Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query tantangan sosial.. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query tantangan sosial.. Sort by date Show all posts

Eksplorasi Konsep Modul 2.2, Kompetensi Sosial - Emosional (KSE)

Forum Diskusi, Eksplorasi Konsep, 17 Nov 2022



Kutipan hari ini:
“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali” (Aristoteles, Filsuf)
mendiskusikan penerapan 5 KSE yang dibutuhkan dalam sebuah kasus bersama para CGP lain. Tujuan dalam diskusi adalah pengembangan gagasan dan pencapaian pemahaman bersama, sehingga dapat memperkuat pemahaman konsep yang lebih baik. Melakukan diskusi pada waktu yang telah ditentukan, mohon untuk membaca aturan untuk forum diskusi berikut ini:
Aturan forum diskusi tertulis: Sebelum kita melanjutkan sesi diskusi, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar diskusi dapat berjalan dengan efektif dan produktif: 
Setiap CGP harus menjawab pertanyaan berkaitan dengan kasus Bapak Eling. Diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman bersama penerapan kompetensi sosial dan emosional dalam suatu situasi. Sikap terbuka dan rasa ingin tahu menjadi nilai dasar dari proses diskusi ini. Membangun pendapat dengan mempertimbangkan tanggapannya terhadap respon/jawaban CGP lain.

Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 1
Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 1
Urgensi PSE, yaitu peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 2
Peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
Halaman 2
Kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.menerapkan pembelajaran sosial emosional guna mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak komunitas sekolah
Halaman 3
Apa KSE yang dapat diterapkan dalam kegiatan tersebut? Bagaimana kegiatan tersebut dapat membantu murid untuk mengembangkan KSE tersebut? (Kolom 2 Baris 1 adalah contoh untuk Anda)
Halaman 4
Apa KSE yang dapat diterapkan dalam kegiatan tersebut? Bagaimana kegiatan tersebut dapat membantu murid untuk mengembangkan KSE tersebut? (Kolom 2 Baris 1 adalah contoh untuk Anda).
Jawaban
2. Kesadaran diri : murid menghubungkan perasaan,pikiran dan nilai-nilai dari buku yang dibaca. 3. Kesadaran diri : Murid menceriterakan apa yang disukai selama pembelajaran,materi yang mudah dan apa yang akan dipelajari lebih lanjut; 4. Kesadaran diri : murid memberikan nilai yang diyakininya berkaitan dengan etika dalam penggunaan medsos.; Kesadaran Sosial: mempertimbangkan pendapat teman; Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab: manfaat kegiatan bagi komunitas. 5. Kesadaran diri: Menunjukan integritas dan kejujuran dalam menyelesaikan tugas-tugas; Manajemen diri: ketrampilan mengelola tugas dari guru; Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab: membuat keputusan yang masuk akal setelah menganalisis informasi. 6. Kesadaran diri: Siswa mengidentifikasi minat dan bakat dibidang seni,literasi, olah raga dll; Kesadran sosial: mengakui prestasi orang lain.
Halaman 5
Pembelajaran Sosial dan Emosional merupakan pembelajaran dalam pembentukan diri yang mengarah pada kesadaran diri, kontrol diri, dan kemampuan relasi. Pribadi yang memiliki sosial emosional yang baik akan lebih dapat bersikap profesional, mudah belajar, bersosialisasi, dan menyukai tantangan dalam bekerja.
Halaman 6
Dikelas: : Berikan instruksi kepada murid untuk mengingat Kembali dan memikirkan kejadian/ pengalaman yang pernah dialami saat mereka bekerja sama di dalam kelompok. Ajak mereka untuk memikirkan bagaimana kondisi saat diskusi kelompok berjalan dengan baik dan tidak berjalan baik. Apa perbedaan dari kedua kondisi tersebut? Alternatif kegiatan kedua adalah dengan menggunakan media video tutorial terkait diskusi untuk resolusi konflik. Sediakan video tutorial , kemudian minta murid menonton. Kemudian diskusikan dan minta murid Anda mencatat bagaimana keefektifan cara secara runtut berkaitan dengan proses kerjanya digunakan dalam video tersebut.
Halaman 7
Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit adalah bentuk pembelajaran yang kontekstual, dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Halaman 8
Sebelumnya saya berpikir bahwa kompetensi sosial dan emosional (KSE) tidak perlu dalam pembelajaran ternyata kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pembelajaran formal di ruang lingkup kelas dan sekolah dengan dikolaborasikan bersama dengan keluarga danj komunitas. tidak hanya dilingkungan.
Halaman 9
Sebelumnya saya berfikir bahwa menumbuhkan empati dapat dilakukan didalam pembelajaran ternyata dapat dikembangkan didalam kelas. Ide pembelajaran yang akan saya lakukan adalah melakukan teknik STOP.
Halaman 10
Sebelumnya saya pikir saya pikir kesadaran sosial hanya diperlukan oleh lingkungan masyarakat, ternyata kesadaran sosial penting dikembangkan di kelas-kelas. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
Halaman 11
Sebelumnya saya befikir kesadaran berelasi hanya dilakukan di lingkungan ternyata Kesadaran sosial sebagai dijelaskan dalam Keterampilan Sosial Emosional menjadi fondasi keterampilan berelasi kita karena dalam berelasi kita membutuhkan kepekaan terhadap lawan bicara kita. Sehingga perilaku yang kita tunjukan, kosa kata yang dipilih, cara kita berbicara dan pendekatan yang kita lakukan tidak akan menyinggung lawan bicara kita.
Halaman 12
Sebelumnya saya berfikir bahwa RPP hanya diperuntukan baai mana kita merancang pembelajaran tentang materi ajar kita saja ternyata dapat dikembangkan melalui RPP untuk mengajarkan pengambilan keputusan dengan POOCH. ketika kita dihadapkan pada suatu permasalahan, maka akan dapat melihat apa masalahnya dan apa penyebabnya. Lalu, menemukan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Apa saja kemungkinan yang terjadi dari sisi positif maupun negatif serta menentukan apa keputusan yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Halaman 13
KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, tujuan Kompetensi Sosial Emosional dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, serta musik, seni, dan pendidikan jasmani. Jadi kegiatan akan memudahkan dalam pelaksanaannya oleh semua guru. Integrasi KSE dalam pembelajaran dapat dilakukan dalam tahap pembelajaran yaitu pembukaan yang hangat, kegiatan inti yang melibatkan murid seperti pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan lainnya. dan bagian ke tiga adalah penutupan yang optimistik.
Halaman 14
Sebelumnya saya berfikir bahwa membuat RPP hanya untuk materi/ bentuk materi yg kita persiapan jadi Pembelajaran Sosial Emosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat: 1.Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri), 2.Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), 3.Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), 4.Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi), 5.Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Halaman 15
1. Sebelumnya saya berpikir mewujudkan kondisi kelas yang menyenangkan itu susah ternyata setelah mempelajari materi Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah kegiatan yang sangat mudah dan dilakukan bersama-sama dengan murid. 2. Ide pembelajaran baru atau menarik akan saya terapkan di kelas saya adalah mengintegrasikan emosional guru dengan murid bersama sama mewujudkan kelas yang menyenangakan dengan saling kolaborasi kerjasama. 3. Yang ingin saya perdalam lebih lanjut adalah kesadaran sosial yang menjadi menarik untuk diperdalam dan dikuatkan dalam kompetensi Sosial dan emosional. salam dan bahagia. 1. sebelumnya saya berfikir bahwa menciptakan iklim kelas dan budya sekolah lebih kepada hal fisik misalkan menciptakan ruang kelas yang indah, bersih dan nyaman, ternyata menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah juga menyangkut bagaimana interaksi antara murid dengan murid, murid dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya 2. tugas kita kita sebagai guru adalh mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah dapat diberikan melalui : pengajaran eksplisit integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah 5 kompetensi sosial dan emosional yang harus dikuasai murid adalah : kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi , dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 3. pembelajaran yang menarik yang akan saya terapkan dikelas adalah saya akan membuat RPP yang terintegrasi dengan pembelajaran sosial emosional dan pembelajaran berdiferensiasi yang berpihak pada murid
Halaman 16
Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan menjadi salah satu indikator penting dalam pembelajaran sosial emosional di sekolah. Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan selaras dengan Standar Kompetensi Pedagogik, Kepribadian dan Sosial Guru. Guru mendapatkan penguatan untuk menguasai karakteristik peserta didik dari aspek sosial, kultural emosional, serta menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, arif dan dewasa. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan belajar, berkolaborasi dan menjadi teladan. Jadi yang menjadi teladan di sekolah bagi murid - murid tidak hanya guru saja tapi tenaga kependidikan yang lain seperti staf TU, laboran, caraka dsb.
Halaman 17
(1) Menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas alasannya yakni akan semakin kuat terkait dengan KSE karena dilakukan setiap saat; (2) Menciptakan budaya mengapresiasi alasannya karena dengan kegiatan tersebut akan menguatkan KSE sebab sifat seseorang yakni akan merasa senang apabila mendpatkan apresiasi terhadap kegiatan yang dilakukannya; (3) Mengagendakan sesi berbagi praktik baik alasannya dengan kegiatan tersebut akan terjadi kolaborasi dan terdapat hal-hal yang menyenangkan sehingga akan menumbuhkan kesadaran penuh (minefull) yang kuat; (4) Mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru, alasannya yakni hal ini merupakan sesuatu yang baru dan merupakan tantangan bagi saya, selain itu pada saat rapat guru pastinya semua guru terlibat sehingga akan banyak yang merasakan penguatan KSE.
Halaman 18
langkah penguatan kompetensi yang penting bagi rekan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah saat saat ini adalah belajar dan teladan, alasannya rekan pendidik dan tenaga kependidikan perlu diberitahu dulu melalui sosialisasi tentang penguatan kompetensi sosial dan emosional di sekolah. Setelah mereka memahami apa itu PSE dan apa tujuannya maka mereka baru akan mau melakukannya. Nah untuk mendukung pelaksanaan penguatan kometensi sosial emosional perlu adanya suatu keteladanan. Setelah terbangun pemahaman bersama barulah pendidik dan tenaga kependidikan dapat berkolaborasi dalam penguatan Kompetensi sosial dan emosional. Jadi saat ini sebagai langkah awal yang dibutuhkan adalah belajar.langkah penguatan kompetensi adalah kolaborasi bagi rekan pendidik dan tenaga kependidikan disekolah saya karena dengan kolaborasi akan bisa diselesaikan sesuai harapan dan apabila ada hambatan akan diuraikan persoalan bersama sehingga mendapatkan hasil yang menyenangkan bersama. salam dan bahagia.

