Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query Pembelajaran bermakna. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query Pembelajaran bermakna. Sort by date Show all posts

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Mengaitkan Pembelajaran dengan contoh di lapangan

Model pembelajaran digunakan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan metode dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Arends (dalam Suprijono, 2009: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Suprijono (2009: 79) CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperolah dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar Nurhadi (dalam Muslich, 2011: 41).
Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalahmasalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga warga negara, siswa dan tenaga kerja (Trianto, 2009: 105). Sanjaya (2006: 109) CTL adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata yang saling terhubung dan terjadi disekitar siswa sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang dipelajari dan mengambil manfaatnya serta dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Karakteristik CTL
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Muslich (2011: 42) karakteristik pembelajaran dengan model pembelajaran CTL sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Sedangkan menurut Sanjana, 2013 ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis CTL yaitu :
1) Pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada.
2) Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (Acquiring Knowledge).
3) Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge).
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying Knowledge).
5) Melakukan refleksi (Reflecting Knowledge). 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan karakteristik pembelajaran CTL adalah pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik dengan menggali pengetahuan siswa, memberikan tugas-tugas yang bermakna, membentuk kelompok untuk menciptakan kerjasama antar siswa, dan mencipatkan pembelajaran yang menyenangkan dengan memberikan pengalaman yang bermakna.

Komponen Model CTL
Trianto (2009: 107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) inkuiri (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic assessment).
Muslich (2011: 44) menyatakan setiap komponen utama pembelajaran CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1) Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme yaitu pengetahuan yang dibangun sedikit demi sedikit melalui sebuah proses.
2) Bertanya (questioning) Bertanya yaitu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Kegiatan bertanya penting untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
3) Inkuiri (inquiry) Inkuiri merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
4) Masyarakat Belajar (learning community) Masyarakat belajar yaitu hasil belajar yang diperoleh dari kejasama dengan orang lain. Dalam praktiknya ”masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
5) Permodelan (modeling) Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh model nyata. Dalam penerapannya guru mencontohkan dengan menggunakan alat bantu.
6) Refleksi (reflection) Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisasi kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
7) Penilaian Autentik (authentic assessment) Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik.

Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh komponen dalam pembelajaran CTL yaitu konstruksivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).


Langkah-Langkah Pembelajaran CTL

Pelaksanaan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran CTL dapat dilaksanakan dengan baik apabila memperhatikan langkahlangkah yang tepat (Trianto, 2009: 107) secara garis besar, mengemukakan langkah-langkah pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :
1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang dipilih secara acak dengan menciptakan masyarakat belajar serta menemukan sendiri dan mendapatkan keterampilan baru dan pengetahuan baru.
2) Siswa membaca dan mengidentifikasi LKS serta media yang diberikan oleh guru untuk menemukan pengetahuan baru dan menambah pengalaman siswa.
3) Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusi dan kelompok lain diberi kesempatan mengomentari.
4) Guru memberikan tes formatif secara individual yang mencakup semua materi yang telah dipelajari.

Indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu siswa diharapkan mampu
(a) saling bekerja sama dalam diskusi atau belajar kelompok,
(b) membaca dan mempelajari materi yang diberikan guru untuk menemukan informasi,
(c) bertanggung jawab atas materi yang mereka pelajari dan juga bertanggung jawab untuk menyampaikan hasil diskusi,
(d) mengerjakan tes formatif secara individual yang mencakup semua materi yang telah dipelajari.

Read More »
13 June | 6komentar

Pembelajaran Mendalam

Indonesia menghadapi berbagai tantangan, baik pada saat ini maupun saat masa depan, yang tidak pasti, tidak menentu, kompleks, ambigu, dan sulit diprediksi. Tantangan-tantangan tersebut hanya dapat dijawab melalui transformasi pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu dan merata untuk semua melalui pembelajaran yang bermakna misalnya.
Tantangan internal pendidikan Indonesia terletak pada krisis pembelajaran yang berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran meskipun akses pendidikan dasar dan menengah sudah cukup baik. Pendekatan pembelajaran yang tidak efektif berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik Indonesia, seperti yang tercermin dalam hasil PISA. Literasi dan numerasi yang masih rendah terjadi karena terdapat kesenjangan efektivitas pembelajaran di sekolah yang belum memberi kesempatan luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Tantangan lain yaitu kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan agar guru memiliki pola pikir yang bertumbuh (growth mindset). Selain itu, beban kerja guru yang sangat berat dan lebih banyak berkaitan dengan tugas administratif mengurangi fokus mereka pada peran utama sebagai pendidik.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, sistem pendidikan nasional Indonesia perlu ditransformasi secara terstruktur, sistemik dan masif. Melanjutkan praktik pembelajaran seperti saat ini akan sulit meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, transformasi pendidikan merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lebih lama lagi, atau sangat kritis dan sangat urgen. Berdasar praktik di berbagai negara, transformasi pendidikan nasional yang efektif bukan top-down, tetapi bottom-up, dimulai dari transformasi pembelajaran di setiap ruang kelas.
Selain tantangan tersebut, Indonesia memiliki keberagaman yang merupakan modal berharga untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna. Pemanfaatan teknologi merupakan peluang akses pendidikan bagi berbagai lapisan masyarakat. Momentum Bonus Demografi 2035 dan visi Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berupaya dengan cepat dan tepat untuk mengakselerasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran, salah satunya Pembelajaran Mendalam (PM).
Untuk konteks Indonesia, PM bukan kurikulum melainkan suatu pendekatan pembelajaran. Pembelajaran Mendalam juga bukan pendekatan baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Sejak tahun 1970-an telah dikenalkan pendekatan pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), Contextual Teaching and Learning (CTL). Akan tetapi, semua pendekatan tersebut masih banyak menghadapi kendala baik dalam tataran konsep maupun implementasi. Oleh karena itu, PM berfungsi sebagai fondasi utama dalam peningkatan proses dan mutu pembelajaran.



Definisi Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.
  • Berkesadaran Pengalaman belajar peserta didik yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta didik memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan.
  • Bermakna Peserta didik dapat merasakan manfaat dan relevansi dari hal-hal yang dipelajari untuk kehidupan. Peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.
  • Menggembirakan Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Peserta didik merasa dihargai atas keterlibatan dan kontribusinya pada proses pembelajaran. Peserta didik terhubung secara emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan.
  • Olah pikir Merupakan proses pendidikan yang berfokus pada pengasahan akal budi dan kemampuan kognitif, seperti kemampuan untuk memahami, menganalisa, dan memecahkan masalah.


Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

Read More »
23 June | 0komentar

IHT Pembelajaran Guru di Sekolah


Dalam rangka melaksanakan Program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) SMK Negeri 1 Bukateja menyelenggarakan kegiatan optimalisasi penyelenggaran pembelajaran berbasis Dunia Kerja/Industri Salah satu prgram keagiatan adalah IHT (In House Training). Pada IHT ini mengundang narasumber dari Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya. Yogyakarta bersama Bp. Drs. Rahayu Windarto,MM. yang dilaksanakan selama 3 Hari.
Pemerintah telah menetapkan Capaian Pembelajaran yang menjadi rujukan utama dalam pengembangan rancangan pembelajaran, khususnya untuk kegiatan intrakurikuler1. Panduan ini memfasilitasi proses berpikir dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dimulai dari menganalisis capaian pembelajaran , tujuan pembelajaran mengembangkan alur tujuan pembelajaran, modul ajar, serta asesmen pada awal pembelajaran dan pembelajaran terdiferensiasi. Dokumen ini juga memuat perencanaan serta pelaksanaan asesmen yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan, dan pelaporan hasil penilaian atau asesmen. PPA difokuskan untuk pembelajaran dan asesmen intrakurikuler, sedangkan panduan untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila disampaikan dalam dokumen terpisah.
Pembelajaran dapat diawali dengan proses perencanaan asesmen dan perencanaan pembelajaran. Pendidik perlu merancang asesmen yang dilaksanakan pada awal pembelajaran, pada saat pembelajaran, dan pada akhir pembelajaran. Perencanaan asesmen, terutama pada asesmen awal pembelajaran sangat perlu dilakukan karena untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, dan hasilnya digunakan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian peserta didik. Perencanaan pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan asesmen pembelajaran yang disusun dalam bentuk dokumen yang fleksibel, sederhana, dan kontekstual. 
Tujuan Pembelajaran disusun dari Capaian Pembelajaran dengan mempertimbangkan kekhasan dan karakteristik Satuan Pendidikan. Pendidik juga harus memastikan tujuan pembelajaran sudah sesuai dengan tahapan dan kebutuhan peserta didik. Proses selanjutnya adalah pelaksanaan pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman belajar yang berkualitas, interaktif, dan kontekstual. 
Pada siklus ini, pendidik diharapkan dapat menyelenggarakan pembelajaran yang : (1) interaktif; (2) inspiratif; (3) menyenangkan; (4) menantang; (5) memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif; dan (6) memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik (akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab V). Sepanjang proses pembelajaran, pendidik dapat mengadakan asesmen formatif untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran sudah dicapai oleh peserta didik. 
Tahapan selanjutnya adalah proses asesmen pembelajaran. Asesmen pembelajaran diharapkan dapat mengukur aspek yang seharusnya diukur dan bersifat holistik. Asesmen dapat berupa formatif dan sumatif. Asesmen formatif dapat berupa asesmen pada awal pembelajaran dan asesmen pada saat pembelajaran. Asesmen pada awal pembelajaran digunakan mendukung pembelajaran terdiferensiasi sehingga peserta didik dapat memperoleh pembelajaran sesuai dengan yang mereka butuhkan. Sementara, asesmen formatif pada saat pembelajaran dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan refleksi terhadap keseluruhan proses belajar yang dapat dijadikan acuan untuk perencanaan pembelajaran dan melakukan revisi apabila diperlukan. Apabila peserta didik dirasa telah mencapai tujuan pembelajaran, maka pendidik dapat meneruskan pada tujuan pembelajaran berikutnya. Namun, apabila tujuan pembelajaran belum tercapai, pendidik perlu melakukan penguatan terlebih dahulu. Selanjutnya, pendidik perlu mengadakan asesmen sumatif untuk memastikan ketercapaian dari keseluruhan tujuan pembelajaran. Ketiga tahapan ini akan terus berlangsung dalam bentuk siklus seperti gambar di atas. 
Dalam prosesnya, pendidik dapat melakukan refleksi, baik dilakukan secara pribadi maupun dengan bantuan kolega pendidik, kepala satuan pendidikan, atau pengawas sekolah. Oleh karena itu, proses pembelajaran dan asesmen merupakan satu kesatuan yang bermuara untuk membantu keberhasilan peserta didik di dalam kelas. Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis. Namun demikian, untuk memastikan proses pembelajaran dan asesmen berjalan dengan baik, Pemerintah menetapkan Prinsip Pembelajaran dan Asesmen. 
Prinsip pembelajaran dan prinsip asesmen diharapkan dapat memandu pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna agar peserta didik lebih kreatif, berpikir kritis, dan inovatif. 





Read More »
17 October | 0komentar

Metode Pembelajaran Make A Match


Model Pembelajaran menurut Joyce & Weil dalam Huda, (2013 : 73), berpendapat bahwa “Model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesaian materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.” Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. 
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran merupakan suatu pola yang dipakai oleh guru untuk membentuk kurikulum, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya,
Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) dikembangkan oleh Lorn Curran pada tahun 1994 pada model ini siswa diminta mencari pasangan dari kartu, Aqib Zainal (2013 : 23 ) Menurut Tarmizi dalam Novia (2015 : 12 ) menyatakan bahwa model pembelajaran make a match artinya siswa mencari pasangan setiap siswa mendapat sebuah kartu ( bisa soal atau jawaban) lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang.
Sebagaimana dilansir dari web https://fatkhan.web.id/.
Penerapan Model Make a Match Dalam Proses Belajar Mengajar memiliki tahapan-tahapan pelaksanaan model pembelajaran dilakukan oleh guru dalam menerapkan model make a match dalam proses belajar mengajar Ciandra dalam Novia (2013: 18). 
Adapun tahap–tahap tersebut anatara lain: Tahap persiapan Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok siswa. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu- kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban. Kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut sedemikian sehingga berbentuk huruf u upayakan kelompok pertama berhadapan dengan kelompok kedua.

