Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Tugas Ruang Kolaborasi Modul 1.3

Saya memimpikan murid-murid yang yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang memiliki karakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul. 
Saya percaya bahwa murid adalah memiliki potensi yang ada potensi itu yang menjadi tugas guru untuk menuntunya dan mengarahkan kepada hal yang lebih baik atau berkembang. 
Di sekolah, saya mengutamakan perubahan-perubahan yang berpusat kepada peserta didik. 
Murid di sekolah saya sadar betul bahwa masa depan adalah perlu diusahakan sehingga dalam menyongsongnya diperlukan jembatan melalui Pendidikan yang berkarakter melalui nilai-nilai luhur Pancasila yang termotivasi,cerdas dan kreatif. 
Saya dan guru lain di sekolah saya yakin untuk bahwa perubahan yang lebih baik akan membawa dampak terhadap pengembangan peserta didik sehingga terwujud profil pelajar Pancasila dengan menuntun mengarahkan peserta didik sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewatara Saya dan guru lain di sekolah saya paham bahwa pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan metode dan model pembelajaran akan memotivasi keterlibatan peserta didik. Dari ini akan bermuara kepada pencapaian kompetensi siswa.
Visi : Mewujudkan Peserta didik yang berkarakter Pancasila dan memiliki kompetensi yang unggul dalam Bingkai Kebhinekaan
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan _Sarastiana.pptx oleh Sarastiana Sarastiana

Read More »
04 September | 0komentar

Kumpulan Tugas Ruang Kolaborasi CGP

Ruang Kolaborasi memberikan ruang perjumpaan bagi CGP untuk berkolaborasi, berdiskusi sesama CGP dalam menemukenali terkait materi yang relevan menjadi penguatan. Hasil kolaborasi dalam menemukenali materi yang dibahas menjadi dasar pengetahuan dan pengalaman baru dalam merefleksikan tentang tema yang dibahas untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid
Anda bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 5 orang untuk mengeksplorasi nilai-nilai luhur sosial budaya di daerah asal Anda dalam upaya menebalkan konteks diri (kekuatan kodrat) murid sebagai manusia dan anggota masyarakat. Indonesia memiliki keberagaman sosial budaya yang dapat menjadi kekuatan dalam menuntun proses pendidikan anak. Tugas Ruang Kolaborasi CGP

Tabel Kumpulan Tugas Ruang Kolaborasi CGP

No
Ruang Kolaborasi Modul
Link
1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak
a. Modul 1.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 1.2 : Nilai dan Peran Guru Penggerak Link
c. Modul 1.3. Visi-Misi CGP Link
d. Modul 1.4. Budaya Positif,Keyakinan Kelas dsb Link
2 Praktik Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid
a. Modul 2.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 2.2 : Pembelajaran Berdiferensiasi yang Berpihak pada Murid Link
c. Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik Link
3 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah
a. Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Link
b. Modul 3.2.Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Link
c. Modul 3.3.Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid, student Agency Link

Read More »
02 September | 0komentar

Kumpulan Tugas Eksplorasi Konsep CGP

Pada Pendidikan Guru Penggerak Alur Eksplorasi Konsep, CGP di harapkan menunjukan pemahaman Tentang Materi, konsep-konsep materi yang menjadi topik.Sesi pembelajaran yang kedua ini terdiri dari 2 bagian yaitu eksplorasi konsep secara mandiri dan eksplorasi konsep melalui forum diskusi. Tugas Eksplorasi Konsep CGP

Tabel Kumpulan Tugas Eksplorasi Konsep CGP

No
Eksplorasi Konsep Modul
Link
1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak
a. Modul 1.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 1.2 : Nilai dan Peran Guru Penggerak Link
c. Modul 1.3. Visi-Misi CGP Link
d. Modul 1.4. Budaya Positif,Keyakinan Kelas dsb Link
2 Praktik Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid
a. Modul 2.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 2.2 : Pembelajaran Berdiferensiasi yang Berpihak pada Murid Link
c. Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik Link
3 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah
a. Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Link
b. Modul 3.2.Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Link
c. Modul 3.3.Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid, student Agency Link

Read More »
01 September | 0komentar

Tugas Ruang Kolaborasi Modul 1.1

Tradisi Nyadran


Hari ini, tanggal 1 September 2022 melaksanakan kegiatan ruang kolaborasi modul 1.1. kegiatan kali ini adalah presentasi tentang filosifi KHD yang berkaitan dengan sosio kultur di wilayah CGP. peserta CGP di ruang kolaborani ini adalah 10 orang dengan dua orang PP dan satu fasilitator sebagai narasumber. presentasi dari kelompok ini memberikan gambaran bahwa filosofi KHD yang berkaitan dengan sosio kultur. 
Pada kegiatan ini berupa diskusi dengan sesama CGP dalam menemukenali nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat untuk menebalkan laku murid dan menuntun kekuatan kodrat murid yang dapat diimplementasikan pada konteks lokal (budaya) daerah asal Anda. 
Hasil kolaborasi dalam menemukenali nilai-nilai luhur kearifan budaya menjadi dasar pengetahuan dan pengalaman baru dalam merefleksikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.Pada kegiatan ini kita berdiskusi dengan 5 anggota kelompok untuk mengeksplorasi nilai-nilai luhur sosial budaya di daerah asal Anda dalam upaya menebalkan konteks diri (kekuatan kodrat) murid sebagai manusia dan anggota masyarakat. Indonesia memiliki keberagaman sosial budaya yang dapat menjadi kekuatan