Read More »
02 June | 0komentar

Koneksi Antar Materi Modul 2.2 CGP

 



Pembelajaran Sosial-Emosional


Perasaan kesal, marah, stress dan cemas sebagai seorang pendidik/guru kita tentu pernah atau bahkan sering kita hadapi karena perilaku murid atau mendapat tugas tambahan dari kepala sekolah. Ketika menghadapi situasi tersebut, bagaimana kita menghadapinya ? Siswa yang kita bimbing pun sering menghadapi masalah serupa ; tidak fokus, Jenuh, stress, cemas dan marah ketika berada dalam pembelajaran. Murid-murid juga mengalami situasi yang sama. Dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan Tugas yang harus diselesaikan, dengan jumlah mapel yang banyak. Baik tugas-tugas akademik, maupun tugas lain misalkan ekstrakurikuler dan tugas pengurus osis, bahkan mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, menyiapkan rencana studi dan karir dikehidupan nyata.
Menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya. Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik, sosial dan emosional.

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam.dan menyelesaikan masalahDan tentunya untuk mengajarkan menjadi orang yang berkarakter baik.PSE memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses.

Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar.Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaboratif untuk anak dan orang dewasa memperoleh dan menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional


Pembelajaran Sosial-Emosional


Pembelajaran sosial dan emosional menurut kerangka CASEL bertujuan untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE), di antaranya adalah:
  1. Memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
  2.  Menetapkan dan mencapai tujuan positif (manajemen diri)
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Bagaimana Penerapan PSE di sekolah dan kelas ? PSE dapat dilaksankan di sekolah dengan cara :
1. Rutin ( diluar waktu belajar sekolah )
2. Terintegrasi dalam pembelajaran
3. Protokol ( sesuai dengan budaya atau aturan sekolah )
Kompetensi Sosial - Emosional dapat dilaksanakan di kelas dengan teknik STOP. Teknik ini bisa dilaksnakan untuk melatih kompetensi kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi.




Keterkaitan Modul dengan Materi Sebelumnya


Filosofi KHD , Nilai dan Peran Guru Penggerak

Dengan memiliki keterampilan sosial- emosional dalam pembelajran berarti kita sudah mnerapkan filosofi pendiidkan Kihajar dewantara yaitu pendtingnya pembelajaran budi pekerti bagi murid, agar bisa memperoleh kebahagiaan setinggi-tingginya sbagai warga masyarakat. seperti dalam tulisannya : ' “Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan. Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.” Dengan KSE guru dapat menuntun murid untuk menuntun segala kodrat alam dan kodrat zaman yang ada pada anak sehingga mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setingii-tingginya sebagai individu dan anggota masayarakat.

Peran dan Nilai Guru Penggerak

Pembelajaran sosial emosional dpat menumbuhkan peran dan nilai guru penggerak dalam mewujudkan proses pembelajaran yang berpusat kepada murid. Dengan PSE guru dapat mengelola emosinya sehingga proses pembelajaran yang berpusat pada musrid akan berjalan dengan seimbang . Guru dapat mencipatakan 'well being" ekosistem pendidikan di sekolah, sehingga pembelajaran akan menjadi nyaman, sehat dan membahagian bagi murid.

 Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif

Guru harus mmapu menggunakan segala kekutan dan potensi yang ada untuk mengembangkan budaya positif di sekolah. Maka dengan PSE guru dapat mengenali dan memahami emosi masing- masing yang sedang dirasakan sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menerapkan disiplin positif secara baik sesuai dengan kesadaran diri (self awarness). Bila hal itu tercapai maka murid dengan kesadaran penuh (mindfulness) menerapkan budaya positif tersebut.

Pembelajaran Berdiferensiasi



Pembelajaran Berdiferensiasi Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) murid berkembang, maka aspek akademik merekapun berkembang. Hal ini selaras dengan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi.

Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya. Dukungan di sini bisa berupa kesiapan sosial emosional mereka untuk mengikuti pembelajaran, serta bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar mereka.Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). ke-3 komponen ini disebut dengan kebutuhan belajar murid.


KESIMPULAN



Jika guru menerapka PSE di sekolah maka akan menjadi budaya postif . Budaya postif tersebut diharapkan bisa mendorong pemenuhan kebutuhan belajar murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.Dan akhirnya pembelajaran akan dilaksankan sesuai dengan kebutuhan murid ( Pembejaran berdiferensiasi)


