Acquiring Knowledge).
3) Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge).
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying Knowledge).
5) Melakukan refleksi (Reflecting Knowledge). 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan karakteristik pembelajaran CTL adalah pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik dengan menggali pengetahuan siswa, memberikan tugas-tugas yang bermakna, membentuk kelompok untuk menciptakan kerjasama antar siswa, dan mencipatkan pembelajaran yang menyenangkan dengan memberikan pengalaman yang bermakna.

Komponen Model CTL
Trianto (2009: 107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) inkuiri (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic assessment).
Muslich (2011: 44) menyatakan setiap komponen utama pembelajaran CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1) Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme yaitu pengetahuan yang dibangun sedikit demi sedikit melalui sebuah proses.
2) Bertanya (questioning) Bertanya yaitu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Kegiatan bertanya penting untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
3) Inkuiri (inquiry) Inkuiri merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
4) Masyarakat Belajar (learning community) Masyarakat belajar yaitu hasil belajar yang diperoleh dari kejasama dengan orang lain. Dalam praktiknya ”masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
5) Permodelan (modeling) Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh model nyata. Dalam penerapannya guru mencontohkan dengan menggunakan alat bantu.
6) Refleksi (reflection) Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisasi kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
7) Penilaian Autentik (authentic assessment) Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik.

Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh komponen dalam pembelajaran CTL yaitu konstruksivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).


Langkah-Langkah Pembelajaran CTL

Pelaksanaan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran CTL dapat dilaksanakan dengan baik apabila memperhatikan langkahlangkah yang tepat (Trianto, 2009: 107) secara garis besar, mengemukakan langkah-langkah pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :
1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang dipilih secara acak dengan menciptakan masyarakat belajar serta menemukan sendiri dan mendapatkan keterampilan baru dan pengetahuan baru.
2) Siswa membaca dan mengidentifikasi LKS serta media yang diberikan oleh guru untuk menemukan pengetahuan baru dan menambah pengalaman siswa.
3) Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusi dan kelompok lain diberi kesempatan mengomentari.
4) Guru memberikan tes formatif secara individual yang mencakup semua materi yang telah dipelajari.

Indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu siswa diharapkan mampu
(a) saling bekerja sama dalam diskusi atau belajar kelompok,
(b) membaca dan mempelajari materi yang diberikan guru untuk menemukan informasi,
(c) bertanggung jawab atas materi yang mereka pelajari dan juga bertanggung jawab untuk menyampaikan hasil diskusi,
(d) mengerjakan tes formatif secara individual yang mencakup semua materi yang telah dipelajari.

Read More »
13 June | 6komentar

IHT Pembelajaran Guru di Sekolah


Dalam rangka melaksanakan Program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) SMK Negeri 1 Bukateja menyelenggarakan kegiatan optimalisasi penyelenggaran pembelajaran berbasis Dunia Kerja/Industri Salah satu prgram keagiatan adalah IHT (In House Training). Pada IHT ini mengundang narasumber dari Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya. Yogyakarta bersama Bp. Drs. Rahayu Windarto,MM. yang dilaksanakan selama 3 Hari.
Pemerintah telah menetapkan Capaian Pembelajaran yang menjadi rujukan utama dalam pengembangan rancangan pembelajaran, khususnya untuk kegiatan intrakurikuler1. Panduan ini memfasilitasi proses berpikir dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dimulai dari menganalisis capaian pembelajaran , tujuan pembelajaran mengembangkan alur tujuan pembelajaran, modul ajar, serta asesmen pada awal pembelajaran dan pembelajaran terdiferensiasi. Dokumen ini juga memuat perencanaan serta pelaksanaan asesmen yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan, dan pelaporan hasil penilaian atau asesmen. PPA difokuskan untuk pembelajaran dan asesmen intrakurikuler, sedangkan panduan untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila disampaikan dalam dokumen terpisah.
Pembelajaran dapat diawali dengan proses perencanaan asesmen dan perencanaan pembelajaran. Pendidik perlu merancang asesmen yang dilaksanakan pada awal pembelajaran, pada saat pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran. Perencanaan asesmen, terutama pada asesmen awal pembelajaran sangat perlu dilakukan karena untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, dan hasilnya digunakan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian peserta didik. Perencanaan pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan asesmen pembelajaran yang disusun dalam bentuk dokumen yang fleksibel, sederhana, dan kontekstual. 
Tujuan Pembelajaran disusun dari Capaian Pembelajaran dengan mempertimbangkan kekhasan dan karakteristik Satuan Pendidikan. Pendidik juga harus memastikan tujuan pembelajaran sudah sesuai dengan tahapan dan kebutuhan peserta didik. Proses selanjutnya adalah pelaksanaan pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman belajar yang berkualitas, interaktif, dan kontekstual. 
Pada siklus ini, pendidik diharapkan dapat menyelenggarakan pembelajaran yang : (1) interaktif; (2) inspiratif; (3) menyenangkan; (4) menantang; (5) memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif; dan (6) memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik (akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab V). Sepanjang proses pembelajaran, pendidik dapat mengadakan asesmen formatif untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran sudah dicapai oleh peserta didik. 
Tahapan selanjutnya adalah proses asesmen pembelajaran. Asesmen pembelajaran diharapkan dapat mengukur aspek yang seharusnya diukur dan bersifat holistik. Asesmen dapat berupa formatif dan sumatif. Asesmen formatif dapat berupa asesmen pada awal pembelajaran dan asesmen pada saat pembelajaran. Asesmen pada awal pembelajaran digunakan mendukung pembelajaran terdiferensiasi sehingga peserta didik dapat memperoleh pembelajaran sesuai dengan yang mereka butuhkan. Sementara, asesmen formatif pada saat pembelajaran dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan refleksi terhadap keseluruhan proses belajar yang dapat dijadikan acuan untuk perencanaan pembelajaran dan melakukan revisi apabila diperlukan. Apabila peserta didik dirasa telah mencapai tujuan pembelajaran, maka pendidik dapat meneruskan pada tujuan pembelajaran berikutnya. Namun, apabila tujuan pembelajaran belum tercapai, pendidik perlu melakukan penguatan terlebih dahulu. Selanjutnya, pendidik perlu mengadakan asesmen sumatif untuk memastikan ketercapaian dari keseluruhan tujuan pembelajaran. Ketiga tahapan ini akan terus berlangsung dalam bentuk siklus seperti gambar di atas. 
Dalam prosesnya, pendidik dapat melakukan refleksi, baik dilakukan secara pribadi maupun dengan bantuan kolega pendidik, kepala satuan pendidikan, atau pengawas sekolah. Oleh karena itu, proses pembelajaran dan asesmen merupakan satu kesatuan yang bermuara untuk membantu keberhasilan peserta didik di dalam kelas. Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis. Namun demikian, untuk memastikan proses pembelajaran dan asesmen berjalan dengan baik, Pemerintah menetapkan Prinsip Pembelajaran dan Asesmen. 
Prinsip pembelajaran dan prinsip asesmen diharapkan dapat memandu pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna agar peserta didik lebih kreatif, berpikir kritis, dan inovatif. 