Metode pembelajaran “Make a Match” merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Metode pembelajaran tersebut mengajak siswa untuk dapat menghafal atau mengingat materi pelajaran dengan cara yang baru dan menyenangkan. Metode pembelajaran “Make a Match” dapat membantu kesulitan belajar siswa terutama dalam hal mengingat materi pelajaran. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran lebih inovatif “Make a Match” dapat berorientasi pada aktivitas belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih  materi yang dipelajari saat itu. Akibatnya hanya sedikit materi pembelajaran yang dapat dipahami oleh siswa dan bahkan tidak benar-benar ada yang dipahami. 
Berlatar belakang masalah tersebut, maka perlu dilakukan pengembangan pengetahuan siswa melalui penerapan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Metode pembelajaran yang kreatif dimaksudkan agar siswa mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar dengan menggali informasi melalui berbagai sumber pembelajaran dan pengetahuan yang diperoleh secara mandiri. Salah satu metode pembelajaran inovatif adalah “Make a Match” atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran. 
Menurut Curran yang dikutip oleh Suprijono (2009), metode “Make a Match” merupakan metode mencocokkan kartu, siswa harus mencari pasangan dari kartu yang dimiliki dengan batas waktu tertentu mengenai suatu konsep pelajaran dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan pernyataan tersebut, metode pembelajaran “Make a Match” digunakan untuk mengukur pemahaman siswa, yang dilakukan dengan cara mencocokkan kartu yang berisi pertanyaan dan jawaban dari materi pembelajaran yang sudah diajarkan. 
Metode pembelajaran “Make a Match” merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Metode pembelajaran tersebut mengajak siswa untuk dapat menghafal atau mengingat materi pelajaran dengan cara yang baru dan menyenangkan. Metode pembelajaran “Make a Match” dapat membantu kesulitan belajar siswa terutama dalam hal mengingat materi pelajaran. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran lebih inovatif “Make a Match” dapat berorientasi pada aktivitas belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, serta membantu meningkatkan proses dan hasil belajar.

Read More »
03 July | 0komentar

Blended Learning dan Peningkatan Kompetensi

Koran Jateng Pos, 13 Mei 2020

Blended Learning menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005), merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Dengan pelaksanaan blended learning ini, pembelajaran berlangsung lebih bermakna karena keragaman sumber belajar yang mungkin diperoleh.

Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran mandiri adalah blended learning. Pembelajaran dengan blended learning dapat menggeser prinsip pembelajaran dari teacher centered menuju student centered secara dinamis. Blended Learning bersifat saling melengkapi antara kekurangan pembelajaran secara tatap muka dan online. Pembelajaran online mengarah pada kemampuan kognitif dan psikomotorik sedangkan dengan tatap muka guru mampu memfungsikan dirinya sebagai pendidik dan memberikan dorongan motivasi secara langsung dan ekspresif kepada siswa sehingga blended learning membuat keaktifan siswa dalam kelas menjadi lebih variatif.

Pelaksanan model pembelajaran blended learning berbasis blog perlu dukungan sumber daya, sarana dan prasarana: 

Konten /materi pembelajaran 
 Konten pembelajaran tersedia untuk pembelajaran online yang diunduh atau ditampilkan melalui media blog dan konten pembelajaran yang tersedia untuk pembelajaran tatap muka misalnya modul-modul pembelajaran atau lembar tugas siswa. 

Perangkat keras (hardware), berupa komputer, laptop, tablet, maupun smartphone. 
Perangkat berbasis teknologi merupakan salah satu pendukung untuk keberlangsungan penerapan model pembelajaran berbasis blog. Melalui perangkat teknologi guru dan siswa dapat untuk selalu terhubung dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas ketika pembelajaran tatap muka maupun pembelajaran di luar kelas. 

Aplikasi Blog
Aplikasi blog yang digunakan banyak tersedia di internet dan berbasis open source artinya guru dapat menggunakan dan memodifikasi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Guru dapat memilih aplikasi blog yang dirasa mudah untuk digunakan misalnya: Wordpress, Blogger., Weebly • Infocus Infocus digunakan dalam proses kegiatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran baik secara online maupun offline 

Jaringan internet 
Jaringan internet digunakan ketika pembelajaran online dan offline. Guru dapat mengunggah materi pembelajaran dan siswa dapat mengunduh materi pembelajaran serta penugasan-penugasan untuk siswa yang dilakukan melalui blog membutuhkan jaringan internet. 

Guru dan Siswa
Guru dan siswa merupakan komponen utama yang terjadi dalam proses pembelajaran dengan model blended learning. 
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan lingkungan, siswa dengan teknologi (blog). Komunikasi yang meliputi interaksional (relationshipfocused) dan informational (content focused) tidak dapat dipisahkan (Thurlow, Lengel & Tomic, 2004). 

Adapun karakteristik siswa yang dibutuhkan untuk pembelajaran dengan model blended learning berbasis blog antara lain: 
 - Melek teknologi 
 - Memiliki smartphone atau laptop 
 - Memiliki akses internet 
 - Memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran 
 - Memiliki keterampilan dalam menggunakan internet secara aman 

Guru dalam kegiatan pembelajaran bertindak sebagai fasilitator. Model pembelajaran blended learning mendukung pembelajaran mandiri dan aktif. Sebagai fasilitator bertugas memfasilitasi pembelajaran yang berlangsung pada siswa dan memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang menarik.

Read More »
13 May | 0komentar

Prinsip Pembelajaran dan Contoh Pelaksanaannya




Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis. Namun demikian, untuk memastikan proses pembelajaran dan asesmen berjalan dengan baik, Pemerintah menetapkan Prinsip Pembelajaran dan Asesmen. Prinsip pembelajaran dan prinsip asesmen diharapkan dapat memandu pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna agar peserta didik lebih kreatif, berpikir kritis, dan inovatif. Dalam menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran, pendidik diharapkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

A. Prinsip Pembelajaran


1. Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai dengan kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan peserta didik yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. 
  • Pada awal tahun ajaran, pendidik berusaha mencari tahu kesiapan belajar peserta didik dan pencapaian sebelumnya. Misalnya, melalui dialog dengan peserta didik, sesi diskusi kelompok kecil, tanya jawab, pengisian survei/angket, dan/ atau metode lainnya yang sesuai.
  • • Pendidik merancang atau memilih alur tujuan pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, atau pada tahap awal. Pendidik dapat menggunakan atau mengadaptasi contoh tujuan pembelajaran, alur tujuan pembelajaran dan modul ajar yang disediakan oleh Kemendikbudristek. 
  • • Pendidik merancang pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik mengalami proses belajar sebagai pengalaman yang menimbulkan emosi positif

Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat; Pendidik mendorong peserta didik untuk melakukan refleksi untuk memahami kekuatan diri dan area yang perlu dikembangkan. 
  • Pendidik senantiasa memberikan umpan balik langsung yang mendorong kemampuan peserta didik untuk terus belajar dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan. 
  • Pendidik menggunakan pertanyaan terbuka yang menstimulasi pemikiran yang mendalam. 
  • Pendidik memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif agar terbangun sikap pembelajar mandiri.
  • Pendidik memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
  • Pendidik memberikan tugas atau pekerjaan rumah ditujukan untuk mendorong pembelajaran yang mandiri dan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan dengan mempertimbangkan beban belajar peserta didik. 
  • Pendidik merancang pembelajaran untuk mendorong peserta didik terus meningkatkan kompetensinya melalui tugas dan aktivitas dengan tingkat kesulitan yang tepat.

Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik;Pendidik menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariasi dan untuk membantu peserta didik mengembangkan kompetensi, misalnya belajar berbasis inkuiri, berbasis projek, berbasis masalah, dan pembelajaran terdiferensiasi. 
  • Pendidik merefleksikan proses dan sikapnya untuk memberi keteladanan dan sumber inspirasi positif bagi peserta didik. 
  • Pendidik merujuk pada profil pelajar Pancasila dalam memberikan umpan balik (apresiasi maupun koreksi)

pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan komunitas sebagai mitra;
  • Pendidik menyelenggarakan pembelajaran sesuai kebutuhan dan dikaitkan dengan dunia nyata, lingkungan, dan budaya yang menarik minat peserta didik. 
  • Pendidik merancang pembelajaran interaktif untuk memfasilitasi interaksi yang terencana, terstruktur, terpadu, dan produktif antara pendidik dengan peserta didik, sesama peserta didik, serta antara peserta didik dan materi belajar. 
  • Pendidik memberdayakan masyarakat sekitar, komunitas, organisasi, ahli dari berbagai profesi sebagai narasumber untuk memperkaya dan mendorong pembelajaran yang relevan.
  • Pendidik melibatkan orang tua dalam proses belajar dengan komunikasi dua arah dan saling memberikan umpan balik. 
  • Pada PAUD, pendidik menggunakan pendekatan multibahasa berbasis bahasa ibu juga dapat digunakan, utamanya bagi peserta didik yang tumbuh di komunitas yang menggunakan bahasa lokal. 
  • Pada SMK, terdapat pembelajaran melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan di dunia kerja atau tempat praktik di lingkungan sekolah yang telah dirancang sesuai dengan standar dunia kerja, menerapkan sistem dan budaya kerja sebagaimana di dunia kerja, dan disupervisi oleh pendidik/instruktur yang ditugaskan atau memiliki pengalaman di dunia kerja yang relevan. 
  • Pada SMK, pendidik dapat menyelenggarakan pembelajaran melalui praktik-praktik kerja bernuansa industri di lingkungan sekolah melalui model pembelajaran industri (teaching factory)

pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
  • Pendidik berupaya untuk mengintegrasikan kehidupan keberlanjutan (sustainable living) pada berbagai kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan bumi, misalnya menggunakan sumber daya secara bijak (hemat air, listrik, dll.), mengurangi sampah, dsb. 
  • Pendidik memotivasi peserta didik untuk menyadari bahwa masa depan adalah milik mereka dan mereka perlu mengambil peran dan tanggung jawab untuk masa depan mereka.
  • Pendidik melibatkan peserta didik dalam mencari solusisolusi permasalahan di keseharian yang sesuai dengan tahapan belajarnya.
  • Pendidik memanfaatkan projek penguatan profil pelajar Pancasila untuk membangun karakter dan kompetensi peserta didik sebagai warga dunia masa depan

Read More »
19 October | 0komentar

Meaningfull Learning

Pembelajaran yang mampu menggali kemampuan peserta didik, membangkitkan keterlibatan aktif peserta didik, dan memberi pengalaman belajar yang berkesan, bukan lagi berpusat pada guru. Pembelajaran bermakna,Meaningful Learning adalah proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik, yaitu melalui langkah-langkah: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. 
Pembelajaran bermakna akan terwujud jika terjadi situasi pembelajaran yang paling ideal, yaitu keaktifan siswa maksimal guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar. Untuk bisa mewujudkan pembelajaran bermakna, maka tidak cukup jika siswa hanya mendengarkan informasi dari guru atau hanya melihat tayangan yang diberikan oleh guru. Siswa perlu melakukan aktifitas yang mendukung terjadinya proses belajar. Sehingga harapan agar pembelajaran bisa menjadi perilaku dan karakter diri bisa diwujudkan. Peran guru berubah dari “memberi/mengajar” menjadi “fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah, dan pembentuk inisiator” . Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. 

Praktik Meaningfull dalam DPIB
DPIB (Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan) DPIB memiliki Mapel yang menyiapkan peserta didik untuk memiliki kompetensi perencanaan baik perencanaan berupa gambar rumah (lengkap dengan denah,tampak,potongan dan detail) dan juga perencanaan gedung serta perhitungan pelaksanaan RAB. Materi kali ini adalah tentang Kompetensi Dasar (KD) Menggambar Teknik Bangunan Gedung Sub Kompetensi Perencanaan Rumah Tinggal Tidak Bertingkat. Guru menyajikan beberapa contoh Gambar perencanaan yang lengkap dalam bentuk slide, Gambar dan Maket. Dengan metode saintifik guru mempersilahkan kepada siswa untuk mengamati media-media gambar tersebut. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya salah satu bentuk metode saintifik. Langkah-langkah saintifik tersebut adalah sebagai berikut:


A. Mengamati 
Keunggulan melalui langkah mengamati ini adalah dapat menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Langkah mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Contoh siswa sedang mengamati gambar perencanaan rumah yang akan digunakan sebagai pembuatan maket.





B. Menanya

Langkah menanya dimaksudkan untuk a) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatianpeserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran; b) mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; c) Disamping itu juga membangkitkan ketrampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; d) mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan; e) membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; f) membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; dan selanjutnya g) melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.


C. Menalar

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.



D. Mengkomunikasikan Hasil 
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. 



E. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif 
Pembelajaran kolaboratif sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama. Kebermaknaan kegiatan pembalajaran sangat berhubungan antara metode mengajar guru dan keaktifan siswa. Interaksi tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini.