SUKSES DAN BAHAGIA



Read More »
20 November | 0komentar

Rasional Mapel Koding dan Kecerdasan Artifisial

Integrasi pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) dalam pendidikan memungkinkan penggunaan teknologi secara maksimal untuk mendukung pembangunan nasional. Dalam hal peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, pembelajaran ini mengasah keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah, yang sejalan dengan upaya meningkatkan daya saing di tingkat global.
Dari sudut pandang ekonomi berkelanjutan, keahlian dalam koding dan KA menciptakan peluang ekonomi baru, mendukung inovasi, dan mendorong pertumbuhan industri digital, yang memungkinkan generasi muda berkontribusi pada ekonomi kreatif. Lebih jauh lagi, dalam konteks inovasi dan teknologi untuk pembangunan, pendidikan berbasis koding dan KA menghasilkan generasi inovator yang dapat berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengatasi berbagai tantangan sosial.
Selain itu, program pembelajaran koding dan KA juga memperkuat pemerataan akses pendidikan berkualitas, sehingga semua peserta didik, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi, mendapatkan kesempatan belajar yang setara. Yang tak kalah penting, penguatan identitas nasional tetap terjaga, karena teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan mempromosikan budaya lokal di arena global.
Dengan mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA dalam sistem pendidikan nasional, diharapkan generasi mendatang dapat menciptakan solusi inovatif untuk tantangan nasional, mendorong kesejahteraan sosial-ekonomi, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang inovatif di kancah global.
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin mengarah pada digitalisasi di berbagai sektor, diharapkan penerapan koding dan kecerdasan artifisial (KA) di dunia pendidikan dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak peserta didik. Hal ini penting agar mereka memiliki bekal yang cukup untuk bersaing di era industri digital yang cepat dan inovatif. Teknologi KA tidak hanya berpengaruh pada ekonomi dan lapangan kerja, tetapi juga membentuk norma sosial dan budaya. Oleh karena itu, peserta didik perlu memahami dampak sosial serta etika dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi tersebut.
Mata pelajaran Koding dan KA memiliki pendekatan holistik, di mana pembelajaran tidak hanya berfokus pada kompetensi teknis. Peserta didik juga akan mengembangkan diri mereka sebagai individu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, komunikatif, mandiri, dan sehat.
Seluruh aspek kompetensi yang diperoleh melalui pembelajaran Koding dan KA saling terintegrasi dan melengkapi. Hal ini sangat penting karena akan memberikan dukungan kepada peserta didik untuk menghadapi dunia yang terus berubah, mengatasi tantangan baru, dan berkontribusi pada kesejahteraan diri mereka maupun orang lain.

Read More »
01 July | 0komentar

Di Balik Senyum Guru: Tantangan yang Jarang Tersorot dalam Dunia Pendidikan




Tanggal 25 November setiap tahun, di rayakan sebagai Hari Guru. Peringatan ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa para guru/pendidik. Senyum ramah dan semangat mereka dalam mengajar seringkali menjadi pemandangan yang menghiasi ruang-ruang kelas. Namun, di balik senyum ceria itu, tersimpan beragam tantangan yang jarang tersorot dan patut kita sadari bersama. 

Beban Kerja yang Menumpuk 
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah beban kerja yang sangat padat. Selain mengajar di kelas, guru juga harus menyusun rencana pembelajaran, memeriksa  tugas siswa, membuat laporan, dan mengikuti berbagai pelatihan. Belum lagi tuntutan administrasi yang semakin kompleks dan seringkali memakan waktu yang cukup banyak. Terdapat 5 aplilasi yang merupakan bagian dari beban administrasi/ dokumen kepegawaian guru. Beban kerja yang berlebihan ini dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental guru, serta mengurangi kualitas waktu yang dapat mereka dedikasikan untuk setiap siswa. 


Keterbatasan Sarana dan Prasarana 
Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran. Kurangnya buku pelajaran, alat peraga, laboratorium, dan akses internet yang terbatas menjadi kendala bagi guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Kondisi ini semakin terasa di daerah-daerah terpencil, di mana guru harus berkreasi dengan segala keterbatasan yang ada. Perkembangan Teknologi yang Pesat Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menghadirkan tantangan tersendiri bagi guru. Mereka dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi dengan berbagai platform pembelajaran online, aplikasi pendidikan, dan media sosial. Meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, namun tidak semua guru memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan dukungan yang diperlukan. 

Keberagaman Siswa 
Setiap siswa memiliki karakter, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Guru harus mampu mengakomodasi keberagaman ini dalam proses pembelajaran. Namun, dengan jumlah siswa yang cukup banyak di setiap kelas, seringkali sulit bagi guru untuk memberikan perhatian yang cukup kepada setiap individu. Disiplin Siswa yang Menurun Perubahan zaman dan pengaruh lingkungan sekitar membuat disiplin siswa menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Perilaku siswa yang kurang menghormati guru dan teman, serta kecenderungan untuk lebih banyak menggunakan gadget daripada belajar, menjadi masalah yang cukup serius. 

Ancaman kriminalisasi guru menjadi isu yang semakin sering terdengar belakangan ini. Tindakan hukum yang ditujukan kepada guru, seringkali dipicu oleh berbagai faktor, seperti perbedaan persepsi dalam proses pembelajaran, tuntutan akademik yang tinggi, atau bahkan masalah pribadi. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat peran guru yang sangat penting dalam membentuk generasi muda.

Dampak dari Tantangan Tersebut 
Tantangan-tantangan yang dihadapi guru dapat berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang kelelahan dan terbebani akan kesulitan memberikan pembelajaran yang efektif. Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dapat menghambat perkembangan potensi siswa. 

Solusi dan Harapan 
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, serta memberikan pelatihan yang berkelanjutan bagi guru. Sekolah juga harus memberikan dukungan yang lebih baik kepada guru, misalnya dengan mengurangi beban administratif dan menyediakan waktu yang cukup bagi guru untuk berkolaborasi. 
Masyarakat pun perlu memberikan apresiasi yang lebih tinggi terhadap profesi guru dan ikut berperan serta dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Di balik senyum mereka, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang telah berjuang keras untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang lebih serius terhadap tantangan yang mereka hadapi dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan.

Read More »
25 November | 0komentar

Mulai Dari Diri Modul 2.2

Tujuan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) 
Memahami, menghayati dan mengelola emosi (kesadaran diri) 
Menetapkan dan mencapai tujuan positif (manajemen diri) 
Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial) 
Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi) Membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab) 

Capaian Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) 
  • Menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.
  • Meningkatkan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah
  • Menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora.

Refleksi Sosial dan Emosional 
Selama menjadi pendidik, Anda tentu pernah mengalami sebuah peristiwa yang dirasakan sebagai sebuah kesulitan, kekecewaaan, kemunduran, atau kemalangan, yang akhirnya membantu Anda bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. 
Apa kejadiannya, kapan, di mana, siapa yang terlibat, apa yang membuat Anda memilih merefleksikan peristiwa tersebut, dan bagaimana kejadiannya? 
Saya ingin menceritakan kasus pertama yang saya hadapi ketika menjadi wali kelas. Hal ini terjadi di tempat kerja saya. Mengapa saya merefleksikan peristiwa ini karena menurut saya peristiwa ini secara langsung memberikan saya gambaran bagaimana kondisi murid yang harus saya didik dan bagaimana kita sebagai pendidik menyikapinya. 
Baru menjadi guru honor sekolah swasta di salah satu sekolah di Kab. Banjarnegara tepatnya tahun 2000, Sebagai guru baru saya menggantikan guru yang telah pensiun. Manajemen sekolah dan Yayasan  mempercayakan sebagai tugas wali kelas XII kepada saya. Baru lulus kuliah, Saya merasa masih awam akan tugas tambahan ini menyanggupinya karena berpikir bahwa ini adalah salah satu kepercayaan dan tantangan kerja. 
Sebelumnya saya memang mengajar di kelas tersebut namun baru beberapa bulan menggantikan guru yang sudah pensiun. Ketika saya baru seminggu menjadi wali kelas di sana, saya sudah menghadapi kasus yang menurut saya sangat berat di awal saya bertugas. Foto viral dari 2 siswa/i di kelas yang katanya sebagai pacar. Berita ini sampai pada Yayasan. Saya selaku wali kelas didampingi guru BK, Kepala Sekolah serta orang tua murid mendapat panggilan oleh Ketua Yayasan. 
Sebelum menghadap Ketua Yayasan, kami selaku pendidik di sekolah melakukan mediasi  dengan murid dan orang tuanya. Dalam mediasi ini, orang tua murid saling menyalahkan satu sama lain dan menganggap anak mereka adalah korban. Mediasi ini memang tidak bisa mendamaikan orang tua murid secara sepenuhnya, namun mereka setuju untuk saling bekerja sama mendidik anak mereka. 
Setelah melakukan mediasi, kami menghadap Ketua Yayasan. Ketua Yayasan memberikan arahan bahwa sosial media memberikan dampak positif dan negatif untuk semua, jadi diharapkan bijak dalam bersosial media. Bapak Ketua Yayasan menanyakan status saya yang guru baru menjadi walikelas kelas XII.