Read More »
31 August | 0komentar

Kumpulan Tugas Jurnal Refleksi Dwimingguan CGP


Jurnal Refleksi dwimingguan ini merupakan salah satu tugas yang harus dibuat oleh calon guru penggerak. Sebagai calon guru penggerak disini Penulis  akan merefleksi seluruh rangkaian kegiatan selama mempelajari modul Tugas Jurnal Refleksi Dwimingguan CGP

Tabel Tugas Jurnal Refleksi Dwimingguan CGP

No
Refleksi Dwimingguan Modul
Link
1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak
a. Modul 1.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 1.2 : Nilai dan Peran Guru Penggerak Link
c. Modul 1.3. Visi-Misi CGP Link
d. Modul 1.4. Budaya Positif,Keyakinan Kelas dsb Link
2 Praktik Pembelajaran Yang Berpihak Pada Murid
a. Modul 2.1 : Filosofi Ki Hajar Dewantara Link
b. Modul 2.2 : Pembelajaran Berdiferensiasi yang Berpihak pada Murid Link
c. Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik Link
3 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah
a. Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Link
b. Modul 3.2.Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Link
c. Modul 3.3.Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid, student Agency Link

Read More »
31 August | 0komentar

Mulai Dari Diri Modul 3.3

"Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak"-Nadiem Makarim-

Mulai dari diri pada modul 3.3 ini berkaitan dengan tema besar bahwa pembelajaran yang berdampak pada peserta didik (student Agency). Pada pembelajaran ini dimulai dengan pertanyaan Pertanyaan Pemantik sebagai berikut: 
 Apa yang dimaksud dengan program yang berdampak pada murid? 
Bagaimana kaitan antara program yang berdampak pada murid dengan kepemimpinan murid (student agency)? 

 Jawaban:
 Program yang berdampak pada murid yaitu rancangan atau perencanaan satu unit atau kesatuan kegiatan yang berkesinambungan dalam proses pembelajaran, yang memiliki tujuan, dan melibatkan sekelompok orang (guru dan murid) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga memberikan pengalaman bermakna bagai murid dan memberikan bekal untuk mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. 
Kaitan antara program yang berdampak pada murid dengan kepemimpinan murid (student agency adalah bahwa program yang berdampak pada murid akan mendorong student agency (kepemimpinan murid). Program-program sekolah memungkinkan murid untuk belajar menjadi individu yang lebih bertanggung jawab, berdaya, dan kontributif. Pengalaman dan kebermaknaan yang mereka dapatkan dari proses belajar mereka dalam program-program sekolah tersebut sesungguhnya akan memberikan bekal untuk mereka menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Dampak positif dari proses belajar yang dilalui oleh murid-murid kita saat ini tentunya akan dapat terus dirasakan oleh mereka di sepanjang hidupnya. 
Kita dulu, pernah mengikuti berbagai program/kegiatan di sekolah. Program/kegiatan itu dapat berupa program/kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini dilakukan oleh guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran dalam kurikulum. 
Sementara itu, program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan yang dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman kegiatan intrakurikuler. Program/kegiatan ini meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat menguatkan karakter murid. 
Sedangkan program/kegiatan ekstrakurikuler adalah program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid. 


Sekarang kami ingin Ibu/Bapak mengingat kembali dan melakukan refleksi terhadap pengalaman Ibu/Bapak yang paling berkesan saat terlibat dalam berbagai program/kegiatan sekolah semasa menjadi murid. Refleksi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 
  1. Apa kegiatan/programnya? 
  2. Siapa yang memprakarsai atau menggagas program tersebut? 
  3. Berperan sebagai apa Ibu/Bapak saat itu? 
  4. Bagaimana perasaan Ibu/Bapak saat itu? 
  5. Mengapa pengalaman tersebut berkesan untuk Ibu/Bapak? 
  6. Apa pembelajaran yang Ibu/Bapak ambil dari kegiatan/ program tersebut? 
  7. Bagaimana pengalaman tersebut berdampak pada Ibu/Bapak sekarang? 
  8. Apakah berdampak positif atau negatif? 
Jawaban: 
1. Kegiatan yang paling berkesan saat terlibat menjadi murid adalah kegiatan pramuka di SD, kegiatan yang dilakukan menumbuhkan kemandirian, masak,mencuci sendiri, bertahan hidup/ ditenda yang sewaktu SD menjadi hal pengalaman yang sangat membekas, tidak terlupakan.
2. Siapa yang memprakarsai atau menggagas program tersebut? 
Kegiatan pramuka diselenggarakan oleh gugus kecamatan dalam rangka jambore tingkat kecamatan. 
3. Saat itu saya berperan sebagai Sebagai murid yang mengikuti jambore tingkat kecamatan. Ditunjuk sebagai komandan regu. Regu Kancil. 
4. Perasaan saat itu Saya senang dan tertantang untuk memimpin teman-teman dalam satu kelompok. mengatur pembagian peran untuk jaga kemah, mengikuti kegiatan dan perlombaan.
5. Pengalaman tersebut berkesan karena Saya senang mengikutinya, banyak pengalaman di dapatkan, banyak teman didapatkan, kegiatannya sangat asyik, dan saya punya pengalaman tersendiri pada kegiatan tersebut. Saat itu saya belum tahu manfaatnya yang terbayang hanya susahnya saja, sehingga sempat ada penolakan dalam diri saya. 
6. Pembelajaran yang saya ambil dari kegiatan tersebut Melakukan kegiatan perkemaha memberikan pengalaman bermakna bagi murid. Usaha tidak menghianati hasil. Hasil yang memuaskan diperoleh dari usaha yang optimal. Ilmu bisa didapatkan dari pengalaman berkegiatan. Ilmu yang didapatkan melalui pengalamana tersendiri masih terasa hingga kini. Jangan hanya membayangkan susahnya saja. Kalau mendapatkan suatu amanah, maka jalani -- nikmati -- dan syukuri maka semuanya akan terasa mudah dan memberikan keberkahan tersendiri Lakukan yang terbaik lalu ikuti kata hati 
7. Pengalaman-pengalaman tersebut berdampak positif pada saya sehingga sekarang  mengambil pembelajaran dari hasil pembelajaran sebelumnya untuk dilakukan perbaikan. 
Ketika diberikan amanah sekarang saya berprinsip terima aja dulu, sambil pelajari, insyaAlloh Alloh memberikan amanah karena kita sanggup menjalaninya. 


