Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query Peluang. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query Peluang. Sort by date Show all posts

Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization


Reflesi Buku 
Leading for Learning: How to Transform Schools into Learning Organization 
Direfleksi Oleh: Arifin
Bab 1 : 
Menyoal Transformasi 
Semua sepakat bahwa sekolah-sekolah kita harus diperbaiki kualitasnya. Namun kesepakatan tidak tercapai ketika berbicara tentang bagaimana cara memperbaiki kualitas tersebut. Ada yang berpendapat bahwa yang dibutuhkan adalah reformasi, namun sebagian yang lain mengatakan reformasi tidak cukup. Yang dibutuhkan saat ini adalah transformasi, bukan reformasi. 
Dalam konteks upaya perbaikan sekolah, reformasi memiliki arti melakukan perubahan prosedur, proses, dan teknologi dalam rangka memperbaiki kinerja sistem operasi yang telah ada. Tujuan reformasi adalah untuk menjaga agar sistem yang telah ada dapat berjalan dengan lebih efektif sebagaimana yang telah ditentukan. 
Transformasi dimaksudkan untuk memungkinkan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh organisasi. Transformasi berarti bermetamorfosis, yaitu berubah dari satu bentuk ke bentuk lain yang benar-benar berbeda. Dalam bahasa organisasi, transformasi berarti melakukan reposisi (repositioning) dan reorientasi (reorienting) aksi dengan memasukkan organisasi ke dalam sebuah bisinis baru atau dengan cara mengadopsi cara –cara berbeda yang mendasar untuk melakukan pekerjaan organisasi. 
Maka transformasi meliputi upaya perubahan keyakinan, nilai-nilai, dan makna –kultur– serta perubahan sistem aturan yang ada, peran dan pola hubungan antar warga organisasi –struktur sosial—sehingga inovasi-inovasi yang dicanangkan aka memperoleh dukungan. Sebaliknya, reformasi hanya bermakna meng-install inovasi-inovasi yang akan berjalan dalam konteks sturktur dan kultur sekolah yang telah ada. Transformasi , dengan demikian, merupakan upaya yang beresiko dan sulit, dimensi-dimensinya dipenuhi dengan ketidakpastian dan sukar untuk didefinisikan. 
Transformasi membutuhkan sumber daya manusia yang mampu melakukan pekerjaan yang belum pernah mereka lakukan – tidak hanya mampu melakukan pekerjaan yang rutin mereka lakukan. Karena transformasi berresiko, maka transformasi membutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh yang memahami posisi mereka sebagai penyemai nilai-nilai, penerap tehnik-tehnik terbaik, makna sekaligus keterampilan kepemimpinan. Diatas segalanya, transformasi membutuhkan para pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang rasionalitas transformasi dan lika-liku jalan terjal yang akan mereka lalui. Transformasi menghendaki pemimpin yang memiliki komitmen diri yang kuat untuk menciptakan satu entitas organisasi baru yang dicita-citakannya. 
Tanpa sosok pemimpin yang demikian itu, maka upaya transformasi sekolah akan mustahil terjadi. Tanpa pemimpin yang tangguh, masa depan pendidikan Indonesia dan masa depan demokrasi di negeri katulistiwa ini akan berada dalam resiko besar. 

MENGAPA REFORMASI SAJA TIDAK CUKUP? 
Kasus reformasi di berbagai Negara biasanya terjadi karena dipicu oleh persaingan , terutama bidang ekonomi dan teknologi, dengan Negara lain. Amerika serikat melakukan gerakan reformasi pendidikan besar-besaran karena gusar dengan keberhasilan Uni Soviet yang berhasil meluncurkan Sputnik. Pada era tahun 80an Amerika, lagi-lagi, gusar karena keberhasilan Jepang dibidang manufaktur yang menguasai dunia. Dan sekarang Amerika Serikat tambah gusar karena kehebatan China dan India dan merebut pasar ekonomi dunia. Sudut dunia mana yang tidak dibanjiri barang-barang impor dari China dan India. Bahkan sudut Gunung Kidul yang terpencil sekalipun pasti ada mainan made in China. 
Satu-satunya Negara yang tidak pernah gusar hanyalah Indonesia…ha..ha…apa yang digusarkan Indonesia..wong…memiliki kolam susu dan batang bamboo ditancapkan saja tumbuh kok…. Namun, ada beberapa hal yang bisa saya ingatkan untuk kawan Amerika yang sedang gusar, bahwa reformasi saja tidak cukup. Kita tahu bahwa pendidikan itu tidak hanya terkait dengan urusan ekonomi saja, tetapi kait mengait dengan bidang politik, komunitas, kewarganegaraan, kesehatan moral, karakter generasi yang akan dating, dan masa depan demokrasi bangsa. Pendidikan menjadi landasan pengembangan semua aspek kehidupan sehingga reformasi secara sporadis saja tidak lagi memadai. 
Maka yang dibutuhkan adalah perubahan mendasar secara komprehensif melalui upaya transformasi. 