 Bagaimana Anda menghadapi krisis tersebut (coping)? Bagaimana Anda dapat bangkit kembali (recovery) dan bertumbuh (growth) dari krisis tersebut? 
Setelah mengalami insiden itu, saya yang masih merasa baru tidak langsung memarahi murid tersebut. Saya melakukan pendekatan yang lebih menjurus menjadi seorang teman karena saya merasa murid saya sudah sangat trauma dengan viralnya foto mereka yang berimbas pada kemarahan orang tua dan rasa malu dengan teman-temannya. Saya juga mengajak secara persuasif kepada murid-murid agar saling mengingatkan jika ada salah satu teman mereka memposting hal yang tidak sopan di sosial media. Saya juga mengadakan refleksi mengenai kejadian tersebut. Dengan kejadian ini, saya ingin menuntun murid saya dan tentunya diri saya sendiri selaku orang yang akan dicontoh murid agar lebih bijak lagi menggunakan sosial media. 


• Gambarkan diri Anda setelah melewati krisis tersebut. 
o Apa hal terpenting yang telah Anda pelajari dari krisis tersebut? 
o Bagaimana dampak pengelolaan krisis tersebut terhadap diri Anda dalam menjalankan peran sebagai pendidik? 
Hal penting yang saya pelajari dari krisis tersebut adalah semakin menguatnya pribadi saya dalam menghadapi kondisi sosial murid. Saya juga menjadi lebih percaya diri menghadapi beberapa kasus selanjutnya karena dari kasus ini saya belajar bagaimana saya harus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan BK, kesiswaan dan Kepala Sekolah. Sebagai pendidik saya merasa saya harus memberikan layanan terbaik kepada murid-murid saya. Saya harus lugas dan tidak bertele-tele jika seandainya ada permasalahan murid agar murid yang bermasalah menyadari sendiri kesalahannya dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. 

• Sebagai pendidik, Anda tentu pernah bertemu murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan, atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Setujukah Anda bahwa faktor-faktor tersebut membantu ia menjalani proses pembelajaran dengan lebih optimal di sekolah? Jelaskan jawaban Anda dengan bukti atau contoh yang mendukung. 
Saya sangat setuju. Murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain akan lebih mudah memahami arah hidupnya sehingga dia bisa lebih mudah dalam mengatur dirinya. Dia juga bisa mengidentifikasi kelemahannya sendiri sehingga dia bisa menjadikannya kekuatan untuk terus maju. Hubungan positif dengan orang lain akan membuat seorang mempunyai tingkat kepercayaan diri yang baik sehingga dapat menjalani proses pembelajaran yang baik di sekolah. 
Sebagai guru baru saat itu saya menjadi wali kelas XII, saya dipertahankan untuk tetap menjadi wali kelas, namun wali kelas X karena saya tidak mengajar kelas XII lagi. 


Dari kedua refleksi di atas, apa yang dapat Bapak/Ibu simpulkan tentang hubungan antara kompetensi sosial dan emosional dengan keberhasilan dalam pengelolaan krisis Anda dan pembelajaran murid Anda? 
Dengan menjalin hubungan atau relasi yang baik, komunikasi yang jelas, emosi yang terkontrol, seseorang akan memahami karakter diri dan orang-orang sekitarnya. Seseorang akan tahu apa yang dia inginkan dan apa kelebihan yang dapat ia sumbangsihkan kepada orang-orang sekitar dalam menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan dengan baik. 

• Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi diri sendiri ?' 
Saya berharap sebagai seorang pendidik, saya turut andil dalam menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif dengan memperhatikan kondisi emosional dan sosial murid. Saya juga ingin menebarkan aura positif dan kebaikan dengan mengontrol emosi dengan siapapun yang saya temui. Ketika ada murid yang bermasalah, saya ingin tetap mengontrol emosi saya agar tidak terluapkan secara berlebihan. 

• Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi murid-murid Anda ?
 Saya berharap dapat menuntun murid saya yang sudah memasuki usia remaja agar bijak,paham sabar dalam menghadapi suatu permasalahan. Saya ingin murid saya berproses bahagia dan optimal dalam menjalankan perannya sebagai pelajar yang unggul, kompetitif dan kompeten dalam menghadapi dunia kerja dan keanekaragaman sifat-sifat orang-orang yang ditemuinya kelak.



Read More »
24 August | 0komentar

Perjalanan Pendidikan Guru Penggerak

Lokakarya Orientasi Calon Guru Penggerak, 3 Sept 2022



Lokakarya Orientasi 
dihadiri oleh Calon Guru Penggerak, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah serta perwakilan Dinas Pendidikan. Lokakarya dipandu oleh Pengajar Praktik. Lokakarya ini bertujuan untuk memberi pemahaman tentang Program Guru Penggerak, alur belajar Calon Guru Penggerak dan dukungan yang perlu diberikan oleh Kepala Sekolah selama program berlangsung. 

 Modul 1.1: Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Setelah mempelajari modul ini, 
 1. CGP mampu memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD), 
 2. CGP mampu mengelola pembelajaran yang berpihak pada murid pada konteks lokal kelas dan   sekolah, 
 3. CGP mampu bersikap reflektif-kritis dalam mengembangkan dan menerapkan pembelajaran yang merefleksikan dasar-dasar Pendidikan KHD dalam menuntun murid mencapai kekuatan kodratnya.

 Aksi nyata Modul 1.1:  CGP membuat perubahan konkret di kelas dan menuliskannya dalam jurnal refleksi secara rutin. 

 Modul 1.2: Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak Setelah mempelajari modul ini, Calon Guru Penggerak akan 
1. CGP memahami bagaimana nilai diri bisa terbentuk dan merefleksikan pengaruhnya terhadap peran sebagai Guru Penggerak. 
2. CGP membuat gambaran diri di masa depan terkait dengan nilai-nilai dan peran seorang Guru Penggerak. 
3. CGP membuat kesimpulan berdasarkan pengalaman dan aksi yang bisa dilakukan untuk menguatkan peran dan nilai Guru Penggerak. 

 Aksi Nyata Modul 1.2: 
1. CGP mampu menerapkan strategi untuk menguatkan nilai dan peran Guru Penggerak 
2. CGP terbiasa untuk merefleksikan hasil pembelajaran yang didapat selama rangkaian modul 1.2 

Pendampingan Individu 1: 
Refleksi Awal Kompetensi Guru Penggerak Diskusi tantangan belajar daring 
Refleksi penerapan perubahan kelas sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara 
Diskusi pembuatan kerangka portofolio 
Diskusi peta posisi diri dan rencana pengembangan diri dalam kompetensi guru penggerak 
 Lokakarya 1: 
Pengembangan komunitas praktisi Setelah mengikuti lokakarya 1, Calon Guru Penggerak mampu: 
(1) menjelaskan hubungan mindset pemimpin pembelajaran di konteks sekolah 
(2) menjelaskan pentingnya dan manfaat komunitas praktisi baik untuk dirinya sendiri dan lingkungan belajar
(3) menjelaskan konsep, filosofi dan prinsip pengembangan komunitas sebagai bagian dari peran guru penggerak
(4) mengindentifikasi komunitas praktisi yang sudah ada
(5) mengaitkan komunitas praktisi yang sudah ada untuk mewujudkan filosofi, nilai dan peran guru penggerak. 