Yang Diharapkan Dipelajari Setelah melakukan refleksi dan kemudian membaca judul modul ini, apa yang tergambar di benak Ibu/Bapak? 
Apa yang Ibu/Bapak harapkan dapat dipelajari pada modul ini? 
Setelah melakukan refleksi dan kemudian membaca judul modul ini, yang tergambar di benak saya adalah guru memfasilitasi pembelajaran yang membawa pada kepemimpinann murid. 
Yang saya harapkan dapat dipelajari pada modul ini yaitu kepemimpinan murid dan bagaimana menumbuhkembangkannya

Read More »
29 August | 0komentar

Mulai Dari Diri Modul 2.1

Tujuan Pembelajaran Khusus 
Tujuan pembelajaran Mulai dari Diri Modul 2.1 
Calon Guru Penggerak dapat berbagi pengalaman pribadi tentang bagaimana tindakan gurunya di masa lalu membantu dirinya untuk belajar dengan lebih baik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
 Kutipan untuk hari ini:
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” (Ki Hajar Dewantara)
Pertanyaan Pemantik untuk Pembelajaran 
Bagaimana seorang guru dapat mengelola kelas dan memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya yang berbeda-beda? 

Refleksi Individu Mulai dari Diri - Modul 2.1 
Bayangkanlah kelas yang saat ini Anda ampu dengan segala keragaman murid-murid Anda. Keragaman murid bukan lagi sebuah bayangan, tetapi kenyataan. 
Murid yang saya ampu di kelas memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari lingkungan, sosial, emosional, finansial, dan lain-lain. 


 Apa yang telah Anda lakukan untuk melayani kemampuan murid yang berbeda? Apa yang Anda lakukan untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih mudah untuk murid Anda? Apakah ada perlakuan yang berbeda yang Anda lakukan? Jika ada, perlakuan seperti apa? Jika tidak ada, apa dampaknya terhadap murid Anda? 
Hal yang telah saya lakukan untuk melayani kemampuan murid yang berbeda adalah membuat pembelajaran yang menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Saya mendiagnosis kemampuan dan kebutuhan siswa dengan memperhatikan hasil belajar mereka selama ini, karakter mereka saat proses pembelajaran, dan asesmen diagnostik. 
Hal yang saya lakukan untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih mudah adalah dengan berusaha membuat pembelajaran yang berpihak kepada siswa, di antaranya membuat kelompok belajar menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan mereka, memproduksi konten pembelajaran yang mudah dipahami siswa, mendorong kolaborasi dengan peran yang menyesuaikan kemampuan masing-masing siswa, dan menyisipkan permainan dalam pembelajaran agar siswa lebih rileks dalam belajar. 
Ada perlakuan berbeda yang saya terapkan karena menyesuaikan tingkat kemauan, kemampuan, dan kebutuhan belajar mereka. Perlakuan itu di antaranya adalah menyediakan beragam konten materi pembelajaran, penugasan kelompok dengan cara kerja sesuai dengan menggali kemampuan masing-masing siswa, dan memberikan tugas yang berbeda-beda. Jika mereka diperlakukan sama, dampaknya adalah siswa mereka tertekan dengan pembelajaran yang saya lakukan karena hasil akhir pembelajaran menuntut adanya hasil yang sama. 


 Sebutkan tantangan-tantangan yang Anda hadapi dalam proses pembelajaran di kelas yang disebabkan oleh keragaman murid-murid Anda tersebut? Tindakan-tindakan apa yang telah Anda lakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut? 
Tanyangan-tantangan yang saya hadapi karena keberagaman siswa adalah perlunya beberapa strategi pembelajaran agar siswa selalu antusias belajar, berkurangnya waktu pembelajaran karena ada yang kurang bersemangat dalam pembelajaran karena kurangnya minat dan motivasi dalam belajar. 
Tindakan-tindakan yang saya lakukan di antaranya adalah membagi kelompok dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan belajar siswa, menyediakan konten pembelajaran yang beragam, menyederhanakan materi tanpa mengurangi esensi, dan mempraktikan permainan-permainan dalam pembelajaran dan penggunaan media interaktif (MPI) 


Menurut Anda, untuk mengakomodasi tantangan yang terkait dengan keragaman murid tersebut, bagaimana seharusnya pembelajaran itu dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi? 
Untuk mengakomodasi tantangan yang terkait dengan keragaman murid tersebut, seharusnya pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keragaman, kemampuan, dan kebutuhan murid. Guru juga bisa merancang pembelajaran berdasarkan pendapat dari para siswa sehingga siswa bisa mengikuti pembelajaran sesuai dengan keinginannya. Pembelajaran juga seharusnya dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah disusun yang mengakomodasi keberagaman murid. Setelah itu, pembelajaran dievaluasi dengan meminta umpan balik dari siswa dan guru juga harus membuat refleksi diri sebagai pedoman dalam mengevaluasi pembelajaran yang sudah dilakukan.