Read More »
17 October | 0komentar

Jurnal Refleki Dwimingguan Modul 2.1 : Pembelajaran Berdiferensiasi

Konsisten dengan model 4F dalam membuat Jurnal Refleksi Dwi mingguan yaitu: 
1. Fact ( Peristiwa) 
2. Feelin(Perasaan) 
3. Finding(Pembelajaran) 
4. Future( Penerapan) 
Tentang semua hal yang telah dipelajari dalam modul ini. Saya akan mencoba merefleksikan kembali materi dalam modul 2.1 dan merefleksikan hasil dari kegiatan yang ada di LMS. Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media untuk mengungkapkan perasaan saya, gagasan dan praktik baik yang sudah saya lakukan. 
Mencoba merfekleksikan pembelajaran dan aktivitasnya yang telah saya lakukan dan lewati setiap langkahnya di Learning Mangement System(LMS). Dalam minggu ini ada beberapa aktivitas pembelajaran yang harus saya kerjakan. Pertama diawali dengan Test Awal Paket Modul 2.1 kemudian dilanjutkan dengan aktivitas pembelajaran. 
Modul 2.1.a.3 yaitu: Mulai dari Diri 
Modul 2.1.a. 4 yaitu Eksplorasi Konsep 
Modul 2.1 a. 5.1 yaitu tentang Ruang Kolaborasi 
Modul 2.1.a 5.2 yaitu tentang Ruang Kolaborasi 2 Google meet 
Modul 2.1.a.6 yaitu Refleksi Terbimbing 
Modul 2.1.a.7 yaitu tentang Demonstari Kontekstual


1. Facts (Peristiwa)
Aktivitas pertama yaitu dengan melakukan Test Awal Modul 2. Setiap memulai modul saya melaksanakan tes awal paket modul 2 dilanjutkan dengan pembelajaran di LMS dimulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolborasi 1 dan 2. Yang pertama adalah diskusi Bersama kelompok keesokan harinya dilanjutkan dengn Ruang kolaborasi 2 kami harus mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang kasus dalam skenario yang diberikan. Kami mempresentasikan materi Pembelajaran Berdiferensiasi jenjang skenario SMP. Banyak sekali manfaat dari diskusi ini menjadi saya menambah wawasan, ilmu dan pengalaman. Saya jadi mengetahui bagaimana mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi ke dalam sebuah RPP sesuai mata pelajaran yang kita ampu, sehingga dapat mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik. 
Pertanyaan pemantik yang makin memperkuat kami meningkatkan pemahaman terkait pembelajaran berdiferensiasi. Di aktivitas ini tidak ada hambatan yang dirasakan karena di sesi ini bagaimana CGP menggali lebih dalam konsep pembelajaran berdiferensiasi. Aktivitas berikutnya yaitu demonstrasi kontekstual. Di aktivitas ini kami diminta membuat Rencana pembelajaran berdiferensiasi dan mengevaluasi efektivitas RPP yang dibuat oleh sesama rekan CGP. Disini, saya membuat RPP berdiferensiasi dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik ditinjau dari Profil Belajarnya.
Dalam mempelajari modul 2.1 ini merupakan serangkaian kelanjutan dari modul sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kegiatan ini diawali dengan Pre Test tanggal 30 Oktober 2022. Kegiatan ini menggunakan alur MERDEKA yaitu, Mulai dari diri sendiri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elabborasi pemahaman, Koneksi Antar materi dan Aksi nyata.
Kegiatan pertama setelah pre test adalah Mulai dari diri yang merupakan langkah awal untuk mempersiapkan diri menerima ilmu pengetahuan baru pada modul 2.1, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Eksplorasi Konsep tentang pemikiran kita seperti apa terhadap modul 2.1 yang kita pelajari, Berdiskusi dengan CGP lainnya dalam Ruang Kolaborasi untuk menemukan kesamaan persepsi serta saling memberikan masukan yang konstruktif dalam menyusun pembelajaran berdiferensiasi. 
Saya bersama teman di kelompok berdiskusi tentang skenario jenjang SMP dan kami buat dalam power point. Keesokan harinya saya dan tim dalam kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok, dan mendapatkan umpan balik baik dari teman di kelompok lain maupun dari Fasilitator. Dari hasil umpan balik kami rapikan kembali hasil diskusi dalam power point kami. Setelah rapi kami upload di LMS masing masing sebelum tenggat waktu. Setelah itu kami mengikuti Elaborasi Pemahaman dari narasumber hebat, mendapatkan ilmu dan pemantapan materi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi. Setelah elaborasi pemahaman kami memnuat Demonstrasi Kontekstual dalam materi pembelajaran berdiferensiasi berupa RPP mapel yang berdiferensiasi. Setelah demonstrasi kontekstual kami akan mengaitkan materi dalam setiap bagian modul dengan KOneksi Antar Materi. Stelah koneksi Antar materi (KAN) maka akan kami lanjutkan dengan membuat Aksi Nyata.
2. PERASAAN/FEELING
Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi membuat saya merasa sangat senang namun penasaran karena harus memperhatikan semua kebutuhan murid yang tentu satu sama lain berbeda kebutuhan. Selama ini saya hanya berfokus pada ketercapaian materi kurikulum, sehingga harus harus mengejar ketuntasan belajar. dampak yang ada adalah belum semua murid dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya dan ada sedikit pengabaian tentang ternyata banyak keberagaman kebutuhan belajar murid dalam satu kelas. Hal ini tentunya harus kita kaitkan dengan nilai-nilai Filososfi Pendidikan menurut KH Dewantara bahwa belajar adalah menuntun murid untuk mencapai tujuan belajar dan dalam mencapai tujuan belajar tersebut diharapkan guru dapat menuntun murid dengan berbagai macama cara atau metode yang sesuai dengan kebutuhan murid. Saya sangat senang dan lebih memahami menjadi tahu dalam menyusun RPP dengan pembelajaran berdiferensiasi., saya sangat bahagia bisa Menyusun langkah-langkah pembelajran untuk menyelaraskan dengan karakteristik murid. Banyak hal yang saya dapatkan dari pelatihan ini dan siap saya terapkan di kelas serta berbagi dengan reksn sejawat dan disekolah ataupun lingkup yang lebih luas lagi.
3. Findings (Pembelajaran)
Pembelajaran berdiferensiasi itu dibuat agar para guru dapat melaksanakan pembelajaran yang mampu untuk mengakomodir semua kebutuhan belajar murid. Guru harus mampu untuk memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan murid. Tentu dalam mememnuhi kebutuhan murid ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti : 1. Kesiapan belajar (Readiness) 2. Minat belajar 3. Profil belajar murid. Kemudian dalam pembelajaran berdiferensiasi kita juga harus memperhatikan beberapa strategi antara lain: 1. Diferensiasi proses 2. Diferensiasi konten 3. Diferensiasi produk Dalam proses penilaian , guru menggunakan penilaian berjenjang, dengan harapannya semua murid memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga murid akan mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman dalam proses pembelajaran. Kali ini saya mendapatkan pelajaran tentang bagaimana kita menyiapkan pembelajaran dengan model berdiferensiasi. Dan tentu saja ini sangat bermanfaat agar semua kebutuhan murid minimal dapat kita akomodir.
4. Future ( Penerapan)
Dalam modul ini, saya belajar untuk lebih memperhatikan kompetensi saya dalam memilih aktivitas belajar yang sesuai dengan gaya belajar murid. Hal ini tentu untuk menghindari dari pengalaman be3lajar yang kurang tepat, kurang berpihak pada murid dan kuang menyenankan. mencoba terapkan di kelas dan imbaskan kepada rekan sejawat di sekolah bahkan di lingkup yang lebih luas sehingga harapan saya semua guru dapat mengetahui seperti apa itu penvelajaran berdiferensiasi dan bagaimanakah penerapannya di kelas dalam pembelajaran. Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat terlaksana dengan baik dan efektif, maka perlu dilakukan pemetaan kebutuhan belajar murid yaitu berdasarkan kesiapan murid, minat murid dan profil belajar murid. Penilaian ini dilakukan yaitu dengan asesemen diagnostik non kogitif. 
Data pemetaan ini dapat diperoleh dari data tahun lalu atau pada semester sebelumnya. Bisa melalui angket, soal pilhan ganda, wawancara, pengamatan dan lainnya sessama rekan guru dan wali murid. Bagi saya ini merupakan materi yang sangat baik agar dapat kami terapkan di sekolah, berbagi dengan rekan guru ataupun dengan murid baik disekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses ini tentu saja saya akan belajar dan terus belajar. Semoga saya dapat terus berkontribusi dalam memajukan dunia pendidikan ke arah byang lebih maju lagi sehingga kita dapat mempersiapkan murid menjadi pemimpin.