Metode Mengajar Guru

Keaktifan Siswa

Tidak Ada

Ada,Insidental

Ada, Tinggi

Tidak Ada

A

B

C

Ada,Insidental

D

E

F

Ada,Berkualitas

G

H

I

      Tabel interaktif siswa

Dari tabel di atas tampak sembilan situasi pembelajaran yang berbeda-beda. Dilihat dari segi metode mengajar guru dan keaktifan siswa, maka: 
  • Situasi A, kedua pihak guru dan siswa sama-sama tidak mempunyai minat mengajar dan belajar, maka sebenarnya tidak ada kegiatan pembalajaran. 
  • Situasi B, guru tidak siap mengajar karena belum menyiapkan metode mengajar, sedangkan siswa hanya memiliki sedikit niat belajar. 
  • Situasi C, siswa memiliki niat belajar yang sangat tinggi, tetapi guru tidak siap mengajar. 
  • Situasi D, guru belum terlalu siap mengajar, jadi hanya insidental, sedangkan siswa tidak memiliki niat belajar, maka akan terjadi situasi pembelajaran tanpa respon dari siswa.
  • Situasi E, situasi pembelajaran hanya bersifat insidental, Hasilnya hanyalah tujuan yang tercapai secara tidak sadar. Tujuan diperoleh hanya melalui peniruan, penularan atau perembesan secara tidak sadar. 
  • Situasi F, guru mengajar hanya insidental, yaitu hanya persiapan sekedarnya, tetapi minat siswa dalam belajar tinggi, sehingga pembalajaran masih disadari oleh siswa. 
  • Situasi G, walaupun guru sangat siap mengajar tetapi pada pihak siswa tidak terdapat minat belajar sama sekali. Pada situasi ini tidak tercipta situasi pembalajaran sama sekali. 
  • Situasi H, walaupun guru sangat siap mengajar, tetapi minat siswa dalam belajar hanya bersifat insidental, sehingga tujuan pembelajaran hanya disadari oleh guru. 
  • Situasi I, adalah situasi pembelajaran yang paling ideal, keaktifan siswa maksimal, sedangkan guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar, sehingga kedua belah pihak melakukan peranannya masing-masing.

Read More »
22 December | 0komentar

Sebuah Keniscayaan, "Guru Blogger!"

Lomba Blog Guru
Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi akan membawa pengaruh terjadinya transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (konten) maupun sistemnya. Akan tetapi pada kenyataannya, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran masih belum sepenuhnya dapat terealisasi. Banyak pendidik yang masih belum secara optimal memanfaatkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Menurut Kariman (2012) ada dua hal yang mengakibatkan seorang pendidik belum memanfaatkan teknologi secara maksimal, pertama; banyak pendidik tidak mengetahui sama sekali penggunaan perangkat teknologi, seperti komputer dan internet, kedua yang sering muncul berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran, yakni ketersediaan dan pemanfaatan.
Ketersediaan media masih sangat kurang sehingga para pendidik masih menggunakan media secara minimal. Ada hal lain yang menjadi kendala dalam kegiatan pembelajaran yaitu ketidakmampuan pendidik bidang studi dalam memilih metode atau model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik (Dominikus, 2012). Masa pandemic covid 19 mau tidak mau menuntut adanya perubahan secara total dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pendidik diharapkan untuk dapat memfasilitasi peserta didik dalam belajar , mendapatkan materi pembelajaran dan memberikan pengelaman belajar yang bermakna bagi peserta didik meski dilakukan di rumah.
Pembelajaran secara daring merupakan salah satu pilihan yang paling banyak dilakukan dalam masa pandemic covid 19. Hal ini sebagai sebuah tantangan baru bagi pendidik bagaimana mengatur strategi, memilih model dan media pembelajaran yang sesuai untuk dapat memfasilitasi peserta didiknya belajar dari rumah secara daring.
Pembelajaran jarak jauh atau secara daring tentu membutuhkan teknologi dalam pelaksanaannya. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat di laksanakan melalui penggunaan media berbasis teknologi adalah blended learning. Menurut Garner &Oke (2015), pembelajaran blended learning merupakan sebuah lingkungan pembelajaran yang dirancang dengan menyatukan pembelajaran tatap muka (face to face) dengan pembelajaran online yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Heinze A dan Procter C,( 2010) menyatakan bahwa blended learning adalah campuran dari berbagai strategi pembelajaran dan metode penyampaian yang akan mengoptimalkan pengalaman belajar bagi penggunanya. Melalui blended learning dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif untuk terjadinya interaksi antara sesama peserta didik, dan peserta didik dengan pendidiknya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Dalam penerapan blended learning diperlukan tools atau media berbasis teknologi yang dapat mendukung penerapan pembelajaran blended learning. Dengan berkembangnya teknologi web 2.0 merubah karakteristik web menjadi lebih dinamis dan interaktif sehingga melahirkan banyak platform UCG (user generated content) yang memungkinkan penggunanya untuk dapat me-reuse, reshare, dan recreate konten-konten sesuai kebutuhan. Salah satu platform yang mendukung kegiatan tersebut adalah blog atau weblog.

Melalui blog atau weblog yang digunakan dalam pembelajaran, peserta didik dapat mengakses informasi belajar dan meningkatkan keterampilan teknologinya, berbagi dan menggunakan ulang konten-konten pembelajaran. Blog dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan menulis, berpikir kritis dan memudahkan peserta didik dan pendidik untuk dapat berinteraksi dan berkolaborasi secara global melalui berbagai fitur dan sumber informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran (Deore, 2012).
Blog bisa diintegrasikan secara multifungsi untuk mengakomodasi kebutuhan pembelajaran, setidaknya dapat memenuhi fungsi dasar dalam pembelajaran: a) Manajemen Kelas: sebagai portal untuk mendorong komunitas belajar, dapat update informasi secara cepat mengenai materi pembelajaran, tugas-tugas dan pengumuman penting mengenai pembelajaran, b) Kolaborasi: mendukung kolaborasi antara pendidik dan peserta didik bekerjasama meningkatkan kemampuan menulis dan keterampilan lainnya, c) Diskusi: mendorong kegiatan diskusi bagi peserta didik tentang topik pembelajaran, setiap peserta didik mendapat hak yang sama untuk berbagi pendapat, memiliki waktu untuk bersikap reaktif dan reflektif antara satu sama lain serta pendidik dapat membentuk kelompok peserta didik untuk berbagi pengetahuan dengan peserta didik yang lain secara global.