Read More »
24 August | 0komentar

Mengapa Kurikulum Perlu Berubah?


Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dalam dunia pendidikan adanya kurikulum sangatlah penting. Arah dan tujuan pendidikan diatur di dalam kurikulum sehingga dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran guru akan berpatokan pada kurikulum yang dipakai di satuan pendidikannya. 

Ciri Kurikulum Merdeka sebagai berikut: 
Lebih fokus pada materi esensial. 
Struktur kurikulum yang lebih fleksibel. 
Tersedianya banyak perangkat ajar. 
Pembelajaran berbasis projek. 
Menjadikan peserta didik lebih bahagia.

Kurikulum merupakan panduan pembelajaran pada satuan pendidikan dimana dapat dimaknai sebagai titik awal sampai titik akhir dari pengalaman belajar peserta didik. Kurikulum itu kompleks dan multi dimensi, kurikulum itu dapat diibaratkan sebagai jantung pendidikan. 

Peran dan fungsi Kurikulum 
Peran Kurikulum sebagai pedoman dan acuan dalam pembelajaran. 

Fungsi Kurikulum bagi pendidikan adalah untuk memandu dalam proses belajar peserta didik.
Komponen Kurikulum menurut Ralph Tyler : 
Tujuan 
Konten 
Metode/cara 
Evaluasi 

Apa pentingnya perubahan Kurikulum? 
Kurikulum yang baik adalah Kurikulum yang sesuai dengan zamannya, dan terus dikembangakan atau diadaptasi sesuai dengan konteks dan karaktersistik peserta didik demi membangun kompetensi sesuai dengan kebutuhan mereka kini dan masa depan. Kurikulum harus selalu berubah agar sesuai dengan perkembangan zaman, apalagi masa sekarang ini Ilmu Pengetahuan dan teknologi informasi telah berkembang dan pembelajaran akan membosankan tanpa adanya perubahan bukankah tugas kita untuk menyiapkan para peserta didik kita menghadapi zaman yang baru, zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman kita dulu. 

Jadi, dapatkah Kurikulum berubah?
Kurikulum oprasional satuan pendidikan harus bersifat dinamis artinya dapat diubah sesuai perubahan dan perkembangan budaya dan zaman, selain mengikuti zaman yang sudah diadaptasi sesuai lingkungan geografis. Kurikulum bersifat dinamis dan terus dikembengkan atau diadaptasi sesuai konteks dan kebutuhan peserta didik untuk membangun kompetensi sesuai masa kini dan masa yang akan datang. 
Bagaimana untuk mewujudkannhya? 
Seluruh komponen masyarakat yaitu peran orang tua, masyarakat dan sekolah harus menempatkan kebutuhan, pendapat, pengalaman, hasil belajar serta kepentingan peserta didik sebagai pengembangan Kurikulum karena Kurikulum dirancang untuk kebutuhan peserta didik.

Read More »
05 August | 0komentar

Magister Manajemen UGM


Mendapatkan tugas belajar S2 dari Kementrian Pendikan Nasional, saat belum menjadi Kemendikbudristek, tahun 2011. Sesuatu yang menjadi pengalaman sangat berharga. Tentu pengalaman yang berharga karena tidak semua guru mendapat kesempatan untuk belajar di Universitas ternama, terbaik di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM). 
Seleksi diawali dengan seleksi administrasi, terjaring kurang lebih 100 orang. Rangkaian tes tertertulis (AcEPT, TPA, Interview). Hasil akhir terseleksi 30 peserta. Alhamdulillah berhasil lolos. 
Tes AcEPT sama dengan tes TOEFL.   
Tes AcEPT dan TPA serta interview. Nilai TPA minimal 500. Nilai TOEFL minimal 450. Total TPA+TOEFL haruslah 975. Setelah lulus TPA dan TOEFL barulah dilanjutkan dengan tes wawancara. Tes ini lebih kepada bagaimana meyakinkan interviewer yang rata-rata mereka adalah professor, kita bisa menyakinkan Beliau-Beliaunya bahwa kita serius, beneran bakal belajar di MM UGM, gak mangkir dan tentu lulus tepat waktu.
Matrikulasi 
Matrikulasi ini sifatnya wajib bagi mahasiswa S2 karena dari berbagai disiplin ilmi d S1-nya. Tes Pengetahuan Dasar yang meliputi materi-materi matrikulasi. Matrikulasi ini biasa disebut Pra-MBA atau semester 0. Kuliah matrikulasi berlangsung selama 6 bulan. Dan harap di ingat, kita tidak bisa melanjutkan ke semester berikutnya jika tidak lulus matrikulasi. Matrikulasi sangat penting apalagi bagi kita yang gak pernah bersentuhan dengan dunia ekonomi. Setidaknya di matrikulasi kita sedikit paham tentang teori dasar ekonomi. Jadi dengan adanya Pra MBA ini diharapkan mahasiswanya siap pas masuk ke perkuliahan inti nanti.  Itulah pentingnya matrikulasi, selain mempersiapkan mahasiswa, juga bisa jadi alat ukur minat awal tiap mahasiswa. 
Busana/Pakaian 
Terkait dengan busana MM UGM Jakarta sangat tegas. Bukan hanya di ruang perkuliahan, dilingkungannya pun diberlakukan. Mahasiswa Laki-laki/ Pria harus memakai batik atau kemeja lengan panjang plus dasi dan celana bahan. Wanita menyesuaikan. Pernah teman di kelas tetangga tidak bisa ikut ujian karena lupa membawa dasi. Pengawas kekeuh tidak mengizinkan dia masuk ruang kelas sebelum memakai dasi. Pernah pula seorang teman tidak diizinkan masuk ke perpustakaan karena memakai jeans. 