 PERLUNYA UPAYA TRANSFORMASI 
Bagaikan menanam padi, maka penanaman yang paling baik adalah di lahan yang lebih subur. Demikian pula dengan pendidikan, jika kita menginginkan perbaikan di bidang pendidikan, maka sekolah-sekolah harus dicangkokkan ke dalam lingkungan yang lebih kondusif. Sekolah-sekolah harus ditransformasikan dari pengajaran (instructrion) menuju pembelajaran (learning), dari pola birokrasi yang mengekang menuju organisasi pembelajaran yang mendorong kreatifitas. Tujuan sekolah saat ini adalah untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses pada kualitas pengajaran yang seragam. Padahal definisi kualitas pengajaran sendiri sulit didefinisikan. 
Dalam atmosfir reformasi saat ini, kualitas pengajaran diartikan sebagai bentuk pengajaran yang mengantarkan siswa mampu mengerjakan soal-soal terstandar, memperoleh skor tes tertentu dan hanya melalui tes lah kualitas pengajaran dapat distandardisasikan. Persolannya adalah bahwa tipe pengajaran yang memadai untuk memastikan siswa mampu mengerjakan soal-soal tentang puisi tidak sama dengan pengajaran yang dibutuhkan siswa untuk mampu menulis puisi. Sebagian besar siswa mengetahui dan mampu menjawab soal tentang menulis puisi, namun mereka tidak terinspirasi dan mampu menulis puisi. 
Tipe pengajaran di sekolah saat ini tidak mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan kebiasaan berfikir serta kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan oleh dunia kerja abad 21. Tipe pengajaran saat ini belum mampu mengantarkan siswa memasuki lingkungan digital dan belum mampu juga mengantarkan siswa menjadi warga negara yang efektif dalam Negara demokrasi dimana laki-laki dan perempuan bakal kebanjiran informasi dan fakta-fakta yang diberitakan. Transformasi Tidak “Sekadar Akademik” Harus diakui bahwa siswa belajar banyak hal di sekolah. 
Bagi yang tertarik di berbagai aspek atau bidang akademik, mereka akan tertantang untuk belajar giat tentang kerja akademik yang ditawarkan sekolah. Namun demikian, banyak pula siswa yang tidak begitu tertarik dengan kerja akademik sekolah atau tidak memiliki banyak manfaat bagi kehidupannya. Mata pelajaran akademis memang penting, namun kerja akademik bukanlah satu-satunya keunggulan yang harus dimiliki siswa. Masih ada keunggulan lain yang harus diakui dan dikembangkan oleh sekolah, yaitu, misalnya kemampuan atletik dan artistik. 
Dengan mengakui keunggulan lain maka ukuran keberhasilan atau sukses seorang siswa tidak tergantung pada keunggulan akademik saja tapi juga dikarenakan oleh keunggulan yang lain. Oleh karena itu, sekolah perlu didesain sedemikian rupa agar mampu menghargai potensi siswa secara purna, tidak hanya akademik saja, namun juga mampu mengembangkan standar-standar yang lebih komprehensif, lebih dari sekadar standar akademik yang sempit. 
Melihat tantangan di atas, transformasi sekolah membutuhkan pemimpin-pemimpin yang siap untuk menyusun ulang tujuan sekolah dan mampu berimaginasi tentang sekolah masa depan yang lebih baik. Sekolah masa depan, abad 21, adalah sekolah yang membekali siswa dengan daya kreatifitas tinggi, kemampuan berkolaborasi, kemampuan mensintesa data-data dari berbagai sumber, dan kemampuan mengevaluasi data secara kritis. Sekolah yang hanya mampu mengantarkan siswanya menyelesaikan soal-soal dan berhasil mengerjakan tes ujian dengan baik bukan sekolah yang dibutuhkan generasi masa depan. 
Realitas Abad 21 Setidaknya terdapat tiga bentuk atau realitas perubahan yang memberikan pengaruh terhadap sekolah dan hubungan antara siswa, sekolah, guru, dan orangtua. Bentuk perubahan itu diantaranya : 
 - Ketersediaan peluang pembelajaran digital, 
 - Penciptaan gagasan remaja sebagai kategori demografik dan meningkatnya pengaruh atau arti teman sebaya diantara para remaja 
 - Pemasaran langsung kepada anak-anak dan remaja. Realitas baru ini memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan, yaitu tantangan bagi status quo pendidikan sekaligus peluang bagi inovasi dan transformasi. 