Modul 1.3: Visi Guru Penggerak Setelah mempelajari modul ini, 
Calon Guru Penggerak akan CGP mampu merumuskan visinya mengenai lingkungan belajar yang berpihak pada murid CGP mampu mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki CGP dalam mendukung penumbuhan potensi murid CGP mampu membuat rencana manajemen perubahan (menggunakan paradigma dan model inkuiri apresiatif) di tempat di mana mereka berkarya CGP mampu menjalankan rencana manajemen perubahan (menggunakan paradigma dan model inkuiri apresiatif) di tempat di mana mereka berkarya 

 Aksi Nyata 1.3: CGP mengeksekusi rencana manajemen perubahan dengan menerapkan paradigma inkuiri apresiatif dan membuat dokumentasi pribadi untuk proses pendampingan individu oleh Pengajar Praktik 

Modul 1.4: Budaya Positif
Setelah mempelajari modul ini, 
Calon Guru Penggerak akan CGP mampu mendemonstrasikan pemahamannya mengenai konsep Budaya Positif yang di dalamnya terdapat konsep perubahan paradigma stimulus respons dan teori kontrol, 3 teori motivasi perilaku manusia, motivasi internal dan eksternal, keyakinan kelas, hukuman dan penghargaan,

 5 kebutuhan dasar Manusia, 5 posisi kontrol guru dan segitiga restitusi. CGP mampu menerapkan strategi disiplin positif yang memerdekaan murid untuk menciptakan ekosistem sekolah aman dan berpihak pada anak. CGP mampu menyusun langkah-langkah dan strategi aksi nyata yang efektif dalam mewujudkan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta budaya positif yang dapat mengembangkan karakter murid. 
CGP mampu bersikap reflektif dan kritis terhadap budaya di sekolah dan senantiasa mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid. 

 Aksi Nyata 1.4: CGP menyampaikan kepada rekan-rekannya mengenai perubahan paradigma dan penerapan strategi disiplin positif di kelas/sekolahnya masing-masing untuk menciptakan budaya positif. Diharapkan kegiatan ini akan membantu murid dalam belajar dengan aman dan nyaman untuk meraih keselamatan dan kebahagiaan sebagaimana disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara mengenai tujuan pendidikan. 

Pendampingan Individu 2: Perubahan paradigma pemimpin pembelajaran Diskusi refleksi diri tentang lingkungan belajar di sekolah Diskusi refleksi perubahan diri setelah mempelajari paket modul 1. Diskusi rencana merintis komunitas praktisi di sekolah, berdasarkan hasil pemetaan di lokakarya 1 Lokakarya 2: Visi untuk Perubahan Lingkungan Belajar Setelah mengikuti lokakarya 2, Calon Guru Penggerak mampu menjelaskan visi dan perkembangan/kemajuan prakarsa perubahan level diri (Aksi Nyata modul 1.3) serta memperbaharui rencana ke depan berdasarkan umpan balik Calon Guru Penggerak lain menjelaskan rencana penyampaian disiplin positif di kelas dan strategi penerapan di sekolah (Aksi Nyata modul 1.4) serta memperbaharui rencana ke depan berdasarkan umpan balik Calon Guru Penggerak lain menunjukkan kemampuan melakukan disiplin positif dengan Segitiga Restitusi menunjukkan kemampuan dalam membuat Keyakinan Kelas 

Modul 2.1: Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid 
 Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi Guru Penggerak yang mampu: Mendemonstrasikan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi dan alasan mengapa pembelajaran berdiferensiasi diperlukan; 
Menjelaskan pentingnya mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan belajar murid; 
Menganalisis penerapan diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk;
Mengimplementasikan Rencana Pembelajaran Berdiferensiasi dalam konteks pembelajaran di sekolah atau kelas mereka sendiri; 
Menunjukkan sikap kreatif, percaya diri, mau mencoba, dan berani mengambil risiko dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. 

 Aksi Nyata: CGP menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari untuk membuat rencana, mengimplementasikan dan melakukan refleksi pembelajaran berdiferensiasi dan kemudian mendokumentasikan proses tersebut dalam moda yang dapat dipilih sendiri 

 Modul 2.2: Pembelajaran Sosial dan Emosional Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi Guru Penggerak yang mampu: Memahami pembelajaran sosial dan emosional yang berdasarkan kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) Memahami tentang pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness) Memahami strategi untuk menerapkan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh sesuai dengan konteks masing-masing guru Menerapkan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam kegiatan di kelas, lingkungan sekolah, dan komunitas praktisi 

 Aksi Nyata Modul 2.2: CGP menerapkan rancangan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh yang dikoneksikan dengan materi modul lain di dalam kelas yang diampunya. CGP membuat sebuah RPP dengan memasukkan unsur diferensiasi dan kompetensi sosial-emosional, untuk dipraktikkan dalam kelas. CGP mendokumentasikan praktik pembelajaran tersebut dalam bentuk video. 

Pendampingan Individu 3: Implementasi Pembelajaran yang Berpihak pada Murid Refleksi hasil survei (feedback 360) + penilaian sendiri tentang kompetensi guru penggerak Diskusi rencana menerapkan pembelajaran sosial-emosional Diskusi hasil lokakarya 2 (keterlaksanaan dari tahapan BAGJA) 

Lokakarya 3: Peran Pemimpin dalam Pengembangan Pembelajaran Setelah mengikuti lokakarya 3, Calon Guru Penggerak mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang pembelajaran berdiferensiasi. mendemonstrasikan pemahaman mereka mengenai mindfulness dan integrasi 5 kompetensi sosial emosional dalam praktek mengejarkan. merencanakan strategi berbagi dengan rekan sejawat mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional. 

 Modul 2.3: Coaching untuk Supervisi Akademik 
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan menjadi guru penggerak yang mampu: 
  • menjelaskan konsep coaching secara umum; 
  • membedakan coaching dengan pengembangan diri lainnya, yaitu mentoring, konseling, fasilitasi, dan training; 
  • menjelaskan konsep coaching dalam dunia pendidikan sebagai pendekatan pengembangan kompetensi diri dan orang lain (rekan sejawat); 
  • menjelaskan paradigma berpikir coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi; 
  • menjelaskan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi; 
  • mengaitkan antara paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching dengan supervisi akademik; membedakan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sejawat; 
  • melakukan percakapan coaching dengan alur TIRTA; 
  •  mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching: coaching presence, mendengar aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching; 
  • menjelaskan jalannya percakapan coaching untuk membuat rencana, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi; 
  • memberikan umpan balik dengan paradigma berpikir dan prinsip dan coaching; 
  • mempraktikan rangkaian supervisi akademik yang berdasarkan paradigma berpikir coaching. 

 Aksi Nyata: CGP mengajak satu rekan sejawat di sekolah asal untuk menjalankan rangkaian supervisi akademik dengan pendekatan coaching pada Pendampingan Individu ke-5 di hadapan Pengajar Praktik. 

 Modul 3.1: Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin 

 Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan menjadi guru penggerak yang mampu: 
  • Melakukan praktik keputusan yang berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran 
  • Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang dihadapi oleh dirinya sendiri maupun orang lain; 
  • CGP mampu bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis dilema tersebut. 
  • Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan. 
  • Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil dalam dilema pengambilan keputusan; 
  • CGP bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut. 

 Aksi Nyata CGP mempraktikkan proses pengambilan keputusan, paradigma, prinsip, dan pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal. CGP akan menjalankan praktik pengambilan keputusan dan merefleksikannya pada saat pendampingan individu. 

 Pendampingan Individu 4: Evaluasi dan Pengembangan Proses Pembelajaran 
 PP observasi kelas CGP untuk melihat penerapan dari modul budaya positif, pembeljaaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial-emosional. Penilaian Observasi Praktik Pembelajaran Dijalankan dalam pola pikir coaching (pra, observasi dan pasca) 

 Lokakarya 4: Penguatan Praktik Coaching Setelah mengikuti lokakarya 4, 
Calon Guru Penggerak mampu menunjukkan kemampuan coaching yang dimilikinya 
 mengidentifikasi kekuatan, area pengembangan dan menyusun rencana perbaikan dalam proses pembelajaran yang berpihak pada murid 
 menunjukkan kemampuan melakukan rangkaian supervisi akademik dengan menggunakan pola pikir coaching 

 Modul 3.2: Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya 
 Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan menjadi guru penggerak yang mampu: 
Menganalisis aset dan kekuatan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
Merancang pemetaan potensi yang dimiliki sekolahnya menggunakan pendekatan Pengembangan Komunitas berbasis Aset (Asset-Based Community Development). 
Merancang program kecil menggunakan hasil pemetaan kekuatan atau aset yang sudah dilakukan.
Menunjukkan sikap aktif, terbuka, kritis dan kreatif dalam upaya pengelolaan sumber daya. 