Bersama Prof. Jamaludin Ancok

Kurikulum 
Gelar/ Title yang didapatkan setelah lulus MM UGM memang titel international, MBA. Dan karena MM UGM sudah terakreditasi secara international oleh AACSB, The Association to Advance Collegiate Schools of Business, (FYI: MM UGM adalah sekolah bisnis pertama dan satu-satunya di Indonesia yang terakreditasi oleh AACSB) maka kurikulum yang digunakan adalah standar international.


Read More »
05 August | 0komentar

Level Kognitif Pada Kisi-Kisi Soal

Diklat Menyusun Soal HOTS

Dalam membuat kisi-kisi soal salah satunya adalah menentukan kata kerja operasional (KKO).  Penulisan indikator soal sering kali mendapati KKO yang digunakan sama dengan KKO proses berfikir yang lain. Puspendik dalam Kemendikbud (2019) mengklasifikasikan KKO menjadi level kognitif. Level kognitif adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam penerimaan penjelasan. Baik secara individu maupun kelompok. 
Level Kognitif dibagi menjadi 3 kelompok yaitu level kognitif 
1. Level 1 pengetahuan dan pemahaman (knowing)
2. Level 2 aplikasi (applying)
3. Level 3 penalaran (reasoning)

Pada level kognitif 1, mengukur pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2). 
Karakteristik soal level 1: 
  • Menunjukkan ingatan & pemahaman dasar materi-materi pelajaran serta bisa membuat generalisasi (pengelompokan umum) sederhana. 
  • Menunjukkan tingkatan dasar dalam memecahkan masalah sesuai contoh pembelajaran melalui salah satu cara yang pernah diajarkan. 
  • Menunjukkan pemahaman dasar terhadap bentuk penyajian data grafik, label & bentuk visual lainnya.
  • Menyampaikan fakta-fakta dasar melalui istilah sederhana. 
Kategori soal pada level 1 terkadang kategori sukar, tetapi bukanlah soal HOTS. Untuk menjawab soal di level 1 ini, siswa harus mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi, menyebutkan prosedur.


Pengembangan Soal Level Kognitif 2 
Level kognitif 2 mengukur aplikasi atau menerapkan (C3). 
Karakteristik soal pada level 2: 
  • Menunjukkan pengetahuan & pemahaman materi pelajaran & mampu mengaplikasikan ide-ide & konsep-konsep sesuai konteks tertentu. 
  • Membuat penafsiran & analisis terhadap suatu informasi & data. 
  • Melakukan pemecahan masalah-masalah umum di suatu materi pelajaran. 
  • Membuat penafsiran data yang berupa grafik, tabel maupun bentuk visual lainnya. 
  • Menyampaikan secara gamblang & terorganisir penggunaan istilah-istilah khusus. 
Kata Kerja Operasional (KKO) yang sering digunakan yaitu: menerapkan, menggunakan, menentukan, menghitung, membuktikan, dan lainnya. Soal di level 2 ini dimungkinkan termasuk kategori sedang atau sulit, namun demikian bukan termasuk soal-soal HOTS.

Pada level ini mencakup 3 tingkat yaitu C4 (Menganalisis), C5 (Mengevaluasi), C6 (Mengkreasi).
Karakteristik soal pada level 3: 
  • Menunjukkan pengetahuan & pemahaman lebih luas terkait materi pelajaran & juga penerapan ide maupun konsep untuk kondisi serupa maupun kondisi berbeda. 
  • Melakukan analisis, sintesis & evaluasi terhadap gagasan & informasi teraktual. Menjabarkan hubungan konseptual sebuah gagasan & informasi teraktual. 
  • Membuat penafsiran & penjelasan gagasan kompleks suatu ilmu pelajaran. 
  • Menyampaikan gagasan nyata & akurat menggunakan istilah (terminologi) yang benar. 
  • Melakukan pemecahan masalah menggunakan berbagai cara & variabel yang berkaitan. 
  • Membuat demonstrasi hasil pemikiran orisinal. 
Level ini merupakan level soal HOTS. Soal tidak selalu soal sulit, tetapi menuntut siswa menggunakan logika atau penalaran untuk mengambil keputusan, memprediksi, menyusun strategi baru untuk memecahkan masalah. KKO yang digunakan adalah menguraikan, mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbarui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah.