Keharusan Digital 
Kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi (TI), memberikan tantangan sekaligus peluang bagi dunia pendidikan dan khususnya dunia sekolah. Ada sebagian sekolah dan guru yang memandang TI sebagai musuh (enemy) karena dianggap ikut andil dalam menembus batas-batas norma social dan agama serta membawa virus kebobrokan moral bagi para siswa. Namun ada juga yang memiliki pandangan positif, dimana TI dimanfaatkan untuk proses pembelajaran sehingga menjadi lebih fleksibel dan kaya. 
TI memperkaya pembelajaran dengan sumber-sumber belajar yang tidak hanya terbatas pada guru. Dengan pemanfaatn TI pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam ruang kelas selama beberapa jam efektif, pembelajaran menjadi proses sepanjang hayat baik bagi siswa maupun guru. Guru dan siswa bisa memanfaatkan internet untuk pembelajaran nir kelas yang tidak dibatasi tempat dan waktu.
Persoalannya adalah apakah sekolah memiliki pemimpin yang mampu melakukan transformasi secara fundamental yang bisa mendorong perubahan pola hubungan otoritas antara guru dan siswa, dan apakah mereka mampu menciptakan kondisi sekolah yang fleksibel dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut. Tanpa pemimpin yang transformatif, sekolah kita akan bertahan menjadi sekolah tradisional, dimana siswa tidak berkembang dalam cara belajarnya. 
Di masa depan, siswa memiliki pilihan yang lebih banyak dalam pembelajaran dengan membuncahnya kemajuan TI. Merekalah yang mengendalikan waktu dan tempat pembelajaran. Guru dan sekolah akan lebih berperan sebagai designer yang membantu siswa mengelola sumber-sumber informasi dan pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. 
Pengaruh Teman Sebaya Realitas abad 21 yang kedua adalah menguatnya pengaruh teman sebaya dan memudarnya pengaruh orangtua terhadap remaja. Hal ini terjadi karena para remaja semakin independen, baik dalam konteks keluarga maupun independesi dalam akses informasi. Dulu, tahun 1960an, teknologi informasi belum berkembang seperti saat ini, para remaja saat itu hanya memperoleh informasi dari sumber terbatas, terutama orang tua mereka. Sekarang para remaja telah membentuk jaringan pertemanan mereka sendiri melalui berbagai teknologi informasi yang ada, misalnya Twitter, facebook, dan lain sebagainya, sehingga pengaruh teman sebaya lebih kuat. 
Dalam menghadapi realitas ini, guru dan sekolah harus mampu memanfaatkan the power of peer group dan jaringannya untuk kepentingan pendidikan. Sekolah dan guru harus mampu menemani dan mengarahkan para siswa dalam dunia maya sekaligus memanfaatkannya untuk proses pembelajaran yang lebih fleksibel agar pengaruh negative yang mungkin muncul dari networking mereka bisa direduksi. 
Pemasaran Kepada Anak-anak Realitas ketiga abad 21 adalah pemasaran yang bersifat langsung dann menjadikan anak-anak dan para remaja sebagai sasaran tembak. Berbagai produk dan iklan yang gencar membombardir mereka, dari soft drink , pakaian, mainan, hingga alat-alat elektronik canggih seperti iPhone, iPod , dan lain sebagainya. Yang menarik dari realitas ini adalah bahwa para pemasar komersial tersebut seolah-olah lebih memahami kemauan anak-anak dan remaja daripada orangtua mereka, para pemimpin agama, guru dan sekolah. Guru dan sekolah kalah dengan para pemasar komersial. Guru dan sekolah perlu belajar dari para pemasar industri tersebut dan mencoba menerapkannya dalam proses pembejalaran di sekolah. 
Bagaimana membuat para siswanya tertarik untuk melakukan pembelajaran dengan sepenuh hati. Keharusan Demokratik Demokrasi didasarkan pada keyakinan bahwa rakyat biasa dapat dipercaya untuk membuat keputusan politik yang akan mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan kehidupan orang lain. Di Negara non-demokrasi, hak-hak semacam ini hanya dimiliki oleh para elit. 
Pendidikan dan sekolah-sekolah memiliki peran sentral dalam menyemai benih-benih demokrasi. Sekolah publik , terutama, memiliki kewajiban untuk mengajarkan kemampuan pengambilan keputusan, keterampilan berfikir kritis, kemampuan berkolaborasi, dan kemampuan esensial lain sebagai warga negara kepada para siswanya. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan modal dasar bagi tumbuhnya demokrasi. 
Demokrasi juga menuntut adanya sistem pendidikan yang egaliter dimana semua warga Negara memiliki hak dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas. Hal ini tentu saja membutuhkan para pemimpin pendidikan yang mampu mentransformasikan sekolah menjdi tempat penyemai warga demokratis dengan berbagai profesi mereka, baik sebagai artis, novelis, sejarawan, jurnalis, musisi, dan berbagai profesi lainnya. 
Tantangan Moral Dunia insustri abad 21 menawarkan segala macam bentuk hiburan, baik yang positif maupun nagatif. Hampir tidak ada institusi yang mampu mensensor secara penuh muatan hiburan tersebut. Maka menjadi tugas institusi pendidikan untuk membekali peserta didiknya dengan kemampuan pengambilan keputusan tentang mana yang baik dan buruk, mana yang indah dan tidak, mana seni dan pornografi, dan mana music dan kegaduhan. Inilah tugas moral pendidikan. 
Dan, sekali lagi, agar mampu melaksanakan kewajiban tersebut, institusi pendidikan perlu melakukan transformasi. Pembelajaran Untuk Mengeksploitasi Peluang Baru Para guru mengeluhkan fakta bahwa para siswa malas mengerjakan PR karena lebih suka kongkow-kongkow dengan teman sebayanya daripada memelototi PR. 
Orangtua juga mengeluh karena anak-anak mereka menghabiskan waktu di depan televise sehingga kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Dewan sekolah menghabiskan waktu mereka untuk membuat formulasi dan regulasi tentang bagaimana membatasi penggunaan telepon selular, iPhod, dan akses internet di sekolah. Keprihatinan yang dialami guru, orangtua dan sekolah sebenarnya bisa di mengerti. Namun mereka juga harus memahami bahwa dunia telah mengalami perubahan sehingga dunia anak-anak dan remaja saat ini memang berbeda. 
Guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya seharusnya mulai memahami dan mengapresiasi perubahan yang terjadi dalam kehidupan para remaja, mereka harus berhenti melihat perubahan-perubahan ini sebagai ancaman, sebaliknya mereka perlu melihatnya sebagai kesempatan dan peluang. Telah terjadi pergeseran prinsip-prinsip otoritas tradisional dalam pola hubungan antara anak dan orangtua. Anak atau siswa cenderung memiliki akses informasi lebih cepat dari orangutan dan gurunya, bahkan mereka sering mempelajari tehnik-tehnik baru dalam mengakses informasi dan menciptakan konten serta pengolahan informasi dibanding para gurunya. 
Guru dan sekolah harus melihat ini sebagai peluang edukatif guna meraih tujuan pendidikan yang ditetapkan bersama dengan sekolah. Daripada sekolah menghabiskan waktu untuk memerangi atau membatasi penggunaan jaringan elektronik bagi para siswanya, guru dan sekolah mestinya mengeksploitasi inovasi-inovasi ini demi tujuan pendidikan yang positif. 