Read More »
25 August | 0komentar

Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Penjelasan Sebelum Pelaksanaan Project Based Learning (2017)
Goodman dan Stivers (2010) mendefinisikan Project Based Learning (PjBL)merupakan pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok. Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. 
Pengalaman belajar peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam proses pembelajaran berbasis proyek. 
Grant (2002) mendefinisikan project based learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Peserta didik secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan. 
Sedangkan Made Wena (dalam Lestari, 2015: 14) menyatakan bahwa model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja secara mandiri.
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (PjBL) menciptakan lingkungan belajar "konstruktivis" dimana peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri dan pendidik menjadi fasilitator. (Goodman dan Stivers, 2010).

Kenapa Project Based Learning?
Karakteristik model Project-based Learning diantaranya yaitu peserta didik dihadapkan pada permasalahan konkret, mencari solusi, dan mengerjakan projek dalam tim untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada model PjBL peserta didik tidak hanya memahami konten, tetapi juga menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan berperan di masyarakat. Keterampilan yang ditumbukan dalam PjBl diantaranya keterampilan komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis. 
Penilian kinerja pada PjBL dapat dilakukan secara individual dengan memperhitungkan kualitas produk yang dihasilkan, kedalaman pemahaman konten yang ditunjukkan, dan kontribusi yang diberikan pada proses realisasi proyek yang sedang berlangsung. PjBL juga memungkinkan peserta didik untuk merefleksikan ide dan pendapat mereka sendiri, dan membuat keputusan yang mempengaruhi hasil proyek dan proses pembelajaran secara umum, dan mempresentasikan hasil akhir produk.

Global SchoolNet (2000) dalam Nurohman melaporkan hasil penelitian the AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 
  2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, 
  3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, 
  4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, 
  5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, 
  6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan,
  7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, 
  8. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global SchoolNet, 2000)
Keunggulan 
Keunggulan penerapan model project based learning yaitu: “(1) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu dihargai; (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah; (3) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (4) meningkatkan kolaborasi: (5) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi; (6) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber; (7) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; (8) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata; (9) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata; (10) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran” (Kurniasih dalam Nurfitriyani, 2016)

Kapan Model Project Based Learning dapat diterapkan?
Model pembelajaran ini dapat digunakan ketika pendidik ingin mengkondisikan pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta didik dimana peserta didik memiliki pengalaman belajar yang lebih menarik dan menghasilkan sebuah karya berdasarkan permasalahan nyata (kontekstual) yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan ketika pendidik ingin lebih menekankan pada keterampilan sains yaitu pada kegiatan mengamati, menggunakan alat dan bahan, menginterpretasikan, merencanakan proyek, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan berkomunikasi dengan baik. 
Selain itu pendidik juga dapat menggunakan model PjBL ketika ingin mengembangkan kemampuan berfikir kreatif peserta didik dalam merancang dan membuat sebuah proyek yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan secara sistematis. Sehingga model PjBL ini dapat membudayakan berpikir tingkat tinggi (high order thinking/HOT) dalam mengimplementasikan pembelajaran saintifik (Mengamati, Mengasosiasi, Mencoba, Mendiskusikan, dan Mengkomunikasikan) serta pembelajaran abad 21 (4C: Critical thinking, Collaboration, Creative, Communication).


Diagram tahapan dalam pelaksanaan Project Based Learning

Bagaimana karakteristik materi pembelajaran yang sesuai dalam penerapan Model Project Based learning? 
  • Seperti yang sudah di uraikan bahwa model Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada keterampilan proses sains dan berkaitan dengan kehidupan nyata atau sehari-hari sehingga karakteristik materi yang sesuai dalam penerapan model Project Based learning ini yaitu: 
  • Memiliki kompetensi dasar yang lebih menekankan pada aspek keterampilan atau pengetahuan pada tingkat penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi (memodifikasi, mencoba, membuat, menggunakan, mengoperasikan, memproduksi, merekonstruksi, mendemonstrasikan, menciptakan, merancang,menguji, dll ) 
  • Dapat menghasilkan sebuah produk 
  • Memiliki keterkaitan dengan permasalahan nyata atau kehidupan sehari-hari
Alur Pembelajaran (Learning Path) Model Project Based Learning
Menurut Educational Technology Division-Ministry of Education Malaysia (2006) terdapat 6 langkah agar pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek ini berhasil yaitu dengan mempersiapkan pertanyaan penting terkait suatu topik maeri yang akan dipelajari, membuat rencana proyek, membuat jadwal, memonitor pelaksaan pembelajaran berbasis proyek (PBL), melakukan penilaian, dan valuasi pembelajaran berbasis proyek (PBL).

Menurut Rais dalam Lestari (2015) langkah-langkah model pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut: 
  1. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. 
  2. Merencanakan proyek (design a plan for the project). Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pendidik dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung, serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek. 
  3. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktupenyelesaian proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu yang baru, akan tetapi pendidik juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas peserta didik melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga pendidik meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas. 
  4. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of the project). Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta didik. Pendidik mengajarkan kepada peserta didik bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik dapat memilih perannya masing masing dengan tidak mengesampingkan kepentingan kelompok. 
  5. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome). Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain secara bergantian. 
  6. Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut ini diagram tahapan dalam pelaksanaan Project Based Learning