 Aksi Nyata : CGP melakukan implementasi materi dalam lingkup yang lebih luas, kemudian mendokumentasikan proses, hasil dan perkembangan belajarnya dalam bentuk e-portfolio, dan membuat refleksinya. 

 Modul 3.3: Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid 
Secara khusus, modul ini diharapkan dapat membantu Calon Guru Penggerak untuk mampu:
Menunjukkan pemahaman tentang konsep kepemimpinan murid dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila. 
Menunjukkan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid.
Menganalisis sejauh mana suara, pilihan dan kepemilikan murid dipertimbangkan dalam program intrakurikuler/kokurikuler/ekstrakurikuler sekolah untuk mewujudkan lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. 
Mengidentifikasi strategi pelibatan komunitas dalam program sekolah untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid. 
Menerapkan satu program/kegiatan sekolah yang mendorong kepemimpinan murid dan mempertimbangkan keterkaitannya dengan apa yang telah dipelajari dari modul-modul sebelumnya. 

 Aksi Nyata: 
(1) CGP menjalankan rancangan program/kegiatan yang telah dibuat pada tahapan sebelumnya 
(2) CGP mendokumentasikan proses eksekusi program/kegiatan mereka dalam bentuk e-portfolio Pendampingan Individu 5: Rancangan Program yang Berpihak pada Murid Refleksi penerapan aksi nyata

 modul 3.1 Diskusi rancangan program yang berdampak pada murid 
Diskusi perkembangan komunitas praktisi yang dijalankan di sekolah serta implementasi dari rencana di lokakarya 3 untuk berbagi ke rekan sejawat 

 Lokakarya 5: Kolaborasi dalam Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid Setelah mengikuti lokakarya 5, Calon Guru Penggerak mampu memaknai data yang diperoleh dalam tahapan B (Buat pertanyaan) dan A (Ambil pelajaran) untuk menjadi informasi dalam merancang fase Gali mimpi. menentukan aktor-aktor yang akan dilibatkan dalam fase gali mimpi sekaligus menyusun strategi pelibatan aktor tersebut. mulai membuat perencanaan program bagian Judul Program atau kegiatan, latar belakang, dan tujuan program. 

 Pendampingan Individu 6: Refleksi perubahan diri dan dampak pendidikan Persiapan panen hasil belajar Pengumpulan survei umpan balik dan refleksi hasil survei tentang kompetensi guru penggerak (feedback 360) Refleksi perubahan dalam pembelajaran yang sudah diterapkan selama 6 bulan, diskusikan dampak pada diri guru dan murid yang terjadi Penilaian pemetaan aset; diskusi apakah tujuan program sudah dikomunikasikan ke warga sekolah Lokakarya 6: Keberlanjutan Pengembangan Diridan Sekolah Setelah mengikuti lokakarya 6, Calon Guru Penggerak mampu menghasilkan rencana pengembangan sekolah yang berdampak pada murid dan sesuai dengan kondisi/sumberdaya sekolah menghasilkan rencana penguatan kompetensi diri sebagai pemimpinan pembelajaran untuk mendukung pengembangan sekolah 

 Lokakarya 7: Festival Panen Hasil Belajar Calon Guru Penggerak Setelah mengikuti lokakarya 7, Calon Guru Penggerak mampu menjelaskan proses yang dialami dan praktik baik yang didapatkan dalam mengembangkan program yang berdampak pada murid membagikan hasil pembelajaran selama 6 bulan dan dampaknya terhadap diri kepada undangan lokakarya (Kepala Sekolah, Dinas pendidikan, Komunitas daerah) mengumpulkan saran untuk pengembangan program dari para pengunjung

Read More »
06 September | 0komentar

Mapel Koding dan Kecerdasan Artifisial


Indonesia telah menetapkan fokus pada pengembangan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif untuk menghadapi tantangan global, termasuk di bidang digital, melalui Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Kemampuan digital sangat penting di era Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0, di mana teknologi seperti Kecerdasan Artifisial (KA), mahadata, dan Internet of Things (IoT) semakin banyak digunakan di berbagai sektor.
Dalam konteks RPJPN, peningkatan literasi digital di semua jenjang pendidikan sangat diperlukan untuk membekali manusia dengan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Selain itu, kemampuan digital juga membantu dalam transformasi ekonomi digital, meningkatkan efisiensi layanan publik, dan mempercepat inovasi di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Dengan cara ini, peningkatan keterampilan digital tidak hanya membuat Indonesia lebih kompetitif di dunia, tetapi juga membantu pembangunan berkelanjutan dan memastikan akses teknologi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan digital adalah dengan penguatan literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial (KA) dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di tingkat global, tetapi juga mendukung percepatan pembangunan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam konteks inovasi dan teknologi untuk pembangunan, pendidikan yang berfokus pada Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) bisa menghasilkan generasi inovator yang mampu berkontribusi pada penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengatasi berbagai masalah sosial. Yang tak kalah penting, menjaga identitas nasional sangat perlu, karena teknologi bisa digunakan untuk mengangkat dan mempromosikan budaya lokal di kancah global. Dengan menggabungkan pembelajaran koding dan KA dalam sistem pendidikan nasional, diharapkan generasi mendatang dapat menciptakan solusi inovatif untuk menghadapi tantangan nasional,meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara inovatif di dunia.
Untuk mendukung kebijakan pendidikan berkualitas untuk semua, Program Prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah dibuat untuk mengatasi tantangan pendidikan di era digital. Fokus utama program ini adalah menyediakan fasilitas yang baik, meningkatkan kualitas guru, dan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Program ini juga menekankan pemerataan akses pendidikan, termasuk layanan pendidikan untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus, dukungan finansial bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu, serta menciptakan lingkungan sosial-budaya yang mendukung pembelajaran.
Dalam pengembangan talenta unggul, pemerintah berupaya memberi lebih banyak kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di berbagai bidang, termasuk literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial. Kemendikdasmen menjadikan transformasi digital sebagai fokus utama untuk memperkuat sistem pendidikan dasar dan menengah. Penguatan kurikulum berbasis teknologi, pelatihan guru dalam menggunakan teknologi informasi, dan penyediaan akses ke infrastruktur digital adalah langkah penting untuk memastikan peserta didik siap menghadapi tantangan di masa depan. Salah satu inovasi yang didorong adalah pemanfaatan kecerdasan artifisial untuk personalisasi pembelajaran, sehingga pengalaman belajar bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Dengan sistem pembelajaran yang inklusif dan adil, pendidikan di Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang kompetitif dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Menyaksikan keberhasilan negara-negara seperti Singapura, India, Tiongkok, Australia, dan Korea Selatan dalam mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA ke dalam sistem pendidikan mereka, Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar tidak tertinggal dalam revolusi digital global. Upaya ini dapat dimulai dengan mengadaptasi kurikulum berbasis teknologi, memberikan pelatihan intensif bagi guru, dan memastikan akses yang merata terhadap infrastruktur digital di seluruh daerah. Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PBL) yang telah diterapkan di berbagai negara dapat diadopsi untuk mendorong kreativitas dan inovasi peserta didik dalam memecahkan masalah menggunakan teknologi. Dengan merancang kebijakan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan pendidikan di Indonesia, pembelajaran koding dan KA tidak hanya akan meningkatkan daya saing peserta didik di tingkat nasional dan internasional, tetapi juga membantu menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan industri masa depan.