 MENGAPA KITA SUKA MENGUTAK-ATIK : MERUMUSKAN MASALAH 
Sebagian besar upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan cara melakukan utak-atik dengan program-program dan cara-cara yang sama sekali tidak mendasar sehingga tidak mengena. Upaya perbaikan hanya menyentuh kulit dari masalah sebenarnya yang ada dalam dunia pendidikan kita. Perubahan kurikulum telah berkali-kali dilakukan, sekarang kita menggunakan KTSP sejak 2006, dan perilaku guru dalam pembelajaran tetap sama seperti ketika mereka menggunakan kurikulum 1999. Para birokrat pendidikan kemudian mencanangkan program sertifikasi untuk meningkatkan kualitas guru. 
Namun lagi-lagi program sertifikasi dilakukan secara tidak komprehensi dan sempurna sehingga setiap tahun bahkan setiap saat terjadi perubahan yang justru semakin membingungkan guru. Tengoklah misalnya program UKA dan UKG yang kacau balau. Semua itu karena para birokrat pendidikan suka utak-atik dalam perbaikan pendidikan bukan melakukan transformasi yang lebih mendasar. Begitu pula dengan kasus Ujian Nasional (UN) kala itu, dimana kulaitas lulusan sekolah hanya diukur dengan angka-angka dan distandardisasi secara kaku. 
Alasannya adalah obyektifitas, prediktibilitas, dan stabilitas. Jika itu alasannya maka struktur pendidikan kita, sekolah kita, masih menggunakan sistem birokrasi yang mengedepankan stabilitas, ketenangan, dan prediktibilitas. Padahal organisasi yang mengedepankan prinsip-prinsip kaku birokrasi akan mati di telan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin cepat dan tidak bisa diprediksi. Sekolah kita, sekali lagi, harus menjadi pusat kreatifitas, imaginasi, dan menyusun standar-standar keunggulan melalui komitmen bersama, penguatan kolegial, serta agenda-agenda kolaboratif daripada menggunakan gaya manajemen birokrasi yang dikendalikan dari luar (eksternal), penghargaan ekstrinsik, dan pemberian hukuman. Itulah arah transformasi yang perlu dilakukan oleh sekolah dan guru. 

Rangkuman Kuliah 
1. Pendahuluan 
  • Di era informasi dan teknologi, peningkatan mutu sekolah merupakan suatu keharusan. 
  • Peningkatan mutu sekolah tidak sekadar reformasi tetapi harus melalui transformasi. 
  • Reformasi berarti perubahan prosedur, proses dan teknologi dengan focus pada peningkatan kinerja lebih efektif. 
  • Transformasi, lebih dari sekadar reformasi, dalam transformasi ada agenda reposisi dan reorientasi tindakan kea rah yang lebih baru. 

 2. Reformasi saja tidak cukup? 
  • Reformasi hanya menekankan pada perbaikan dalam bentuk yang sudah ada dan lebih didorong oleh pengaruh eksternal. 
  • Realitanya, aspek-aspek perbaikan cukup kompleks (tidak hanya akademik, tetapi juga terkait dengan aspek politik, social, moral, dan ekonomi) dan melibatkan banyak pihak. 
  • Oleh karena itulah kita membutuhkan transformasi guna perubahan yang lebih mendasar. 

 3. Realitas abad 21 mendorong terjadinya transformasi. 
  • Realitas kemajuan TI, teknologi digital 
  • Perubahan demografi dan pola hubungan antara orangtua, guru, sekolah, dan teman sebaya. 
  • Realitas pemasaran industry komersial. 
  • Realitas demokrasi 
  • Tantangan moral 
  • Munculnya peluang-peluang baru yang harus dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan.