Read More »
13 June | 8komentar

Pembelajaran Mendalam

Indonesia menghadapi berbagai tantangan, baik pada saat ini maupun saat masa depan, yang tidak pasti, tidak menentu, kompleks, ambigu, dan sulit diprediksi. Tantangan-tantangan tersebut hanya dapat dijawab melalui transformasi pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu dan merata untuk semua melalui pembelajaran yang bermakna misalnya.
Tantangan internal pendidikan Indonesia terletak pada krisis pembelajaran yang berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran meskipun akses pendidikan dasar dan menengah sudah cukup baik. Pendekatan pembelajaran yang tidak efektif berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik Indonesia, seperti yang tercermin dalam hasil PISA. Literasi dan numerasi yang masih rendah terjadi karena terdapat kesenjangan efektivitas pembelajaran di sekolah yang belum memberi kesempatan luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Tantangan lain yaitu kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan agar guru memiliki pola pikir yang bertumbuh (growth mindset). Selain itu, beban kerja guru yang sangat berat dan lebih banyak berkaitan dengan tugas administratif mengurangi fokus mereka pada peran utama sebagai pendidik.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, sistem pendidikan nasional Indonesia perlu ditransformasi secara terstruktur, sistemik dan masif. Melanjutkan praktik pembelajaran seperti saat ini akan sulit meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, transformasi pendidikan merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lebih lama lagi, atau sangat kritis dan sangat urgen. Berdasar praktik di berbagai negara, transformasi pendidikan nasional yang efektif bukan top-down, tetapi bottom-up, dimulai dari transformasi pembelajaran di setiap ruang kelas.
Selain tantangan tersebut, Indonesia memiliki keberagaman yang merupakan modal berharga untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna. Pemanfaatan teknologi merupakan peluang akses pendidikan bagi berbagai lapisan masyarakat. Momentum Bonus Demografi 2035 dan visi Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berupaya dengan cepat dan tepat untuk mengakselerasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran, salah satunya Pembelajaran Mendalam (PM).
Untuk konteks Indonesia, PM bukan kurikulum melainkan suatu pendekatan pembelajaran. Pembelajaran Mendalam juga bukan pendekatan baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Sejak tahun 1970-an telah dikenalkan pendekatan pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), Contextual Teaching and Learning (CTL). Akan tetapi, semua pendekatan tersebut masih banyak menghadapi kendala baik dalam tataran konsep maupun implementasi. Oleh karena itu, PM berfungsi sebagai fondasi utama dalam peningkatan proses dan mutu pembelajaran.



Definisi Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.
  • Berkesadaran Pengalaman belajar peserta didik yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta didik memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan.
  • Bermakna Peserta didik dapat merasakan manfaat dan relevansi dari hal-hal yang dipelajari untuk kehidupan. Peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.
  • Menggembirakan Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Peserta didik merasa dihargai atas keterlibatan dan kontribusinya pada proses pembelajaran. Peserta didik terhubung secara emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan.
  • Olah pikir Merupakan proses pendidikan yang berfokus pada pengasahan akal budi dan kemampuan kognitif, seperti kemampuan untuk memahami, menganalisa, dan memecahkan masalah.


Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

Read More »
23 June | 0komentar

Eksplorasi Konsep Modul 2.2, Kompetensi Sosial - Emosional (KSE)

Forum Diskusi, Eksplorasi Konsep, 17 Nov 2022



Kutipan hari ini:
“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali” (Aristoteles, Filsuf)
mendiskusikan penerapan 5 KSE yang dibutuhkan dalam sebuah kasus bersama para CGP lain. Tujuan dalam diskusi adalah pengembangan gagasan dan pencapaian pemahaman bersama, sehingga dapat memperkuat pemahaman konsep yang lebih baik. Melakukan diskusi pada waktu yang telah ditentukan, mohon untuk membaca aturan untuk forum diskusi berikut ini:
Aturan forum diskusi tertulis: Sebelum kita melanjutkan sesi diskusi, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar diskusi dapat berjalan dengan efektif dan produktif: 
Setiap CGP harus menjawab pertanyaan berkaitan dengan kasus Bapak Eling. Diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman bersama penerapan kompetensi sosial dan emosional dalam suatu situasi. Sikap terbuka dan rasa ingin tahu menjadi nilai dasar dari proses diskusi ini. Membangun pendapat dengan mempertimbangkan tanggapannya terhadap respon/jawaban CGP lain.

Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 1
Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 1
Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 2
Peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 2
Kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.menerapkan pembelajaran sosial emosional guna mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak komunitas sekolah
Halaman 3
Apa KSE yang dapat diterapkan dalam kegiatan tersebut? Bagaimana kegiatan tersebut dapat membantu murid untuk mengembangkan KSE tersebut? (Kolom 2 Baris 1 adalah contoh untuk Anda)
Halaman 4
Apa KSE yang dapat diterapkan dalam kegiatan tersebut? Bagaimana kegiatan tersebut dapat membantu murid untuk mengembangkan KSE tersebut? (Kolom 2 Baris 1 adalah contoh untuk Anda).
Jawaban
2. Kesadaran diri : murid menghubungkan perasaan,pikiran dan nilai-nilai dari buku yang dibaca. 3. Kesadaran diri : Murid menceriterakan apa yang disukai selama pembelajaran,materi yang mudah dan apa yang akan dipelajari lebih lanjut; 4. Kesadaran diri : murid memberikan nilai yang diyakininya berkaitan dengan etika dalam penggunaan medsos.; Kesadaran Sosial: mempertimbangkan pendapat teman; Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab: manfaat kegiatan bagi komunitas. 5. Kesadaran diri: Menunjukan integritas dan kejujuran dalam menyelesaikan tugas-tugas; Manajemen diri: ketrampilan mengelola tugas dari guru; Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab: membuat keputusan yang masuk akal setelah menganalisis informasi. 6. Kesadaran diri: Siswa mengidentifikasi minat dan bakat dibidang seni,literasi, olah raga dll; Kesadran sosial: mengakui prestasi orang lain.
Halaman 5
Pembelajaran Sosial dan Emosional merupakan pembelajaran dalam pembentukan diri yang mengarah pada kesadaran diri, kontrol diri, dan kemampuan relasi. Pribadi yang memiliki sosial emosional yang baik akan lebih dapat bersikap profesional, mudah belajar, bersosialisasi, dan menyukai tantangan dalam bekerja.
Halaman 6
Dikelas: : Berikan instruksi kepada murid untuk mengingat Kembali dan memikirkan kejadian/ pengalaman yang pernah dialami saat mereka bekerja sama di dalam kelompok. Ajak mereka untuk memikirkan bagaimana kondisi saat diskusi kelompok berjalan dengan baik dan tidak berjalan baik. Apa perbedaan dari kedua kondisi tersebut? Alternatif kegiatan kedua adalah dengan menggunakan media video tutorial terkait diskusi untuk resolusi konflik. Sediakan video tutorial , kemudian minta murid menonton. Kemudian diskusikan dan minta murid Anda mencatat bagaimana keefektifan cara secara runtut berkaitan dengan proses kerjanya digunakan dalam video tersebut.
Halaman 7
Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit adalah bentuk pembelajaran yang kontekstual, dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Halaman 8
Sebelumnya saya berpikir bahwa kompetensi sosial dan emosional (KSE) tidak perlu dalam pembelajaran ternyata kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pembelajaran formal di ruang lingkup kelas dan sekolah dengan dikolaborasikan bersama dengan keluarga danj komunitas. tidak hanya dilingkungan.
Halaman 9
Sebelumnya saya berfikir bahwa menumbuhkan empati dapat dilakukan didalam pembelajaran ternyata dapat dikembangkan didalam kelas. Ide pembelajaran yang akan saya lakukan adalah melakukan teknik STOP.
Halaman 10
Sebelumnya saya pikir saya pikir kesadaran sosial hanya diperlukan oleh lingkungan masyarakat, ternyata kesadaran sosial penting dikembangkan di kelas-kelas. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
Halaman 11
Sebelumnya saya befikir kesadaran berelasi hanya dilakukan di lingkungan ternyata Kesadaran sosial sebagai dijelaskan dalam Keterampilan Sosial Emosional menjadi fondasi keterampilan berelasi kita karena dalam berelasi kita membutuhkan kepekaan terhadap lawan bicara kita. Sehingga perilaku yang kita tunjukan, kosa kata yang dipilih, cara kita berbicara dan pendekatan yang kita lakukan tidak akan menyinggung lawan bicara kita.
Halaman 12
Sebelumnya saya berfikir bahwa RPP hanya diperuntukan baai mana kita merancang pembelajaran tentang materi ajar kita saja ternyata dapat dikembangkan melalui RPP untuk mengajarkan pengambilan keputusan dengan POOCH. ketika kita dihadapkan pada suatu permasalahan, maka akan dapat melihat apa masalahnya dan apa penyebabnya. Lalu, menemukan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Apa saja kemungkinan yang terjadi dari sisi positif maupun negatif serta menentukan apa keputusan yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Halaman 13
KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, tujuan Kompetensi Sosial Emosional dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, serta musik, seni, dan pendidikan jasmani. Jadi kegiatan akan memudahkan dalam pelaksanaannya oleh semua guru. Integrasi KSE dalam pembelajaran dapat dilakukan dalam tahap pembelajaran yaitu pembukaan yang hangat, kegiatan inti yang melibatkan murid seperti pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan lainnya. dan bagian ke tiga adalah penutupan yang optimistik.
Halaman 14
Sebelumnya saya berfikir bahwa membuat RPP hanya untuk materi/ bentuk materi yg kita persiapan jadi Pembelajaran Sosial Emosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat: 1.Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri), 2.Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), 3.Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), 4.Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi), 5.Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Halaman 15
1. Sebelumnya saya berpikir mewujudkan kondisi kelas yang menyenangkan itu susah ternyata setelah mempelajari materi Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah kegiatan yang sangat mudah dan dilakukan bersama-sama dengan murid. 2. Ide pembelajaran baru atau menarik akan saya terapkan di kelas saya adalah mengintegrasikan emosional guru dengan murid bersama sama mewujudkan kelas yang menyenangakan dengan saling kolaborasi kerjasama. 3. Yang ingin saya perdalam lebih lanjut adalah kesadaran sosial yang menjadi menarik untuk diperdalam dan dikuatkan dalam kompetensi Sosial dan emosional. salam dan bahagia. 1. sebelumnya saya berfikir bahwa menciptakan iklim kelas dan budya sekolah lebih kepada hal fisik misalkan menciptakan ruang kelas yang indah, bersih dan nyaman, ternyata menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah juga menyangkut bagaimana interaksi antara murid dengan murid, murid dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya 2. tugas kita kita sebagai guru adalh mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah dapat diberikan melalui : pengajaran eksplisit integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah 5 kompetensi sosial dan emosional yang harus dikuasai murid adalah : kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi , dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 3. pembelajaran yang menarik yang akan saya terapkan dikelas adalah saya akan membuat RPP yang terintegrasi dengan pembelajaran sosial emosional dan pembelajaran berdiferensiasi yang berpihak pada murid
Halaman 16
Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan menjadi salah satu indikator penting dalam pembelajaran sosial emosional di sekolah. Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan selaras dengan Standar Kompetensi Pedagogik, Kepribadian dan Sosial Guru. Guru mendapatkan penguatan untuk menguasai karakteristik peserta didik dari aspek sosial, kultural emosional, serta menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, arif dan dewasa. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan belajar, berkolaborasi dan menjadi teladan. Jadi yang menjadi teladan di sekolah bagi murid - murid tidak hanya guru saja tapi tenaga kependidikan yang lain seperti staf TU, laboran, caraka dsb.
Halaman 17
(1) Menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas alasannya yakni akan semakin kuat terkait dengan KSE karena dilakukan setiap saat; (2) Menciptakan budaya mengapresiasi alasannya karena dengan kegiatan tersebut akan menguatkan KSE sebab sifat seseorang yakni akan merasa senang apabila mendpatkan apresiasi terhadap kegiatan yang dilakukannya; (3) Mengagendakan sesi berbagi praktik baik alasannya dengan kegiatan tersebut akan terjadi kolaborasi dan terdapat hal-hal yang menyenangkan sehingga akan menumbuhkan kesadaran penuh (minefull) yang kuat; (4) Mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru, alasannya yakni hal ini merupakan sesuatu yang baru dan merupakan tantangan bagi saya, selain itu pada saat rapat guru pastinya semua guru terlibat sehingga akan banyak yang merasakan penguatan KSE.
Halaman 18
langkah penguatan kompetensi yang penting bagi rekan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah saat saat ini adalah belajar dan teladan, alasannya rekan pendidik dan tenaga kependidikan perlu diberitahu dulu melalui sosialisasi tentang penguatan kompetensi sosial dan emosional di sekolah. Setelah mereka memahami apa itu PSE dan apa tujuannya maka mereka baru akan mau melakukannya. Nah untuk mendukung pelaksanaan penguatan kometensi sosial emosional perlu adanya suatu keteladanan. Setelah terbangun pemahaman bersama barulah pendidik dan tenaga kependidikan dapat berkolaborasi dalam penguatan Kompetensi sosial dan emosional. Jadi saat ini sebagai langkah awal yang dibutuhkan adalah belajar.langkah penguatan kompetensi adalah kolaborasi bagi rekan pendidik dan tenaga kependidikan disekolah saya karena dengan kolaborasi akan bisa diselesaikan sesuai harapan dan apabila ada hambatan akan diuraikan persoalan bersama sehingga mendapatkan hasil yang menyenangkan bersama. salam dan bahagia.

Read More »
02 June | 0komentar

2.1.a.4. Eksplorasi Konsep - Modul 2.1

Eksplorasi Konsep – Forum Diskusi : 3 Nov 2022


Kutipan hari ini:
“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” (Ki Hajar Dewantara)