Read More »
04 August | 0komentar

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

Membuat Keyakinan Kelas

Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid
tentunya akan memahami bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid, misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung, berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi.
Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena: 
membantu menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara mereka. membantu murid untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara yang dibuatnya.
membantu membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat. 
membantu murid untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan di sekitarnya. 
Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid. Untuk keterlibatan mereka dapat membantu mewujudkan kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat mendorong aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Jangan sampai keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek tersebut menjadi berkurang. Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut adalah beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid dengan komunitas: 
Membangun suasana yang menghargai murid. Hal ini agar dalam interaksinya dengan komunitas, murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara fisik dan emosional. 
Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling percaya, maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh perhatian. Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua anak-anak mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya kesabaran dan empati dari komunitas. 
Dialog atau komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya, berkomunikasi dengan murid secara demokratis dan setara menjadi penting. Komunikasi ini harus bersifat dua arah dan bersifat dialog dengan murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi perintah’ kepada murid. 
Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan menanggapi gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk sampai pada pemahaman. Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan, komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada akhirnya perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.

Read More »
19 July | 0komentar

Komunitas Untuk Mewujudkan Student Agency


Di dalam bahasan selanjutnya di bawah ini, kita akan membahas bagaimana peran keterlibatan komunitas dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Komunitas adalah bentuk dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar, yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid. 
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan tentang pentingnya kemitraan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini disebut dengan “tri sentra pendidikan”. Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta didik. 
Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses pembelajaran menjadi fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah. Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada: komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh , dsb) komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru) komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb) komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb) komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb).
Kesemua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid. 
Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid. 
1. Komunitas keluarga 
Bagaimana kita dapat melibatkan masing-masing komunitas tersebut untuk membantu kita mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid? Mari kita coba bahas satu persatu. Komunitas yang pertama dan utama bagi murid adalah keluarga mereka. Murid mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga mereka di rumah dibandingkan di sekolah. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus berusaha mencari cara bagaimana keluarga dapat ikut mengambil peran untuk ikut mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemimpinan murid. 
  1. Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan mendorong keterlibatan mereka. 
  2. Sejauh mana orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? 
  3. Apakah mereka memahami apa yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? 
  4. Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka? 
  5. Apakah keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice, choice, dan ownership murid, atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua justru mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih ‘ingin membantu’?) 
  6. Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita lakukan di kelas atau sekolah? 
  7. Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk mendorong voice, choice, dan ownership murid dan membantu terwujudnya kepemimpinan murid? 
  8. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas atau sekolah? ( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau komunikasi yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang sedang dipelajari oleh mereka di sekolah)
Beberapa pertanyaan di atas, dapat lebih ‘mindful’ saat ingin melibatkan orang tua dalam proses/kegiatan pembelajaran di sekolah, agar tujuan kita dalam mewujudkan kepemimpinan murid yang memiliki voice, choice, dan ownership dapat tercapai. 
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan kepemimpinan murid. 
Keluarga Memastikan orang tua memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan apa yang dimaksud dengan voice, choice, dan ownership kepada orangtua) 
Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses ke sumber-sumber belajar yang lebih luas untuk membantu mewujudkan suara atau pilihan murid (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan murid yang ingin mengakses masyarakat, lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-akses lain yang mungkin sulit untuk dijangkau murid atau sekolah, dsb). 
Mengadakan workshop atau sesi-sesi informasi yang dapat membantu orang tua memahami pendekatan pembelajaran yang kita lakukan di sekolah (misalnya melalui pelatihan orangtua tentang cara bertanya kepada anak, tentang bagaimana berkomunikasi secara positif, tentang pentingnya ‘suara’, ‘pilihan’, dan ‘kepemilikan’, dsb, sehingga mereka bisa terapkan di rumah). 
Mengadakan berbagai aktivitas yang memberikan kesempatan bagi murid untuk menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil belajar atau pemahaman mereka kepada orang tua dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian, kepercayaan diri, kemandirian, dan berbagai sikap positif lainnya (misalnya dengan mengundang orang tua untuk menghadiri perayaan, eksibisi atau pameran hasil karya, assembly, pentas seni). 
Mendorong orang tua untuk mengajak anak-anak mereka ke tempat-tempat yang dapat menumbuhkan rasa empati, mengekspos murid dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat, dsb. 
Mendorong, mempromosikan dan mengapresiasi upaya orangtua dalam membangun kemandirian, resiliensi, dan tanggung jawab murid (misalnya dengan guru memberikan komentar positif di buku penghubung murid, dsb) 
Melibatkan orang tua pada kegiatan-kegiatan non akademis/bukan pembelajaran di kelas agar rasa kepemilikan lebih terbangun Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid 

2. Komunitas kelas dan antar kelas 
Komunitas kelas terdiri dari murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid sendiri maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka dengan murid dan interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi bagaimana voice, choice, ownership murid dapat diwujudkan. Oleh karenanya, peran Bapak/Ibu sangatlah besar disini. 
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu untuk memikirkan tindakan apa yang dapat dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice, ownership di dalam kelas. 
Apa yang telah saya lakukan untuk mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan kreativitas murid? 
Apakah saya telah memastikan murid memahami apa yang menjadi target dari program/kegiatan pembelajaran mereka? (sehingga murid dapat mengatur dirinya sendiri dan memantau upaya mereka dalam mencapai target tersebut) 
Apa yang telah saya lakukan untuk membantu murid membangun pemahaman mereka sendiri? 
Apakah saya selalu memberikan jawaban pada murid? 
Seberapa sering saya mengatakan “Bapak/Ibu juga belum mengetahui jawabannya. 