Read More »
19 December | 0komentar

Mengukur Keberhasilan Pelatihan Coding dan Kecerdasan Artifisial

Keberhasilan Pelatihan Coding dan Kecerdasan Artifisial
Indikator Capaian yang Perlu Anda Tahu Pelatihan koding dan kecerdasan artifisial (KKA) kini menjadi semakin krusial dalam mempersiapkan individu menghadapi era digital. Namun, bagaimana kita bisa tahu jika pelatihan tersebut benar-benar efektif? Mengukur keberhasilan bukan hanya tentang partisipasi, melainkan juga seberapa jauh peserta menguasai materi dan mampu mengaplikasikannya.
Berikut adalah beberapa indikator capaian penting yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelatihan coding dan kecerdasan artifisial:
  1. Pemahaman Komprehensif tentang Ruang Lingkup dan Dampak Coding dan KA Peserta pelatihan yang sukses harus mampu menjelaskan ruang lingkup coding dan KA secara menyeluruh. Ini mencakup pemahaman dasar tentang apa itu coding, jenis-jenis bahasa pemrograman, serta konsep-konsep dasar kecerdasan artifisial seperti machine learning, deep learning, dan pemrosesan bahasa alami. Selain itu, peserta juga diharapkan dapat menguraikan dampak signifikan coding dan KA pada pembelajaran. Mereka perlu memahami bagaimana teknologi ini merevolusi cara kita belajar, memecahkan masalah, dan berinovasi. Ini bukan hanya tentang mengetahui definisi, melainkan juga tentang melihat gambaran besar dan implikasinya di berbagai sektor.
  2. Penguasaan Prinsip Berpikir Komputasional, Literasi Digital, dan Kecerdasan Artifisial Indikator penting lainnya adalah kemampuan peserta untuk menjelaskan prinsip-prinsip fundamental yang mendasari bidang ini. Ini meliputi: (1) Berpikir komputasional: Kemampuan memecahkan masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, mengenali pola, melakukan abstraksi, dan merancang algoritma. (2) Literasi digital: Kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi melalui teknologi digital, serta memahami etika dan keamanan digital. (3) Kecerdasan artifisial: Pemahaman mendalam tentang bagaimana sistem KA belajar, membuat keputusan, dan berinteraksi dengan dunia nyata, termasuk batasan dan potensi risikonya. Peserta yang berhasil tidak hanya menghafal, tetapi juga menunjukkan pemahaman konseptual yang kuat terhadap ketiga pilar ini.
  3. Kemampuan Merancang Penerapan Berpikir Komputasional, Literasi Digital, dan KA di Lingkungan Sekolah Salah satu indikator capaian paling transformatif adalah kemampuan peserta untuk merancang penerapan praktis dari konsep yang telah dipelajari. Ini berarti mereka dapat: Mengidentifikasi bagaimana berpikir komputasional dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum berbagai mata pelajaran. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan literasi digital di kalangan siswa dan staf sekolah. Merancang proyek atau kegiatan yang memanfaatkan kecerdasan artifisial untuk meningkatkan pengalaman belajar, misalnya, melalui chatbot edukasi atau sistem rekomendasi personal. Kemampuan ini menunjukkan bahwa peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerjemahkannya ke dalam solusi nyata.
  4. Penentuan Dimensi Profil Lulusan untuk Tujuan Pembelajaran Coding dan KA Peserta pelatihan harus mampu menentukan dimensi, elemen, dan sub-elemen dimensi profil lulusan yang relevan dengan tujuan pembelajaran coding dan KA. Ini melibatkan pemahaman tentang kerangka kurikulum dan bagaimana setiap kegiatan pembelajaran dapat berkontribusi pada pembentukan profil lulusan yang diinginkan. Misalnya, mereka harus bisa mengidentifikasi bagaimana proyek coding tertentu dapat mengembangkan dimensi "kreativitas" atau bagaimana studi kasus tentang etika KA dapat berkontribusi pada dimensi "gotong royong" atau "bernalar kritis". Ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang integrasi kurikulum dan pengembangan siswa secara holistik.
  5. Refleksi Peluang dan Tantangan Implementasi Mapel KKA di Sekolah. Indikator terakhir yang krusial adalah kemampuan peserta untuk merefleksikan peluang dan tantangan yang muncul dalam implementasi mata pelajaran Coding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) di lingkungan sekolah. Ini mencakup: (1) Peluang: Mengidentifikasi potensi peningkatan kualitas pembelajaran, pengembangan keterampilan abad ke-21, peningkatan inovasi, dan persiapan siswa untuk masa depan. (2) Tantangan: Mengakui hambatan seperti ketersediaan infrastruktur, kurangnya guru terlatih, resistensi terhadap perubahan, isu privasi data, dan bias algoritmik. 
Kemampuan untuk merefleksikan kedua sisi koin ini menunjukkan pemikiran kritis dan kesiapan untuk menghadapi realitas implementasi, bukan hanya optimisme buta. Dengan mengacu pada indikator-indikator capaian ini, penyelenggara pelatihan dapat mengukur efektivitas program mereka dengan lebih akurat, memastikan bahwa peserta tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang mendalam untuk menjadi agen perubahan di era digital.

Read More »
02 July | 0komentar

Wifi Masuk Desa, Dukung PJJ di Masa Pandemi

Sekitar tahun 2010 sambungan telepon rumah seiring dengan penggunaan HP, banyak yang berhenti berlangganan. Namun seiring dengan perkembangan jaman pula,pemanfaatan telpon rumah dapat  difungsikan sebagai wifi (Wireless Fidelity); koneksitas internet tanpa menggunakan kabel dan kuota data.
Dengan Teknologi wifi sekarang sangat dimudahkan, bahkan banyak perusahaan swasta pun mencoba mencari peluang bisnis ini, kecenderungan masyarakat sekarang adalah hidup tanpa kouta internet terada hambar, informasi tidak bisa terakses dengan cepat, terasa cepat saat ada koneksi internet, dan bila koneksi terlalu lambat, banyak kemungkinan pelanggan kartu atau fasilitas akses internet pindah ke saluran komunikasi yang serba cepat, murah fan jaringan stabil.
Untuk dapat menikmati wifi tentu harus tersedia jaringan telekomunikasi. Sayangnya belum semua desa di Indonesia dapat menikmati fasilitas Internet. Jangankan Internet, untuk akses telekomunikasi layanan telepon seluler pun kadang juga masih terbatas. Kendala terbesar adalah aspek geografi di Indonesia yang terdiri dari ribuan kepulauan, sehingga pemerataan pembangunan khususnya akses komunikasi/informasi mengalami kendala, terlebih untuk daerah-daerah 3T (Terdepan Terluar dan Tertinggal).
Dimasa pandemi ini semua sekolah menerapkan pembelajaran menggunakan proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah dipastikan kebutuhan orang tua siswa akan pemanfaatan jaringan internet sangat besar. Kebutuhan kuota data dapat teratasi jika terdapat wifi murah bagi masyarakat.Melihat dibeberapa media akhir-akhir ini, beberapa anak di daerah Gunungkidul berjalan menaiki gunung/bukit demi mendapatkan sinyal. Sungguh pejuang Sinyal....
Peran pemerintah dalam kaitan ini adalah memberikan ijin bagi vendor, terutama telkom yang merupakan badan milik pemerintah untuk mengembangkan jaringan kedaerah-daerah/ pedesaan. Tentu dengan adanya wifi di pedesaan bukan saja bermanfaat bagi pendidikan diera pandemi ini. Bukan saja digunakan oleh siswa tentunya pembukaan wifi di pedesaan dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha produktif lainnya.
Bermanfaat untuk menambah wawasan pengguna/penduduk, internet juga berguna sebagai sarana atau media hiburan. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti Internet sangat bermanfaat baik dalam menunjang kinerja sistem informasi desa. Dengan adanya jaringan internet, desa dapat mencari berbagai informasi di bidang pemerintahan, pertanian, peternakan dan lainnya dengan lebih cepat.