Read More »
01 July | 0komentar

Well-being: Investasi Terbaik untuk Diri Sendiri

Memasuki tahun ajaran baru 2025/2026 ada salah satu istilah yang ramai dierbincangkan dalam topik, seminar, webinar, simosium pndidikan dan sebagainya, "well-being".Lebih dari sekadar ketiadaan penyakit atau perasaan bahagia sesaat, well-being adalah konsep holistik yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Memahami dan mengupayakan well-being menjadi semakin penting sebagai fondasi untuk hidup yang memuaskan, produktif, dan bermakna. 
Secara sederhana, well-being dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial. Ini melibatkan perasaan positif, kemampuan untuk berfungsi secara efektif, dan keyakinan bahwa hidup memiliki tujuan dan makna. Berbeda dengan kebahagiaan yang seringkali bersifat emosional dan sementara, well-being adalah kondisi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Lebih dari Sekadar Bahagia: Dimensi-Dimensi Well-being
Para ahli psikologi positif telah mengembangkan berbagai model untuk memahami dimensi-dimensi well-being. Salah satu model yang paling dikenal adalah Model PERMA yang dikembangkan oleh Martin Seligman: 
Positive Emotion (Emosi Positif): 
Merasakan kebahagiaan, kegembiraan, harapan, minat, dan cinta. Ini bukan berarti menghindari emosi negatif, tetapi lebih kepada menumbuhkan dan mengalami emosi positif secara reguler. 
Engagement (Keterlibatan): 
Merasa sepenuhnya terserap dan fokus dalam aktivitas yang dilakukan. Ini seringkali terjadi ketika kita menggunakan kekuatan dan bakat kita dalam pekerjaan atau hobi yang menantang namun sesuai dengan kemampuan. 
Relationships (Hubungan Positif): 
Memiliki hubungan yang hangat, saling mendukung, dan bermakna dengan orang lain. Koneksi sosial yang kuat adalah pilar penting dalam well-being. 
Meaning (Makna): 
Merasakan adanya tujuan hidup yang lebih besar dari diri sendiri. Ini bisa ditemukan dalam pekerjaan, keluarga, komunitas, atau keyakinan spiritual. 
Accomplishment (Pencapaian): 
Merasa memiliki rasa kompetensi dan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Ini memberikan rasa bangga dan motivasi. 

Selain model PERMA, terdapat juga dimensi well-being lainnya yang seringkali dipertimbangkan, seperti: 
Physical Well-being (Kesejahteraan Fisik): Kesehatan tubuh yang optimal melalui nutrisi yang baik, olahraga teratur, tidur yang cukup, dan menghindari kebiasaan buruk. 
Mental Well-being (Kesejahteraan Mental): Kondisi pikiran yang sehat, kemampuan mengelola stres, memiliki pandangan positif, dan resilien dalam menghadapi tantangan. 
Social Well-being (Kesejahteraan Sosial): Merasa terhubung dengan orang lain, memiliki dukungan sosial yang kuat, dan berkontribusi pada komunitas. 
Environmental Well-being (Kesejahteraan Lingkungan): Merasakan koneksi dan harmoni dengan lingkungan sekitar. 
Financial Well-being (Kesejahteraan Finansial): Merasa aman dan memiliki kendali atas kondisi keuangan. 

Mengapa Well-being Itu Penting?
Mengupayakan well-being bukan hanya membuat kita merasa lebih baik, tetapi juga memiliki dampak positif yang luas dalam berbagai aspek kehidupan: 
  • Kesehatan Fisik: Well-being yang tinggi dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat, risiko penyakit kronis yang lebih rendah, dan umur yang lebih panjang. 
  • Kesehatan Mental: Individu dengan well-being yang baik lebih mampu mengelola stres, kecemasan, dan depresi. Mereka juga memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi. 
  • Produktivitas dan Kreativitas: Ketika merasa sejahtera, kita cenderung lebih fokus, termotivasi, dan kreatif dalam bekerja maupun belajar. 
  • Hubungan Sosial: Well-being yang baik mempermudah kita membangun dan memelihara hubungan yang positif dan suportif. 
  • Kepuasan Hidup: Secara keseluruhan, well-being yang tinggi berkorelasi dengan tingkat kepuasan hidup yang lebih besar dan perasaan bahagia yang lebih berkelanjutan. 
  • Kontribusi Sosial: Individu yang sejahtera cenderung lebih terlibat dalam kegiatan sosial dan memberikan kontribusi positif kepada komunitas. 

Strategi dan Teknik Meningkatkan Well-being
Kabar baiknya, well-being bukanlah sesuatu yang statis atau hanya dimiliki oleh segelintir orang. Ada berbagai strategi dan teknik yang dapat kita terapkan untuk meningkatkan well-being dalam kehidupan sehari-hari: 
Mempraktikkan Rasa Syukur: Secara rutin menyadari dan menghargai hal-hal positif dalam hidup. 
Melakukan Tindakan Kebaikan: Berbuat baik kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Menjaga 
Hubungan Sosial: Investasi waktu dan energi dalam membangun dan memelihara koneksi dengan orang lain. 
Berlatih Mindfulness dan Meditasi: Meningkatkan kesadaran diri dan fokus pada saat ini. 
Bergerak Aktif: Melakukan aktivitas fisik secara teratur. 
Makan dengan Sehat: Mengonsumsi makanan bergizi seimbang. 
Tidur yang Cukup: Memastikan kualitas dan kuantitas tidur yang optimal. 
Menetapkan Tujuan yang Bermakna: 
Mengidentifikasi dan mengejar tujuan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi. 
Mengembangkan Kekuatan Karakter: 
Mengenali dan menggunakan kekuatan unik yang dimiliki. 
Belajar Mengelola Stres: 
Mengembangkan strategi koping yang sehat untuk menghadapi tekanan. 
Mencari Makna dalam Hidup: 
Merenungkan nilai-nilai dan tujuan hidup. 
Menikmati Momen: Meluangkan waktu untuk benar-benar menghayati pengalaman positif. 
Belajar Memaafkan: Melepaskan dendam dan kekecewaan. 
Mencari Bantuan Profesional: Jika merasa kesulitan dalam mengelola emosi atau menghadapi masalah kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari dukungan dari psikolog atau terapis. 

Well-being adalah perjalanan yang berkelanjutan, bukan tujuan akhir. Dengan memahami berbagai dimensinya dan secara aktif menerapkan strategi yang sesuai, kita dapat merajut kehidupan yang lebih bermakna, bahagia, dan memuaskan. Menginvestasikan waktu dan upaya dalam meningkatkan well-being adalah investasi terbaik untuk diri sendiri dan kualitas hidup secara keseluruhan. Mari jadikan well-being sebagai prioritas dalam kehidupan kita.

Read More »
06 May | 0komentar

Mulai Dari Diri Modul 2.1

Tujuan Pembelajaran Khusus 
Tujuan pembelajaran Mulai dari Diri Modul 2.1 
Calon Guru Penggerak dapat berbagi pengalaman pribadi tentang bagaimana tindakan gurunya di masa lalu membantu dirinya untuk belajar dengan lebih baik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
 Kutipan untuk hari ini:
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” (Ki Hajar Dewantara)
Pertanyaan Pemantik untuk Pembelajaran 
Bagaimana seorang guru dapat mengelola kelas dan memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya yang berbeda-beda? 

Refleksi Individu Mulai dari Diri - Modul 2.1 
Bayangkanlah kelas yang saat ini Anda ampu dengan segala keragaman murid-murid Anda. Keragaman murid bukan lagi sebuah bayangan, tetapi kenyataan. 
Murid yang saya ampu di kelas memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari lingkungan, sosial, emosional, finansial, dan lain-lain. 