Mari kita cari bersama-sama!” Apakah saya memberikan ‘wait time’ saat bertanya kepada murid untuk memberikan mereka kesempatan berpikir? Sejauh mana saya telah mengkoneksikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari murid? Seberapa sering saya mengajak murid-murid melakukan refleksi? Sudahkah saya bertanya tentang apa yang mereka ingin pelajari dan apa yang mereka minati? Sejauh mana saya memberi kesempatan murid untuk memilih cara, dengan siapa dan bagaimana mereka belajar? Apa yang telah saya lakukan untuk membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan mengkoneksikan mereka dengan masyarakat dan dunia yang lebih luas? dsb. Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup kelas. 
Komunitas Kelas dan Antar Kelas (misalnya guru, kepala sekolah, murid-murid) Memfasilitasi kerja kelompok dan kolaborasi antar murid di kelas dan murid antar kelas (misalnya kerja kelompok, memberikan tugas proyek yang harus dikerjakan bersama-sama, dsb). Mendorong murid untuk bertanya Melibatkan murid dalam proses perencanaan pembelajaran. Melibatkan murid dalam proses penilaian Membentuk dewan murid, komite-komite yang dipimpin oleh murid, kepanitiaan kegiatan yang anggotanya adalah murid-murid. Mendorong terciptanya unity (kebersamaan), yang dapat mempromosikan rasa kepemilikan murid (misalnya dengan mengadakan karnival olahraga, class meeting, dsb). Memberikan kesempatan murid untuk terlibat dalam pengaturan prosedur, rutinitas, kesepakatan kelas, dsb. Memberikan murid kesempatan untuk memberikan umpan balik dalam proses pembelajaran. 
Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid 

3. Komunitas sekolah 
Komunitas sekolah di sini adalah pihak-pihak yang aktif berkegiatan di sekolah (mungkin tidak berada di kelas setiap hari ), namun ada dalam hidup keseharian sekolah serta murid-murid di sekolah. Kepala sekolah, konselor, staf administrasi, tukang parkir, pustakawan, bapak/ibu kantin, penjaga sekolah, pengawas sekolah, komite sekolah, anggota yayasan serta lainnya adalah contoh anggota komunitas sekolah. Walaupun mereka tidak secara langsung mengajar murid di kelas atau terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran secara langsung, namun lewat peran dan apa yang mereka lakukan mempengaruhi proses belajar murid. Mempertimbangkan peran mereka dalam mendorong voice, choice, dan ownership akan membantu kesuksesan upaya kita dalam menumbuhkan kepemimpinan murid. Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam mempromosikan voice, choice, ownership di dalam berbagai program/kegiatan pembelajaran di kelas dan sekolah. Sejauh mana anggota komunitas sekolah (misalnya tukang parkir, satpam, penjaga kantin, pustakawan, tenaga kebersihan) telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? mengapa pemahaman mereka menjadi penting? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka? Apakah saya mengetahui apa saja yang dapat pustakawan sekolah saya kontribusikan untuk mendukung suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering saya mengajak pustakawan terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah saya? Bagaimana tenaga kependidikan, dari mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga kantin dapat saya dorong untuk membantu membangun lingkungan belajar yang positif dan menghargai suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Bagaimana saya dapat melibatkan mereka untuk membantu mengoneksikan murid-murid saya dengan dunia di luar kelas mereka sehingga murid-murid dapat memperluas pembelajaran mereka dan mewujudkan suara serta pilihan mereka? Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan komunitas sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid. 
Komunitas Sekolah ( misalnya tukang parkir, pustakawan, laboran, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, tenaga kebersihan, dsb) Memastikan tenaga kependidikan yang ada di sekolah memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan visi, misi, kebijakan sekolah, program sekolah, dsb) Mengundang pustakawan untuk ikut serta dalam perencanaan pembelajaran, sehingga mereka bisa membantu menyediakan akses ke sumber-sumber belajar yang sesuai. Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam memberikan masukan kepada pustakawan terkait dengan koleksi sumber-sumber belajar apa saja yang murid perlukan. Mendorong pustakawan untuk menyediakan beragam perspektif dalam sumber-sumber belajar yang mereka sediakan. Mendorong pustakawan untuk menyediakan sumber belajar yang multimoda agar dapat mengakomodasi berbagai minat dan kebutuhan murid, dan agar murid memiliki pilihan. Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam menentukan prosedur yang memungkinkan murid untuk mengatur dan menavigasi diri mereka secara bebas di dalam perpustakaan, namun tetap dengan bertanggung jawab. 
Mendorong laboran untuk membuat prosedur keamanan dan keselamatan yang tetap memungkinkan murid untuk mandiri dan percaya diri dalam melakukan kegiatan.Mendorong laboran untuk mempromosikan laboratorium sebagai salah satu tempat yang menarik dan menyenangkan bagi murid untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. 
Mengundang tenaga kebersihan, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, dan tenaga kependidikan lain untuk ikut berperan sesuai perannya di sekolah dalam berbagai kegiatan pembelajaran. (misalnya melibatkan mereka menjadi pembicara tamu di kelas, mengundang mereka dalam pertemuan-pertemuan yang terkait dengan bagaimana mereka dapat mendukung murid, dsb). 
Mengadakan pelatihan bagi para staf pendukung tentang nilai-nilai dan berbagai pendekatan belajar yang dilakukan oleh sekolah, sehingga mereka dapat ikut memodelkan sikap dan perilaku sesuai dengan yang ingin kita kembangkan pada diri anak, dsb (misalnya pelatihan tentang perlindungan anak, pelatihan tentang protokol kesehatan, dsb) 