Berikut ini beberapa aplikasi Internet yang dapat diterapkan di desa, selain untuk mempermudah dan memperlancar program Pembelajaran Jarak Jauh dimasa pandemi, antara lain:
(dikutip dari:https://ubiqu.id/)

TRANSPARASI ANGGARAN DESA
Sesuai peraturan pemerintah, penggunaan anggaran desa harus transparan. Dengan aplikasi anggaran desa melalui internet, pemerintah desa dapat update penggunaan anggaran di web desa dan warga bisa memantau realisasi anggaran desa.
 SISTEM INFORMASI DESA
Dengan Sistem Informasi Desa Online menjadikan pemerintah desa dapat update data desa dengan mudah serta dapat diakses dengan cepat oleh PEMDA dan Pemerintah Pusat. Membuka peluang investasi.
MEDIA KOMUNIKASI DESA
Dengan menggunakan internet, pemerintah desa bisa dengan mudah menyebarkan informasi kepada seluruh warga desa, seperti berita penting, pengumuman warga, peringatan dini, regulasi baru, dan lainnya. Juga mempermudah komunikasi antar desa.
JUALAN ONLINE
Memiliki produk desa yang unik, bernilai jual tinggi, dan tidak ada ditempat lain? Cara yang paling efektif untuk memasarkan produk ke luar desa adalah dengan jualan online melalui internet. Jualan online itu mudah karena modalnya hanya foto produk, tidak perlu membuat toko atau galeri. Produk desa yang dijual dapat berupa hasil ternak, hasil kebun, kerajinan atau produk berciri khas lainnya, obyek wisata, dan lainnya. 
Dengan internet pasar produk desa yang biasanya terbatas secara geografi, bisa menembus batas hingga ke seluruh dunia. Internet juga dapat menjadikan birokrasi dan transparansi pemerintah desa menjadi lebih baik, dengan tersedianya sarana grup media sosial maupun forum warga berbasis internet. Banyak hal lain di desa yang mungkin berkembang, desa bisa menjadi sumber dan akses ekonomi yang sangat besar, kreativitas warga akan lebih terasah, pendidikan yang lebih baik yang pada akhirnya dapat menggali potensi desa lebih maksimal.



Read More »
18 July | 3komentar

Pembelajaran Mendalam

Indonesia menghadapi berbagai tantangan, baik pada saat ini maupun saat masa depan, yang tidak pasti, tidak menentu, kompleks, ambigu, dan sulit diprediksi. Tantangan-tantangan tersebut hanya dapat dijawab melalui transformasi pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu dan merata untuk semua melalui pembelajaran yang bermakna misalnya.
Tantangan internal pendidikan Indonesia terletak pada krisis pembelajaran yang berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran meskipun akses pendidikan dasar dan menengah sudah cukup baik. Pendekatan pembelajaran yang tidak efektif berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik Indonesia, seperti yang tercermin dalam hasil PISA. Literasi dan numerasi yang masih rendah terjadi karena terdapat kesenjangan efektivitas pembelajaran di sekolah yang belum memberi kesempatan luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Tantangan lain yaitu kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan agar guru memiliki pola pikir yang bertumbuh (growth mindset). Selain itu, beban kerja guru yang sangat berat dan lebih banyak berkaitan dengan tugas administratif mengurangi fokus mereka pada peran utama sebagai pendidik.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, sistem pendidikan nasional Indonesia perlu ditransformasi secara terstruktur, sistemik dan masif. Melanjutkan praktik pembelajaran seperti saat ini akan sulit meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, transformasi pendidikan merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lebih lama lagi, atau sangat kritis dan sangat urgen. Berdasar praktik di berbagai negara, transformasi pendidikan nasional yang efektif bukan top-down, tetapi bottom-up, dimulai dari transformasi pembelajaran di setiap ruang kelas.
Selain tantangan tersebut, Indonesia memiliki keberagaman yang merupakan modal berharga untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna. Pemanfaatan teknologi merupakan peluang akses pendidikan bagi berbagai lapisan masyarakat. Momentum Bonus Demografi 2035 dan visi Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berupaya dengan cepat dan tepat untuk mengakselerasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran, salah satunya Pembelajaran Mendalam (PM).
Untuk konteks Indonesia, PM bukan kurikulum melainkan suatu pendekatan pembelajaran. Pembelajaran Mendalam juga bukan pendekatan baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Sejak tahun 1970-an telah dikenalkan pendekatan pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), Contextual Teaching and Learning (CTL). Akan tetapi, semua pendekatan tersebut masih banyak menghadapi kendala baik dalam tataran konsep maupun implementasi. Oleh karena itu, PM berfungsi sebagai fondasi utama dalam peningkatan proses dan mutu pembelajaran.



Definisi Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.
  • Berkesadaran Pengalaman belajar peserta didik yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta didik memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan.
  • Bermakna Peserta didik dapat merasakan manfaat dan relevansi dari hal-hal yang dipelajari untuk kehidupan. Peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.
  • Menggembirakan Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Peserta didik merasa dihargai atas keterlibatan dan kontribusinya pada proses pembelajaran. Peserta didik terhubung secara emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan.
  • Olah pikir Merupakan proses pendidikan yang berfokus pada pengasahan akal budi dan kemampuan kognitif, seperti kemampuan untuk memahami, menganalisa, dan memecahkan masalah.


Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

Read More »
23 June | 0komentar

MengIstiqomahkan Amaliyah Pasca Ramadhan

Pengajian Rutin


“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah bulan Ramadhan berlalu yang tadinya syaitan dibelenggu maka Syaitan sudah dilepas lagi. Agar kita dapat selamat maka kita istiqomahkan amalan yang ada. Sebagai orang yang beriman, kita berupaya tetap istiqomah melakukan ama-amal sholeh pasca Ramadhan. Karena pada hakikatnya, kita adalah hamba-hamba Allah dan bukan hamba-hamba Ramadhan. 
Lalu muncul pertanyaan besar: Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan puasa? Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir? 
Sekalipun Ramadhan telah pergi meningalkan kita, tetapi Allah SWT akan tetap terus ada dan tidak akan pergi meninggalkan kita, selama kita terus mengingat-Nya dalam segala keadaan. Orang-orang yang sukses dalam menjalankan segala amal sholeh selama bulan Ramadhan, memiliki peluang besar untuk tetap istiqomah menjalankan amal-amal sholeh tersebut pasca Ramadhan. Syaratnya adalah segala amal ibadah yang telah ia lakukan, dilandasi oleh iman dan semata-mata mengaharap ganjaran pahala dari Allah SWT. 
Sikap istiqomah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horisontal. Secara vertikal, seseorang yang istiqomah akan terus menjaga hubungannya dengan sang Khaliq dan berusaha untuk senantiasa dekat (taqorrub) dengan-Nya. Esensi dari dimensi vertikal ini kemudian diejawantahkan dalam dimensi horisontal dengan terus menjaga hubungan baik dengan sesama makhluk Allah, baik manusia, hewan, dan alam sekitar. 
  1. Biasakan Amalan-amalan Amaliah Ramadhan 
  2. Tetap tilawah, sholat malam. jika Ramadhan 1 malam juz sehari 
  3. Mencari lingkungan yang baik Hindarkan kemaksiatan 
  4. Berdoa, "Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubanaa 'alaa diinik” Artinya, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu”. 
Oleh karena itulah, Allah Ta’ala mensyariatkan puasa enam hari di bulan Syawwal, yangkeutamannya sangat besar yaitu menjadikan puasa Ramadhan dan puasa enam hari di bulan Syawwal pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh” (HSR Muslim (no. 1164)). 
Akhirnya, kita berharap kepada Allah SWT agar senantiasa diberikan kekuatan untuk dapat terus melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta diberikan keistiqomahan untuk tetap berada di jalan yang lurus, senantiasa mendapatkan bimbingan dan petunjuk-Nya, yang pada puncaknya kita akan kembali kepada Allah SWT dalam keadaan husnul khotimah. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.

Read More »
24 April | 0komentar

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 3.3

Model 1 : Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) Yang dikembangkan oleh Dr.Roger Greenaway. Refleksi ini menuliskan apa yang telah dilakukan selama satu minggu ini, hal apa yang menarik dan rencana selanjutnya yang akan dilakukan pada minggu selanjutnya. Jurnal refleksi ini menggunakan model 1 yaitu 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway.
1. Facts (Peristiwa)
Yang saya rasakan pada minggu ke dua ini adalah minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.Membahagiakan karena meskipun banyak tugas yang harus saya kerjakan, dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan saya senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh,Alhamdulillah… Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. 
Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid.Adapun hal yang menyedihkan adalah pada minggu ini merupakan vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yaitu Sulastri yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan rasa persaudaraan antara Fasilitator dan semua CGP di kelas kami terasa mendalam. Semoga suatu saat nanti kami para CGP dari Kabupaten Purbalingga terutama kelas 118 dipertemukan dengan beliaunya secara langsung dalam keadaan sehat walafiat, Amin.
2. Feelings (Perasaan)
Yang saya rasakan pada minggu ke dua ini adalah minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.Membahagiakan karena meskipun banyak tugas yang harus saya kerjakan, dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan saya senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh,Alhamdulillah… Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid.
Adapun hal yang menyedihkan adalah pada minggu ini merupakan vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yaitu Sulastri yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan rasa persaudaraan antara Fasilitator dan semua CGP di kelas kami terasa mendalam. Semoga suatu saat nanti kami para CGP dari Kabupaten Purbalingga terutama kelas 118 dipertemukan dengan beliaunya secara langsung dalam keadaan sehat walafiat, Amin.
3. Findings (Pembelajaran)
Modul 3.3 ini menambah pemahaman saya dan CGP lain bahwa sebuah program yang dirancang dan dibuat perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Step yang dilakukan dalam membuat program yang berdampak pada murid adalah dengan maping asset/ strengthness / potensi yang dimiliki oleh sekolah dengan tepat. Maping asset yang tepat akan memudahkan optimalisasi program berjalan dengan lancar tentunya membantu meminimalisir kendala. Optimalisasi asset yang benar tentunya memudahakan dalam mewujutkan visi-dan misi sekolah. Modul ini juga menambah wawasan kami CGP untuk mengelola sebuah program yang berdampak pada murid dengan strategi MELR( monitoring, evaluation, learning and reporting). 
Selain dari itu kami juga di ajarkan pentingnya mengkaji SWOT (strengths, weakness, opportunities, threats) pada rencana program yang dibuat. Analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) ini pun bermamfaat untuk meminimalisir resiko dalam menjalankan program yang berdampak pada murid di SMKN 1 Bukateja. 
Pembelajaran modul 3.3 ini merupakan point yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin dalam pembelajaran dalam rangka lebih berkreasi dan berinovasi serta bersinergi untuk mengembangkan asset yang ada di sekolah. Program yang terkelola dengan baik akan berdampak pada merdeka belajar dan tentunya akan melahirkan murid yang berprofil pelajar Pancasila.
4 Future (Penerapan)
Rancana kedepan dengan materi yang sudah didapat sebagai CGP akan sharing dengan rekan sejawat dan mengimplementasikan yang saya dapat di sekolah. Dalam menyusun sebuah program yang dirancang tentunya perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Jika ada kendala yang didapat kami CGP sudah tahu bagaimana meminimalisir resiko yang didapat.