Pembelajaran blended learning menggunakan blog hendaknya memudahkan peserta didik dan pendidik dalam menjalankan proses pendidikan serta menjadikan peserta didik dan pendidik bekerja sama guna mencapai tujuan pendidikan yang saling menguntungkan. Pembelajaran blended learning dengan menggunakan blog dapat dilakukan ketika peserta didik membutuhkan sarana pengembangan diri, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar mandiri dengan menggabungkan aspek dari sinkronus dan asinkronus. embelajaran blended learning dengan menggunakan blog dapat diterapkan ketika pelaksanaan pembelajaran dilakukan di luar kelas misalnya belajar dari rumah

Read More »
10 July | 2komentar

Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

 Materi Pembelajaran Mendalam




Pendidikan terus berkembang, dan di era yang serba cepat ini, tuntutan terhadap kualitas lulusan semakin tinggi. Bukan hanya sekadar menguasai materi, lulusan kini diharapkan memiliki kompetensi holistik yang relevan dengan tantangan masa depan. Di sinilah konsep pembelajaran mendalam (deep learning) menjadi krusial. Pembelajaran mendalam adalah pendekatan yang mendorong peserta didik untuk tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami konsep secara mendalam, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam konteks nyata. Artikel ini akan membahas berbagai dimensi penting dalam kerangka pembelajaran mendalam.

Dimensi Profil Lulusan
Profil lulusan dalam kerangka pembelajaran mendalam jauh melampaui sekadar nilai akademis. Ada beberapa dimensi kunci yang menjadi fokus, yaitu: Penguasaan Konsep Mendalam: Lulusan tidak hanya tahu "apa", tetapi juga "mengapa" dan "bagaimana". Mereka mampu menjelaskan konsep-konsep kompleks dengan bahasa mereka sendiri dan menghubungkannya dengan berbagai ide. Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah: Lulusan mampu menganalisis informasi, mengevaluasi argumen, mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusi inovatif. Mereka tidak takut menghadapi tantangan dan mampu mencari berbagai perspektif. Kolaborasi dan Komunikasi Efektif: Di dunia yang semakin terhubung, kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif adalah fundamental. Lulusan diharapkan mampu berinteraksi, berbagi ide, dan membangun konsensus dengan beragam individu. Kreativitas dan Inovasi: Lulusan didorong untuk berpikir di luar kotak, menghasilkan ide-ide baru, dan menerapkan solusi kreatif untuk masalah yang ada. Mereka tidak hanya mengonsumsi informasi, tetapi juga menciptakan. Karakter dan Kewarganegaraan Global: Pembelajaran mendalam juga menekankan pada pengembangan integritas, empati, ketahanan, dan tanggung jawab sosial. Lulusan diharapkan menjadi warga negara yang sadar dan berkontribusi positif bagi masyarakat global. Literasi Digital dan Belajar Sepanjang Hayat: Di era informasi, kemampuan menggunakan teknologi secara bijak dan terus belajar sepanjang hidup adalah suatu keharusan. Lulusan diharapkan proaktif dalam mengembangkan diri dan menyesuaikan diri dengan perubahan.

Prinsip Pembelajaran
Untuk mencapai profil lulusan yang diinginkan, pembelajaran mendalam didasarkan pada beberapa prinsip utama: Fokus pada Makna dan Relevansi: Pembelajaran harus bermakna dan relevan bagi peserta didik. Mereka harus melihat hubungan antara apa yang mereka pelajari dengan kehidupan mereka dan dunia nyata. Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik: Peserta didik bukan objek pasif, melainkan aktor aktif dalam proses pembelajaran. Mereka didorong untuk mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka sendiri. Penekanan pada Pemahaman Konseptual: Bukan sekadar menghafal fakta, tetapi membangun pemahaman yang kokoh tentang konsep-konsep dasar dan hubungan di antaranya. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Masalah Nyata: Peserta didik terlibat dalam proyek-proyek yang menantang dan memecahkan masalah-masalah nyata, yang menuntut mereka untuk mengaplikasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Lingkungan Belajar yang Mendukung Eksplorasi dan Risiko: Guru menciptakan suasana yang aman di mana peserta didik merasa nyaman untuk bertanya, bereksperimen, dan bahkan membuat kesalahan sebagai bagian dari proses belajar. Umpan Balik yang Konstruktif dan Berkelanjutan: Umpan balik tidak hanya tentang nilai, tetapi juga tentang memberikan arahan yang jelas untuk perbaikan dan pengembangan.

Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar dalam kerangka pembelajaran mendalam dirancang untuk memfasilitasi pencapaian profil lulusan dan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran. Ini mencakup: Pembelajaran Kolaboratif: Peserta didik sering bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah, melakukan proyek, dan saling belajar. Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki, dan menemukan jawaban sendiri, daripada hanya menerima informasi dari guru. Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Aktif: Teknologi digunakan sebagai alat untuk eksplorasi, kreasi, dan kolaborasi, bukan hanya sebagai sumber informasi pasif. Asesmen Formatif yang Berkelanjutan: Asesmen tidak hanya untuk menilai hasil akhir, tetapi juga untuk memantau kemajuan peserta didik dan memberikan umpan balik yang relevan selama proses pembelajaran. Koneksi dengan Dunia Luar: Pembelajaran dihubungkan dengan komunitas, industri, dan isu-isu global melalui kunjungan lapangan, narasumber ahli, atau proyek-proyek yang melibatkan pihak eksternal. Ruang untuk Refleksi dan Metakognisi: Peserta didik diajak untuk merenungkan proses belajar mereka sendiri, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta merencanakan langkah selanjutnya.