4. Komunitas sekitar sekolah 
Komunitas sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam komunitas ini termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan sekolah, misalkan: tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah, bisnis yang terkait dengan operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya), perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga keluarga besar dari tiap murid atau orang tua. Mereka mungkin tampak tidak ada kaitannya dengan program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah kita, namun memiliki potensi untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid karena peranan yang dapat mereka mainkan. 
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice, choice, dan ownership. Apakah saya mengetahui isu-isu yang sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada di sekitar sekolah? Bagaimana saya dapat mengetahuinya? Bagaimana saya dapat membawa isu-isu tersebut ke dalam kelas dan mentrasnformasikannya menjadi wahana untuk mewujudkan suara, pilihan dan kepemilikan murid? Bagaimana saya dapat membuka ruang dialog dengan masyarakat sekitar sehingga saya dapat mengomunikasikan harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya wujudkan di diri murid-murid saya? 
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya? 

5. Komunitas yang lebih luas 
Komunitas yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah namun berpeluang dan mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia), media sosial, universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol, dunia usaha, dunia industri, dan lainnya merupakan contoh dari komunitas yang lebih luas. Walaupun komunitas ini mungkin tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita, namun keberadaan mereka mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi anak-anak. Contoh, meskipun mereka tidak berinteraksi langsung dengan para youtuber, namun apa yang dilakukan oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka mungkin mempengaruhi anak-anak. Oleh karena itu, peran komunitas yang lebih luas ini dalam membantu mewujudkan kepemimpinan murid yang mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership bisa menjadi signifikan. 
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana dapat melibatkan komunitas yang lebih luas untuk membantu mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership. 
  1. Siapa sajakah yang termasuk dalam komunitas yang lebih luas ini? 
  2. Bagaimana mereka dapat secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah? Apakah memungkinkan bagi saya untuk melibatkan mereka secara langsung dalam program/kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di kelas/sekolah saya? 
  3. Jika tidak memungkinkan, bagaimana saya dapat memanfaatkan konten, produk, dari komunitas ini (misalnya berita terkini, artikel, jurnal penelitian, peraturan, kebijakan) dan membawanya ke kelas/sekolah untuk memunculkan inkuiri murid-murid saya? 
  4. Komunikasi seperti apa yang harus saya lakukan untuk mendorong keterlibatan? 

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid tentunya akan memahami bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid, misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung, berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi. Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena: membantu menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara mereka. membantu murid untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara yang dibuatnya. membantu membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat. membantu murid untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan di sekitarnya. 
Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid. Namun, yang perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu mewujudkan kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat mendorong aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Jangan sampai keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek tersebut menjadi berkurang. Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut adalah beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid dengan komunitas: Membangun suasana yang menghargai murid. 
Hal ini agar dalam interaksinya dengan komunitas, murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara fisik dan emosional. Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling percaya, maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh perhatian. Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua anak-anak mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya kesabaran dan empati dari komunitas. 
Dialog atau komunikasi dengan murid. 
Saat membangun pemahaman, murid akan mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya, berkomunikasi dengan murid secara demokratis dan setara menjadi penting. Komunikasi ini harus bersifat dua arah dan bersifat dialog dengan murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi perintah’ kepada murid. Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan menanggapi gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk sampai pada pemahaman. Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan, komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada akhirnya perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan. 

Read More »
12 July | 0komentar

Voice, Choice and Ownership

Pemilihan Ketua OSIS, PILKETOS

Suara Murid (Voice), Pilihan Murid (choice), dan Kepemilikan Murid (ownership) saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. 
Guru menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? 

1. Suara Murid (voice) 
Bukan hanya sekedar memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai. 
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. 
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”: 
Membangun budaya saling mendengarkan. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar. 
  1. Mmberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi. 
  2. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas. 
  3. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  4. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian. 
  5. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran. 
  6. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal. 
  7. Membuat daftar rutinitas bersama murid. 
  8. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb. 
Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid. 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 
2. Pilihan (Choice)
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya. 
  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan. 
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari. 
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program. 
  4. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok. 
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan. 
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini. 
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka. 
  9. Memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.

3. Kepemilikan Murid (ownership) 
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya. Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. 
Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi. 

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”: 
  1. Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri. Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan. 
  2. Merespon umpan balik yang diberikan murid. menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka.. 
  3. Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran. 
  4. Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ) 
  5. Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb. 
  6. Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri. 
  7. Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas. 
  8. Melakukan self assessment 
  9. Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  10. Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi. 

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya. 
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, 
Situasi 1 Bu Dian mengajar di Kelas X. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. 
Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. 

Refleksi setelah beberapa hari berlangsung
Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. 
Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif. 

Situasi 2 Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok startkolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. 

Situasi 3 Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. 
Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang. 

Situasi 4. Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. 
Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. 
Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut. 

Situasi 5 Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. 
Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. 
Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah. 

Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:
  1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya. 
  2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana.
  3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya. 
  4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. 
  5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. 
  6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. 
Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan. (di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016) Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid. Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid, guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. 
Klik Materi berikut tentang Keterlibatan Komunitas dengan Judul : Komunitas Untuk Mewujudkan Student Agency.



Read More »
12 July | 0komentar