 Apa yang telah Anda lakukan untuk melayani kemampuan murid yang berbeda? Apa yang Anda lakukan untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih mudah untuk murid Anda? Apakah ada perlakuan yang berbeda yang Anda lakukan? Jika ada, perlakuan seperti apa? Jika tidak ada, apa dampaknya terhadap murid Anda? 
Hal yang telah saya lakukan untuk melayani kemampuan murid yang berbeda adalah membuat pembelajaran yang menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Saya mendiagnosis kemampuan dan kebutuhan siswa dengan memperhatikan hasil belajar mereka selama ini, karakter mereka saat proses pembelajaran, dan asesmen diagnostik. 
Hal yang saya lakukan untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih mudah adalah dengan berusaha membuat pembelajaran yang berpihak kepada siswa, di antaranya membuat kelompok belajar menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan mereka, memproduksi konten pembelajaran yang mudah dipahami siswa, mendorong kolaborasi dengan peran yang menyesuaikan kemampuan masing-masing siswa, dan menyisipkan permainan dalam pembelajaran agar siswa lebih rileks dalam belajar. 
Ada perlakuan berbeda yang saya terapkan karena menyesuaikan tingkat kemauan, kemampuan, dan kebutuhan belajar mereka. Perlakuan itu di antaranya adalah menyediakan beragam konten materi pembelajaran, penugasan kelompok dengan cara kerja sesuai dengan menggali kemampuan masing-masing siswa, dan memberikan tugas yang berbeda-beda. Jika mereka diperlakukan sama, dampaknya adalah siswa mereka tertekan dengan pembelajaran yang saya lakukan karena hasil akhir pembelajaran menuntut adanya hasil yang sama. 


 Sebutkan tantangan-tantangan yang Anda hadapi dalam proses pembelajaran di kelas yang disebabkan oleh keragaman murid-murid Anda tersebut? Tindakan-tindakan apa yang telah Anda lakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut? 
Tanyangan-tantangan yang saya hadapi karena keberagaman siswa adalah perlunya beberapa strategi pembelajaran agar siswa selalu antusias belajar, berkurangnya waktu pembelajaran karena ada yang kurang bersemangat dalam pembelajaran karena kurangnya minat dan motivasi dalam belajar. 
Tindakan-tindakan yang saya lakukan di antaranya adalah membagi kelompok dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan belajar siswa, menyediakan konten pembelajaran yang beragam, menyederhanakan materi tanpa mengurangi esensi, dan mempraktikan permainan-permainan dalam pembelajaran dan penggunaan media interaktif (MPI) 


Menurut Anda, untuk mengakomodasi tantangan yang terkait dengan keragaman murid tersebut, bagaimana seharusnya pembelajaran itu dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi? 
Untuk mengakomodasi tantangan yang terkait dengan keragaman murid tersebut, seharusnya pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keragaman, kemampuan, dan kebutuhan murid. Guru juga bisa merancang pembelajaran berdasarkan pendapat dari para siswa sehingga siswa bisa mengikuti pembelajaran sesuai dengan keinginannya. Pembelajaran juga seharusnya dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah disusun yang mengakomodasi keberagaman murid. Setelah itu, pembelajaran dievaluasi dengan meminta umpan balik dari siswa dan guru juga harus membuat refleksi diri sebagai pedoman dalam mengevaluasi pembelajaran yang sudah dilakukan.




Read More »
24 August | 0komentar

Lokakarya 1,2,3,4,5,6 dan 7 CGP Angkatan 6 Kab. Purbalingga, Refleksi


Kegiatan lokakarya yang akan dijalani oleh CGP adalah sebanyak 7 (tujuh) kali lokakarya yakni sebagai berikut: 
Lokakarya orientasi yakni lokakarya yang bertujuan untuk CGP mengenal ekosistem belajar di program guru penggerak Calon Guru Penggerak (CGP) memahami program Pendidikan Guru Penggerak (alur, peran tim pendukung, kompetensi lulusan), CGP mengidentifikasi posisi diri pada Kompetensi Guru Penggerak, CGP dapat membuat rencana pengembangan kompetensi diri Guru Penggerak, berikut dukungan yang diperlukan, dan tantangan yang mungkin terjadi, CGP memahami pentingnya membuat portofolio, tahapan dan contoh portofolio sebagai bagian dari pengembangan kompetensi. Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi dan menceritakan harapan, kekhawatiran selama program berlangsung, Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi dan dukungan yang bisa didapatkan, Calon Guru Penggerak dapat menuliskan rencana pengembangan kompetensi diri

Lokakarya 1 yakni lokakarya yang bertujuan untuk CGP dapat menjelaskan hubungan mindset pemimpin pembelajaran di konteks sekolah, CGP dapat menjelaskan pentingnya dan manfaat komunitas praktisi baik untuk dirinya sendiri dan lingkungan belajar, CGP dapat menjelaskan konsep, filosofi dan prinsip komunitas praktisi sebagai bagian dari peran guru penggerak, CGP dapat mengidentifikasi dan memetakan komunitas praktisi yang sudah ada, CGP dapat mengaitkan komunitas praktisi yang sudah ada untuk mewujudkan filosofi, nilai dan peran guru penggerak. Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Calon Guru Penggerak dapat menjelaskan definisi dan manfaat komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat memetakan manfaat dan area kontrol di komunitas praktisi yang sudah ada 

yakni lokakarya yang bertujuan untuk CGP dapat menjelaskan perkembangan/kemajuan prakarsa perubahan level diri (Aksi Nyata modul1.3) serta memperbaharui rencana berdasarkan umpan balik Calon Guru Penggerak lain.
Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Calon Guru Penggerak dapat memperbaharui rencana prakarsa perubahan level diri, Calon Guru Penggerak dapat memperbaharui rencana penyampaian penerapan disiplin positif di kelas dan di sekolah, Calon Guru Penggerak dapat menunjukkan kemampuan dalam salah satu bagian praktik keyakinan kelas, Calon Guru Penggerak dapat menunjukkan kemampuan melakukan disiplin positif dengan segitiga restitusi.

yakni lokakarya yang bertujuan untuk Calon Guru Penggerak mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang pembelajaran berdiferensiasi, Calon Guru Penggerak mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka mengenai mindfulness dan integrasi 5 kompetensi sosial emosional dalam praktik mengajar, Calon Guru Penggerak merencanakan strategi berbagi dengan rekan sejawat mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional.Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Calon Guru Penggerak yakin bahwa pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional memungkinkan guru untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, Calon Guru Penggerak.
penerapan pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional, Calon Guru Penggerak menghasilkan strategi berbagi pengalaman belajar dengan rekan sejawat mengenai pembelajaran berdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional. 

yakni lokakarya yang bertujuan untuk CGP mampu menunjukkan kemampuan coaching yang dimilikinya,CGP mampu mengidentifikasi kekuatan, area pengembangan dan menyusun rencana perbaikan dalam proses pembelajaran yang berpihak pada murid, CGP mampu menunjukkan kemampuan melakukan rangkaian supervisi akademik dengan menggunakan pola pikir coaching.Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Peserta mampu menampilkan kemampuan coaching pada rekan sejawatnya menggunakan alur percakapan TIRTA, Peserta mampu menampilkan kemampuan melakukan supervisi akademik dengan pola pikir coaching, Peserta mampu menghasilkan rencana pengembangan diri berdasarkan praktik supervisi akademik 

yakni lokakarya yang bertujuan untuk CGP mampu memaknai data yang diperoleh dalam tahapan B (Buat pertanyaan) dan A (Ambil pelajaran) untuk menjadi informasi dalam merancang fase Gali mimpi.

Tujuan kegiatan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6 : Lokakarya 6 ini diharapkan calon guru penggerak dapat; 
1. Menghasilkan rencana kerja 1 tahun untuk pengembangan sekolah 
2. Mengidentifikasi kekuatan dirinya yang mendukung program sekolah 
3. Menyusun rencana penguatan kompetensi diri untuk mendukung program sekolah

Kegiatan Lokakarya 7 Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 6 dengan tema kegiatan Panen Raya Hasil Belajar dilaksanakan pada 28 s.d. 29 April 2023 bertempat di SMA Negeri 1 Padamara, Purbalingga. Kegiatan ini diikuti oleh 119 Calon Guru Penggerak angkatan 6. Rangkaian kegiatan lokakarya 7 dimulai pada Jumat 28 April 2023.

Read More »
03 April | 0komentar