Konsekuensi karena keberagaman siswa yang kita lakukan adalah melakukan perencanaan pembelajaran sesuai dengan karakteristik tersebut. Sehingga kita mengelola kelas juga harus berpacu dengan keberagaman tersebut.Melalui asesmen diagnostik non kognitif kita dapat mengetahu keberagaman tersebut. Ada siswa yang memiliki gaya belajar dengan teks/kontekstual, audivisual dan kinestetik dan latar belakang siswa lainnya.
Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Semua Murid Guru menyediakan lingkungan belajar agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, dan memastikan bahwa dalam prosesnya, anak-anak tersebut merasa selamat dan bahagia. Pembelajaran atau pendidikan bukan hanya milik para anak anak dari golongan yang mampu saja, namun pembelajaran milik setiap murid murid yang orangtuanya mempercayakan lingkungan pendidikan kita kepada sekolah kita, bukan hanya itu saja namun pembelajaran juga milik setiap anggota masyarakat. Semua golongan berhak menikmati pendidikan didalam dan diluar kelas. Setiap murid berhak mewujudkan keingginannya melalui bakat minat yang dimilikinya. kita sebagai pendidik hanya mengarahkan kepada tumbuh kembangnya murid sesuai kodrat alam dan zaman agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Pembelajaran berdiferensiasi sangat mungkin mewujudkan murid murid kearah yang lebih baik.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan pada keberagaman yang banyak sekali bentuknya, sehingga seringkali mereka harus melakukan banyak pekerjaan atau membuat keputusan dalam satu waktu. Misalnya, saat mengajar di kelas, seorang guru mungkin harus membantu satu muridnya yang kesulitan, namun di saat yang sama harus mengatur cara bagaimana agar saat ia membantu murid tersebut, kelasnya tetap dapat berlangsung dengan kondusif. Dalam kesehariannya, guru akan senantiasa melakukan hal ini, sehingga kemampuan untuk multitasking ini secara natural sebenarnya dimiliki oleh guru. Kemampuan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu alaminya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Semua usaha tersebut tentunya dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memastikan setiap murid di kelasnya sukses dalam proses pembelajarannya.untuk membelajarkan siswa dengan kakteristik yang berbeda-beda dan agar kelas dapat kondusif, seorang guru perlu membuat desain atau rencana pembelajaran yang akan dilaksnakan di dalam kelas, sehingga guru dapat menjalankan rencana tersebut dengan baik dan mengurangi kemungkinan tantangan/hambatan yang muncul. Sehingga dengan adanya rencana pembelajaran yang baik diharapkan dapat memastikan setiap murid di kelasnya sukses dalam proses pembelajarannya.
Halaman 4
Menurut Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa? Apakah ada alternatif lain yang dapat dilakukan oleh Ibu Renjana? Jika Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal tersebut?
Jawaban
Keputusan Ibu Renjana memberikan soal yang sama kepada ketiga murid yang selesai lebih dahulu tidak dapat disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Pertama karena tambahan soal diberikan dengan tujuan agar ketiga anak tersebut tidak mengganggu temannya yang belum selesai. Kedua, ketiga murid tersebut kemungkinan membutuhan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi untk memenuhi kebutuhan belajarnya. Dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid. Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Ibu Renjana perlu memperhatikan kebutuhan belajar murid-muridnya dengan lebih komprehensif.
Halaman 5,Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan.
Halaman 6
Halaman 7, 2.1.3 Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: Kesiapan belajar (readiness) murid Minat murid Profil belajar murid Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Kita dapat melakukan asesmen diagnostik non kognitif (bentuk menyebarkan angket bentuk kuesioner) berkaitan dengan pertanyaan2 yang dapat mencerminkan kondisi siswa. Analisis Kebutuhan Pembelajaran diantara pertanyaan adalah:1. yes no 1. Saya hanya membutuhkan media visual, ☒ ☐ 2. Saya hanya membutuhkan media audio saja ☒ ☐ 3. Saya membutuhkan modul yang digital ☒ ☐ dan sebagainya
Halaman 8
Halaman 9
Halaman 10
Halaman 11
Halaman 12
Halaman 12
Halaman 12
Halaman 12
Halaman 12
Halaman 12
Halaman 12

Read More »
26 May | 0komentar

Refleksi Modul 1, 2 dan 3 Guru Penggerak


Refleksi akhir berkaitan rangkaian pembelajaran modul Calon Guru Penggerak (CGP) adalah melakukan refleksi keseluruhan modul. Modul  pada program guru penggerak terdiri dari/ meliputi Modul 1 yang terdiri dari Modul 1.1, Modul 1.2. Modul 1.3, Modul 1.4, Modul 2 yang terdiri dari Modul 2.1, Modul 2.2, Modul 2.3, dan Modul 3 yang terdiri dari Modul 3.1, Modul 3.2, dan Modul 3.3 modul pada program pendidikan guru penggerak angkatan 6 yang dimulai pada tanggal 24 Agustus 2022. Merefleksikan dengan menggunakan model 4 F (Fact, Feeling, Finding dan Future). 


Fact (Peristiwa) 
Aktivitas pembelajaran diawali mulai Modul 1.1 hingga modul 3.3. Alur pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan guru penggerak ini menggunakan alur MERDEKA yaitu  Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antar Materi; dan ditutup dengan Aksi Nyata. 

Modul 1.1 
Tentang paradigma dan memahami filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Melakukan refleksi terhadap hubungan nilai-nilai tersebut dengan konteks pendidikan pada saat ini. 
Modul 1.2 
Mempelajari tentang nilai dan peran guru penggerak. 
Modul 1.3 
Mempelajari visi guru penggerak dengan menerapkan prakarsa perubahan menggunakan model BAGJA kemudian saya mengembangkan dan mengkomunikasikan visi sekolah yang berpihak pada murid kepada para guru dan pemangku kepentingan. 
Modul 1.4 
Mempelajari bagaimana membangun budaya positif di sekolah. 

Modul 2 yaitu tentang praktik pembelajaran yang berpihak pada murid. 
Modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi yang terbagi menjadi tiga yakni diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Tujuan dari pembelajaran berdiferensiasi adalah untuk mengakomodasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda. 
Modul 2.2 
Mempelajari pembelajaran sosial emosional diharapkan saya mampu mengelola emosi dan mengembangkan keterampilan sosial yang menunjang pembelajaran. Kemudian yang terakhir 
Modul 2.3 
Melakukan praktik komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar seorang coach serta menerapkan praktik coaching sebagai pemimpin pembelajaran. 
Pada modul 3 tentang pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah dimulai dari 
Modul 3.1 
Melakukan praktik pengambilan keputusan yang berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan. 
Modul 3.2 
Tentang pengelolaan sumber daya di sekolah meliputi pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, waktu, dan sarana prasarana, agama dan budaya, politik yang dimiliki oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak pada murid. 
Modul 3.3. 
Tentang program yang berdampak positif pada murid dengan cara mengembangkan kegiatan berkala seperti membuat program yang berdampak positif pada murid, memfasilitasi komunikasi murid, orangtua dan guru serta menyediakan peran bagi orangtua terlibat dalam proses belajar yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. 


Feeling (Perasaan) 
Perasaan saya peroleh setelah mengikuti program pendidikan guru penggerak ini tertantang untuk mengimplementasikan aksi nyata dengan merubah paradigma berpikir saya selama ini tentang pendidikan. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu, melainkan menuntun anak untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya. Selain itu pada pendidikan guru penggerak mendapat banyak ilmu baru. Bagaimana saya melaksanakan pembelajaran yang mampu mengakomodir kebutuhan murid yang beragam. Bagiamana saya membangun budaya positif. Bagaimana cara mengambil keputusan pada kasus dilema etika, bagaimana cara supervisi akademik yang baik yang menggunakan praktek coaching. Serta bagaimana saya bisa membuat program-program yang berdampak positif pada murid dengan memaksimalkan semua aset yang ada di sekolah. 


Finding (Pembelajaran) 
Pengetahuan dan pengalaman luar biasa yang saya terima sebagai calon guru penggerak pemimpin pembelajaran. Salah satu aplikasi nyata bagaimana seorang guru harus menghamba pada anak adalah mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi terhadap pelaksanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pembelajaran yang mengakomodir seluruh kebutuhan peserta didik dari minat, kesiapan belajar dan profil belajar peserta didik. Saya belajar mengenai cara memberdayakan potensi murid melalui coaching. Mengubah paradigma berpikir saya dari pemikiran berbasis kekurangan menjadi berbasis kekuatan atau aset. Belajar mengambil keputusan berdasarkan 3 prinsip 4 paradigma dan 9 langkah pengambilan keputusan.Belajar cara melibatkan murid dalam penyusunan program. 