Kerangka Pembelajaran (Struktur Implementasi)
Kerangka pembelajaran mendalam tidak hanya berhenti pada filosofi, tetapi juga membutuhkan struktur implementasi yang jelas. Ini bisa mencakup: Desain Kurikulum yang Fleksibel dan Terintegrasi: Kurikulum dirancang untuk memungkinkan koneksi antar-mata pelajaran dan memberikan ruang bagi pembelajaran yang berpusat pada minat peserta didik. Pengembangan Profesional Guru yang Berkelanjutan: Guru membutuhkan pelatihan dan dukungan untuk mengembangkan kapasitas mereka dalam memfasilitasi pembelajaran mendalam. Lingkungan Fisik yang Mendukung: Ruang kelas dan fasilitas lainnya dirancang untuk memfasilitasi kolaborasi, eksplorasi, dan kreativitas. Kemitraan dengan Orang Tua dan Komunitas: Orang tua dan komunitas menjadi mitra dalam mendukung proses pembelajaran mendalam, menciptakan ekosistem yang terpadu. Sistem Asesmen yang Komprehensif: Mengukur tidak hanya pengetahuan, tetapi juga keterampilan, sikap, dan karakter sesuai dengan dimensi profil lulusan. Ini bisa melibatkan portofolio, proyek, dan observasi. Budaya Sekolah yang Inovatif: Seluruh ekosistem sekolah mendorong eksperimen, pembelajaran dari kesalahan, dan suasana yang mendukung pertumbuhan bagi semua warganya. Dengan mengimplementasikan kerangka pembelajaran mendalam secara komprehensif, institusi pendidikan dapat menciptakan lingkungan yang memberdayakan peserta didik untuk menjadi individu yang kompeten, berdaya saing, dan siap menghadapi kompleksitas dunia abad ke-21. Ini bukan hanya tentang mengisi kepala dengan informasi, tetapi juga tentang membentuk pribadi yang mampu berpikir, berkreasi, berkolaborasi, dan berkontribusi secara bermakna.

Read More »
23 June | 0komentar

Koneksi Antar Materi Modul 1.1 dan Modul 1.2

Model Refleksi 4P (Peristiwa,Pembelajaran,Perasaan,Penerapan)

Pada kesempatan ini akan saya sampaikan pembelajaran sebagai refleksi Koneksi antar Materi pada pembelajaran modul 1.1 hingga 1.2 berikut adalah hal hal yang menjadi pembelajaran bagi saya. Pada kesempatan ini akan saya jabarkan dengan model refleksi model 4P (Peristiwa,Perasaan,Pembelajaran dan Penerapan) 

Peristiwa 
Peristiwa atau momen yang berarti bagi saya adalah ketika saya pertama kali melakukan pembelajaran secara mandiri dengan alur merdeka yang diperkenalkan pada pembelajaran di guru penggerak yaitu mulai dari mulai mengenali diri sendiri,eksplorasi konsep sampai melakukan aksi nyata. Pada eksplorasi konsep pemikiran KHD saya mengatahui bahwa peserta didik adalah ibarat bahan yang siap diolah karena memiliki potensi yang telah ada didalamnya. Sehingga guru hanya dapat memberikan arahan, tuntunan, peserta didik ini berkembang sesuai dengan kodrat alamnya dan kodrat zamannya. Mempelajari nilai dan peran peran guru penggerak. 
Bahwa seorang guru pengerak harus mampu berpihak pada murid, mampu berkolaborasi dengan siapapun untuk pendidikan, berinovasi mandiri dan reflektif. Mengejakan tugas secara kolaborasi dan dilakukan secara daring menjadi hal yang menantang, bahwa guru adalah manusia sosial yang memerlukan bantun orang lain. Pada kali ini kolaborasi yang dilakukan antar peserta CGP adalah melakukan interaksi secara daring. Dengan jarak dan ruang bukanlah penghalang untuk melakukan kolaborasi menghasilkan suartu karya. 

Pembelajaran 
Setelah mempelajari pemikiran KHD berkaitan dengan menghamba kepada peserta didik. Pada penerapan pembelajaran yang berpihak dan berpusat pada murid sesuai pemikiran KHD dalam kegiatan pembelajaran saya di sekolah adalah melakukan model pembelajaran yang mengakomodasi pada gaya belajar peserta didik. Hal yang makin menguatkan saya adalah bagaimana melakukan kolaboratif, berdiskusi dengan teman sejawat dengan melakukan pembimbingan pada guru lain. Sesuai dengan nilai nilai dan peran sebagai guru penggerak untuk saya kembangkan lagi apa yang telah saya lakukan dan rencana apa yang akan saya lakukan. Kaitan antara modul 1.1 dan 1.2 yang saya fahami adalah bahwa menurut KHD peran seorang guru dalam mendidik anak didik adalah menuntun dan mengarahkan sesuai dengan kodrat nya, guru ibarat petani yang hanya memberi pupuk, memberi pengairan yang baik membasmi dan mencegah agara tidak terkena hama. Dan peran dan nilai guru penggerak yang menjadi pemimpin pembelajaran sejalan dengan pemikiran tersebut bahwa guru pembelajaran harus berpihak pada murid kita berinovasi berkolaborasi dengan rekan rekan agar membuat sebuah pembelajaran yang berpihak untuk pada kepentingan murid/anak sesuai dengan filosofi KHD yang berhamba pada anak.

Perasaan 
Ilmu yang baru berkaitan dengan pengembangan diri, orang lain dan peserta didik yang dipelajari pada modul 1.1 dan modul 1.2 menjadi merasa bersemangat, seperti menemukan sesuatu yang baru bagi saya yang sangat berharga . selama ini saya menjadi guru merasa paling mengetahui cara mengajar, ternyata belum sesuai dengan pemikiran ki hajar dewantara. Masih banyak peran peran yang belum saya lakukan sebagai seorang guru kepada siswa, berharap dan bersemangat untuk memperbaiki apa yang kurang dan mengembangkan kelebihan yang saya miliki. Saya bersyukur menjadi bagian dari pendidikan guru penggerak . Membentuk siswa menjadi apa sesuai keinginan kita dan kita paksakan untuk terus berlatih dan belajar sesuai kehendak guru adalah sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan oleh guru. Hal yang terkait dengan prestasi, nilai yang bagus adalah akan berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai guru hanya menuntun perkembangan siswa , guru harus membuat pembelajaran yang menyenangkan, menjadi pemimpin pembelajaran . guru bukan pusat pembelajaran tapi muridlah yang menjadi pusat pemebelajaran , berorientasi pada murid. Saya segera membuat kelompok kelompok diskusi siswa dikelas agar mereka bisa belajar berkolaborasi, menghargai sesame dan menumbuhkan kepemimpinan siswa. Prestasi siswa bukan hanya meraih peringkat kelas atau rengking lebih dari itu prestasi adalah mampu melakukan apa yang sebelumnya tidak bisa dilakukan. Setelah momen itu saya harus mengevaluasi dan memaknai setiap kegiatan yang saya lakukan dengan berdiskusi, berefleksi dengan rekan sejawat disekolah , kepala sekolah dan rekan rekan dikomunitas saya. 