Future (Penerapan) 
Setelah mempelajari modul 1 hingga modul 3, saya akan melatih diri saya secara terus menerus dengan teknik teknik yang ada dalam modul sehingga menjadi cakap. Tak hanya itu saya juga akan mencoba mengenal dan menganalisis aset, kekuatan, potensi yang dimiliki sekolah maupun yang ada di sekitar sekolah untuk dapat diberdayakan untuk pengembangan sekolah kedepannya. Memanfaatkan aset sekolah secara maksimal untuk dapat digunakan dalam pembelajaran supaya bisa menggali potensi murid. Mencoba berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk dapat menerapkan pendekatan berbasis aset atau kekuatan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan pendidikan khususnya di sekolah saya. Selain itu saya akan terus belajar dan menganalisis tentang program-program yang berdampak positif pada murid. Kemudian saya akan membagikan praktek baik kepada rekan sejawat tentang kepemimpinan murid dan berkolaborasi dengan teman CGP lainnya, kepala sekolah, komunitas praktisi, dan sebagainya dalam menyusun dan membantu melaksanakan program yang berdampak positif pada murid. Serta saya akan selalu berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi sebuah kebiasaan baik yang tentunya dengan tujuan murid akan mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya menjadi murid merdeka sesuai dengan profil pelajar pancasila.

Read More »
08 May | 0komentar

Karakteristik Mapel KKA: Membangun Masa Depan Berbasis Etika dan Konteks

Karakteristik Mapel KKA
Di era digital yang berkembang pesat ini, penguasaan teknologi menjadi kunci. Salah satu bidang yang paling relevan dan transformatif adalah Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA). Namun, KKA bukan sekadar mata pelajaran yang mengajarkan baris-baris kode atau algoritma canggih. Lebih dari itu, KKA dirancang dengan karakteristik pembelajaran yang holistik, menitikberatkan pada pengembangan kompetensi teknis yang berlandaskan etika dan konteks nyata.

Fondasi Etika: Membangun Kompetensi Berkeadaban Poin pertama dan terpenting dalam pembelajaran KKA adalah menanamkan etika (keadaban) sebagai fondasi bagi penguasaan kompetensi di semua jenjang. Ini berarti bahwa setiap kali siswa belajar tentang coding atau bagaimana AI bekerja, mereka juga diajak untuk merenungkan dampak sosial, moral, dan etis dari teknologi tersebut. Bagaimana AI dapat digunakan untuk kebaikan? Bagaimana kita mencegah bias dalam algoritma? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bagian integral dari kurikulum, memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab secara etis.

Pembelajaran Kontekstual: Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari KKA dirancang untuk menjadi pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan situasi yang dihadapi peserta didik sehari-hari dan permasalahan yang terjadi di masyarakat/lingkungan sekitar. Ini berarti konsep-konsep KKA tidak diajarkan secara abstrak. Sebaliknya, siswa akan diajak untuk mengidentifikasi masalah nyata di komunitas mereka – misalnya, bagaimana AI bisa membantu mendeteksi sampah di sungai atau bagaimana coding dapat menciptakan aplikasi sederhana untuk mengatur jadwal belajar. Pendekatan ini membuat pembelajaran menjadi lebih relevan, menarik, dan bermakna bagi siswa.

Fleksibilitas Metode Pembelajaran: Internet-based, Plugged, dan Unplugged Fleksibilitas adalah kunci dalam KKA, dengan pembelajaran dapat dilaksanakan secara internet-based, plugged, dan unplugged. Internet-based memanfaatkan platform online, tutorial interaktif, dan kolaborasi virtual. Plugged melibatkan penggunaan perangkat keras seperti robotika sederhana atau mikrokontroler. Unplugged adalah metode pembelajaran tanpa komputer, di mana konsep-konsep KKA diajarkan melalui permainan, aktivitas fisik, atau teka-teki logika. Pendekatan ini memastikan bahwa pembelajaran KKA dapat diakses oleh semua siswa, terlepas dari ketersediaan fasilitas teknologi.

Pendekatan Human-Centered: Manusia sebagai Pusat Inovasi Karakteristik penting lainnya adalah penggunaan pendekatan human-centered di mana manusia sebagai fokus dalam pembelajaran, pemanfaatan, dan pengembangan KA. Ini menegaskan bahwa tujuan utama dari KKA adalah untuk melayani dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Siswa diajarkan untuk merancang solusi yang ramah pengguna, inklusif, dan memberikan nilai nyata bagi individu dan masyarakat, bukan sekadar menciptakan teknologi untuk kepentingan teknologi itu sendiri.

Jenjang Pembelajaran yang Terstruktur: Dari SD hingga SMA/SMK Kurikulum KKA dirancang secara progresif sesuai jenjang pendidikan:
Jenjang SD: KKA menekankan penguasaan kompetensi pra-dasar sebagai bekal bagi pembelajaran Informatika serta Koding dan KA di jenjang SMP. Ini bisa berupa pengenalan logika dasar, sequencing, atau konsep algoritma sederhana melalui permainan dan aktivitas yang menyenangkan. 
Jenjang SMP: Siswa akan melakukan praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat dasar. Mereka akan mulai menulis kode sederhana, memahami struktur data dasar, dan belajar bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. 
Jenjang SMA/SMK: Pembelajaran berlanjut ke praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat menengah dan lanjut. Pada tahap ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan proyek yang lebih kompleks, memahami konsep AI yang lebih dalam, dan bahkan mulai bersiap untuk karir di bidang teknologi. 

Dengan karakteristik pembelajaran yang komprehensif ini, mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan teknis yang esensial, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika dan kemampuan berpikir kritis. Ini adalah langkah krusial dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan inovator yang bertanggung jawab di masa depan.

Read More »
04 July | 0komentar

Contekstual Teaching and Learning (CTL)


Model pembelajaran digunakan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan metode dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. 
Arends (dalam Suprijono, 2009: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.Suprijono (2009: 79) CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 
Pengetahuan dan keterampilan siswa diperolah dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar Nurhadi (dalam Muslich, 2011: 41).Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalahmasalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga warga negara, siswa dan tenaga kerja (Trianto, 2009: 105). 
Sanjaya (2006: 109) CTL adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata yang saling terhubung dan terjadi disekitar siswa sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang dipelajari dan mengambil manfaatnya serta dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Read More »
10 April | 0komentar

Merumuskan Permasalahan dalam PTK

Permasalahan Pada Metode Pembelajaran
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Guru/ Pendidik melakukan penelitian terhadap apa yang dilakukan dalam proses KBM sebagai cara untuk melakukan refleksi tentang proses pembelajaran di kelas dan praktik di lab/ bengkel dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mempunyai peran yang penting dan strategis dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hopkins (dalam Wiriaatmadya, 2007: 11), bahwa PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlihat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Berdasarkan pernyataan Hopkins tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa guru adalah pihak yang sangat berkepentingan dengan pelaksanaan PTK
Hal ini berarti bahwa Tindakan tersebut merupakan suatu kegiatan yang sengaja dirancang untuk dilakukan oleh siswa dengan tujuan tertentu. Oleh karena tujuan PTK adalah memperbaiki kualitas proses pembelajaran, maka kegiatan yang dilakukan haruslah berupa tindakan yang diyakini lebih baik dari kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan.
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesinya.