Penerapan Kedepan 
Rencana ke depan saya harus tetap melaksakana pembelajaran, bimbingan yang berpihak pada murid mencari cara agar mereka bisa belajar memenuhi kebutuhan mereka dalam belajar sesuai dengan kodrat zaman dan kodrat alamnya. Tetap menuntun dan mengarahkan mereka hanya sebatas mereka agar tidak kehilangan arah. Melakukan kolaborasi dengan pemangku kepentingan, kepada kepala sekolah, rekan sejawat disekolah dan rekan saya di komunitas seperti mgmp. Tetap bekerja sama dan berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk bersama sama meraih kebaikan bagi anak didik, baik itu pembuatan media pembelajaran, metode pembelajaran atau hal lain yang mendukung proses menuntun anak dan kepentingan anak didik. Memberikan pendampingan kepada sesame guru dengan memberikan coach terkait media pembelajaran interaktif. Saya akan tetap mengembangkan dan membuat media pembelajaran baik itu video pembelajaran atau aplikasi interaktif . agar pembelajaran menyenangkan dan bermakna. Juga membuat metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan pembelajaran yang berpusat pada murid.

Read More »
24 September | 4komentar

Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Penjelasan Sebelum Pelaksanaan Project Based Learning (2017)
Goodman dan Stivers (2010) mendefinisikan Project Based Learning (PjBL)merupakan pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok. Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. 
Pengalaman belajar peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam proses pembelajaran berbasis proyek. 
Grant (2002) mendefinisikan project based learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Peserta didik secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan. 
Sedangkan Made Wena (dalam Lestari, 2015: 14) menyatakan bahwa model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja secara mandiri.
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (PjBL) menciptakan lingkungan belajar "konstruktivis" dimana peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri dan pendidik menjadi fasilitator. (Goodman dan Stivers, 2010).

Kenapa Project Based Learning?
Karakteristik model Project-based Learning diantaranya yaitu peserta didik dihadapkan pada permasalahan konkret, mencari solusi, dan mengerjakan projek dalam tim untuk mengatasi masalah tersebut.

Pada model PjBL peserta didik tidak hanya memahami konten, tetapi juga menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan berperan di masyarakat. Keterampilan yang ditumbukan dalam PjBl diantaranya keterampilan komunikasi dan presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis. 
Penilian kinerja pada PjBL dapat dilakukan secara individual dengan memperhitungkan kualitas produk yang dihasilkan, kedalaman pemahaman konten yang ditunjukkan, dan kontribusi yang diberikan pada proses realisasi proyek yang sedang berlangsung. PjBL juga memungkinkan peserta didik untuk merefleksikan ide dan pendapat mereka sendiri, dan membuat keputusan yang mempengaruhi hasil proyek dan proses pembelajaran secara umum, dan mempresentasikan hasil akhir produk.

Global SchoolNet (2000) dalam Nurohman melaporkan hasil penelitian the AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 
  2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, 
  3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, 
  4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, 
  5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, 
  6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan,
  7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, 
  8. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global SchoolNet, 2000)
Keunggulan 
Keunggulan penerapan model project based learning yaitu: “(1) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu dihargai; (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah; (3) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks; (4) meningkatkan kolaborasi: (5) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi; (6) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber; (7) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; (8) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata; (9) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata; (10) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran” (Kurniasih dalam Nurfitriyani, 2016)

Kapan Model Project Based Learning dapat diterapkan?
Model pembelajaran ini dapat digunakan ketika pendidik ingin mengkondisikan pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta didik dimana peserta didik memiliki pengalaman belajar yang lebih menarik dan menghasilkan sebuah karya berdasarkan permasalahan nyata (kontekstual) yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan ketika pendidik ingin lebih menekankan pada keterampilan sains yaitu pada kegiatan mengamati, menggunakan alat dan bahan, menginterpretasikan, merencanakan proyek, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan berkomunikasi dengan baik. 
Selain itu pendidik juga dapat menggunakan model PjBL ketika ingin mengembangkan kemampuan berfikir kreatif peserta didik dalam merancang dan membuat sebuah proyek yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan secara sistematis. Sehingga model PjBL ini dapat membudayakan berpikir tingkat tinggi (high order thinking/HOT) dalam mengimplementasikan pembelajaran saintifik (Mengamati, Mengasosiasi, Mencoba, Mendiskusikan, dan Mengkomunikasikan) serta pembelajaran abad 21 (4C: Critical thinking, Collaboration, Creative, Communication).


Diagram tahapan dalam pelaksanaan Project Based Learning

Bagaimana karakteristik materi pembelajaran yang sesuai dalam penerapan Model Project Based learning? 
  • Seperti yang sudah di uraikan bahwa model Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada keterampilan proses sains dan berkaitan dengan kehidupan nyata atau sehari-hari sehingga karakteristik materi yang sesuai dalam penerapan model Project Based learning ini yaitu: 
  • Memiliki kompetensi dasar yang lebih menekankan pada aspek keterampilan atau pengetahuan pada tingkat penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi (memodifikasi, mencoba, membuat, menggunakan, mengoperasikan, memproduksi, merekonstruksi, mendemonstrasikan, menciptakan, merancang,menguji, dll ) 
  • Dapat menghasilkan sebuah produk 
  • Memiliki keterkaitan dengan permasalahan nyata atau kehidupan sehari-hari
Alur Pembelajaran (Learning Path) Model Project Based Learning
Menurut Educational Technology Division-Ministry of Education Malaysia (2006) terdapat 6 langkah agar pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek ini berhasil yaitu dengan mempersiapkan pertanyaan penting terkait suatu topik maeri yang akan dipelajari, membuat rencana proyek, membuat jadwal, memonitor pelaksaan pembelajaran berbasis proyek (PBL), melakukan penilaian, dan valuasi pembelajaran berbasis proyek (PBL).

Menurut Rais dalam Lestari (2015) langkah-langkah model pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut: 
  1. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. 
  2. Merencanakan proyek (design a plan for the project). Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pendidik dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung, serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek. 
  3. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktupenyelesaian proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu yang baru, akan tetapi pendidik juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas peserta didik melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga pendidik meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas. 
  4. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of the project). Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta didik. Pendidik mengajarkan kepada peserta didik bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik dapat memilih perannya masing masing dengan tidak mengesampingkan kepentingan kelompok. 
  5. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome). Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain secara bergantian. 
  6. Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut ini diagram tahapan dalam pelaksanaan Project Based Learning

Read More »
13 June | 8komentar