Ciri-Ciri Penelitian Tindakan Kelas



Tindakan dan pengamatan dalam proses penelitian yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru tidak boleh sampai mengorbankan kegiatan pembelajaran. Siklus tindakan dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Penetapan jumlah siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perencanaan, tidak mengacu kepada kejenuhan data/informasi sebagaimana lazimnya dalam pengumpulan data penelitian kualitatif.


Penelitian tindakan adalah penelitian kontekstual, artinya praktis yang sesuai dengan problem yang muncul dilapangan. Penelitian bukan menerapkan teori tetapi menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan teori sebagai sandaran sekaligus teori dimodifikasi secara kontekstual.


Modifikasi dilakukan secara terus-menerus dievaluasi dalam situasi yang ada dengan tujuan akhirnya untuk meningkatkan praktek cara tertentu. Penelitian bertujuan memperbaiki praktik di lapangan. Untuk itu partisipanlah yang secara langsung menilai diri sendiri. Guru dan murid adalah tim (keculai penelitian dalam konteks proyek atau mahasiswa dan atau dosen yang meneliti di sekolah). Bila guru yang berisnisiatif meneliti, maka guru muridlah pihak yang menilai praktiknya sendiri.


Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) diperlukan hadirnya suatu kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau observer.


peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.

Karakteristik PTK

1. Memecahkan permasalahan yang mendesak untuk segera diselesaikan didalam kelas


Guru menyadari bahwa ada sesuatu dalam praktik pembelajarannya yang harus dibenahi, dan ia terpanggil untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki persoalan tersebut. Dengan demikian, PTK menjadi khas jika hanya dilakukan dan diprakarsai oleh guru kelas, bukan oleh pihak lain.

Atas dasar ini, guru yang ingin melakukan tindakan kelas paling tidak harus mempunyai panggilan jiwa untuk turut berjuang memperbaiki kualitas pembelajaran dari waktu ke waktu. Tanpa adanya panggilan jiwa ini, seorang guru tidak akan peka dengan berbagai persoalan pendidikan. 
Ia akan merasa seolah-olah tidak ada persoalan apa pun didalam praktik pembelajaran yang ia lakukan. Akibatnya, ia tidak akan pernah tergerak untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam PTK, guru memang dituntut untuk turut berperan aktif. Inilah salah satu ciri khas yang membedakan antara PTK dengan penelitian lain, yang biasanya dilakukan oleh peneliti dari luar lingkungan 'kelas.

2. Refleksi Diri

Refleksi yang dimaksud disini adalah refleksi dalam pengertian melakukan introspeksi diri, seperti guru mengingat kembali apa saja tindakan yang telah dilakukan didalam kelas, apa dampak dari tindakan tersebut, mengapa dampaknya menjadi demikian, dan lain sebagainya. Sebagaimana disebutkan oleh Schmuck dalam Suyadi (2012), seperti melihat diri kita didalam cermin, melihat tentang berbagai tindakan yang telah kita lakukan dan harapan kita atas tindakan tersebut.
PTK harus dilakukan oleh guru didalam kelasnya sendiri, bukan dikelas lain dimana ia tidak mengajar didalamnya. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang guru sebenarnya memiliki peran ganda, yakni sebagai peneliti disatu sisi dan sebagai pengajar disisi yang lainnya. Walaupun demikian, kedua peran tersebut sebaiknya tidak boleh saling mengganggu dan mengacaukan selama proses PTK. Artinya, guru yang sedang melakukan PTK tidak boleh mengubah kebiasaan proses pembelajaran sebelum ada temuan baru yang merekomendasikan harus ada perubahan pada pola pembelajaran tersebut.

3. Upaya Perbaikan Kolaboratif

Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.

4. Tanggungjawab Profesi

Esensi PTK adalah untuk memperbaiki pola pembelajaran secara terus-menerus. Siklus demi siklus didalamnya harus mencerminkan perbaikan demi perbaikan yang dicapai. Siklus sebelumnya merupakan dasar bagi siklus selanjutnya. Dimana hasil pada siklus berikutnya seharusnya jauh lebih baik daripada siklus sebelumnya. Jika PTK dilakukan secara berkelanjutan dari siklus yang satu ke siklus yang lain, maka akan ditemukan model pembelajaran yang tebaik. Demikian seterusnya, sehingga PTK dapat dilakukan secara terus-menerus tiada henti.


Menentukan Permasalahan PTK

Masalah yang akan diangkat menjadi topic PTK sebaiknya dikembangkan secara berkelanjutan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, selama kurun waktu satu semester atau satu tahun pembelajaran. Hal ini mengandung arti bahwa guru sebagai peneliti harus senantiasa meninjau dan memperbaiki rumusan masalah PTK yang dikembangkan secara berkelanjutan, demikian halnya dengan hipotesis tindakan dan pelaksanaanya.

Lebih lanjut, masalah pembelajaran yang dapat dijadikan topik atau tema PTK, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
  • Metode pembelajaran.
  • Strategi pembelajaran.
  • Perubahan sikap dan nilai yang dapat mendorong tumbuhnya sikap yang lebih positif terhadap berbagai aspek kehidupan.
  • Pengembangan profesionalisme guru, misalnya meningkatkan keterampilan mengajar, mendayagunakan sumber belajar, dan lain-lain.
  • Modifikasi perilaku, pengenalan bertahap terhadap teknik modifikasi perilaku yang dapat menunjang standar kompetensi dan kompetensi dasar.
  • Manajemen, meningkatkan efisiensi aspek tertentu dari manajemen pembelajaran dan pengelolaan kelas.
  • Penilaian, melakukan penilaian hasil belajar yang adil dan transparan

Untuk memudahkan kita dalam memahami masalah, mengembangkan tema atau fokus PTK, dapat dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
  • Apa yang terjadi dengan pembelajaran saya? 
  • Apa ada masalah yang perlu dipecahkan? 
  • Apa yang harus saya lakukan untuk memecahkan masalah tersebut? 
  • Bagaimana masalah tersebut dipecahkan?
Memilih masaah merupakan kegiatan untuk menentukan atau menetapkan masalah yang layak diangkat ,menjadi topik PTK.
Untuk kepentingan tersebut terdapat beberapa tips yang perlu diperhatikan dalam memilih masalah.

  • Masalah yang dipilih harus factual, fundamental, dan benar-benar terjadi dalam pembelajaran.
  • Masalah yang dipilih harus problematis, belum ada yang membahas, dan perlu ditangani atau dipecahkan dengan segera. 
  • Masalah yang dipilih harus dapat dicari dan diidentifikasi faktor penyebabnya, sebagai dasar untuk menentukan alternatif tindakan. 
  • Masalah yang dipilih berada dibawah kewenangan dan tanggung jawab guru..
  • Maasalah yang dipilih harus memiliki nilai strategis bagi perbaikan dan peningkatan proses dan hasil pembelajaran.


Materi yang relevan:
1. Peran Penelitian Tindakan Kelas
2. Model Pembelajaran
Sumber: Materi Dolmen Batch 3 PDK Jateng

Read More »
09 June | 0komentar