Read More »
30 August | 0komentar

Paradigma berpikir Among


Dalam ruang kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching. Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Perhatikan tabel berikut ini

Jawaban dari Tema-teman GP:


dari tabel paradigma berpikir among digambarkan bahwa proses coaching merupakan ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru. dengan ketrampilan coaching tersebut maka antara guru dan murid merupakan mitra belajar yang dapat memberikan gambaran keselarasan dalam berinteraksi dan dialog. sehinga akan terbentuk kesepahaman diantara keduanya. selain itu coaching akan membuka ruang emansipasi diantara coach dan coachee. ruang ini memberikan peluang untuk menemukan kekuatan dan potensi yang dimiliki pada diri coachee. selanjutnya terjalin kasih dan persaudaraan dapat terjalin dengan proses coaching setiap interaksi dan dialog. dengan selalu berintraksi dan berdialog maka terbuka ruang perjumpaan pribadi dan terbangun rasa percaya dan kebebasan masing-masing antara coach dan coachee.
Coaching’ adalah salah satu gaya kepemimpinan penting yang diidentifikasi oleh Daniel Goleman. Keterampilan kunci dalam coaching adalah mengajukan pertanyaan bermakna yang tepat untuk membantu individu menemukan jalan keluar atas penyelesaian masalah mereka sendiri.
Proses coaching, sebagai sebuah latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani yaitu mengikuti, mendampingi, mendorong kekuatan diri secara holistik berdasarkan cinta kasih dan persodaraan, tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Pengembangan kekuatan potensi diri inilah menjadi tugas coach/pendidik/pamong. Jadi kita sebagai guru memiliki tugas menjadi pamong bagi murid dan rekan sejawat.
Coaching memberikan presfektif keselarasan dalam berinteraksi dan berdialog antara coach dan coachee. Choacing memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan
Proses coaching jika dikaitkan dengan konsep pendidikan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bersifat menuntun kodrat anak agar selamat dan bahagia. Maka seorang coach harus mampu menuntun anak mengembangkan semua potensi yang ada di dirinya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, dengan memberi ruang kebebasan pada murid untuk menemukan kekutan yang ada pada dirinya. Sedangkan pendidik memiliki peran sebagai pamong yang mengarahkan dan memberdayakan murid agar tidak salah arah.

Read More »
08 June | 0komentar

3.1.a.4.1. Eksplorasi Konsep - Forum Diskusi Modul 3.1 Kasus 1

Eksplorasi Konsep Forum Diskusi Modul 3.1 Kasus 1


Kasus 1 :
Pak Frans merupakan guru matematika di SMP Karunia. Pak Frans dikenal sebagai guru yang rajin, ramah, penyabar, dan disukai murid-muridnya. Suatu hari ia sedang mengajar di kelas 8A, guru piket tergopoh-gopoh tiba di depan kelasnya dan mengatakan ada ayahnya Andreas, salah satu murid di kelas 8A di ruang tamu sekolah. Guru piket mengatakan pada pak Frans bahwa ayahnya Andreas ingin menjemput Andreas dan memintanya untuk membantunya bekerja di ladang. Ia juga mengatakan bahwa ayah Andreas datang sambil marah-marah bahkan mengacung-acungkan parang. Pak Frans pun memanggil Andreas dan mengatakan bahwa ia dijemput ayahnya pulang. Andreas langsung memohon sambil menangis agar Pak Frans tidak mengizinkan ia pulang bersama ayahnya. Andreas berkata ia ingin belajar di sekolah dan ia takut dimarah-marahi oleh ayahnya bila membantu ayahnya di ladang, bila melakukan kesalahan sedikit saja. Pak Frans bimbang, antara memenuhi permintaan Andreas atau tidak. Dalam situasi dan kondisi seperti itu, akhirnya Pak Frans memutuskan untuk membawa Andreas ke ruang kepala sekolah, dan meminta saran dari kepala sekolah. Bila Anda adalah kepala sekolahnya, saran apa yang akan anda berikan pada Pak Frans, dan apa alasannya?

  1. Paradigma yang terjadi pada kasus tersebut adalah keadilan lawan rasa kasihan,dan nilai-nilai yang saling bertentangan dalam kasus tersebut adalah tanggung jawab dan kedisiplinan 
  2. Dalam situasi kasus tersebut tidak ada unsur pelanggaran hukum.Namun terdapat pelanggaran hak asasi manusia tentang pendidikan seperti yang dialami Andreas dalam kasus tersebut "masih sekolah namun dijemput ayahnya untuk membantunya bekerja diladang." 
  3. Dalam kasus tersebut terdapat pelanggaran peraturan atau kode etika profesi yaitu Ayah andreas datang kesekolah dengan marah-marah,mengacungkan parang untuk mengajak Andreas pulang. Sebagai wali murid seharusnya ayahnya Adreas tidak melakukan hal tersebut,jika berkunjung ke sekolah harus dengan baik dan sopan serta Ketika berbicara dengan guru harus dengan tutur kata yang sopan tentang maksud dan tujuannya datang kesekolah. 
  4. Menurut saya situasi yang salah dalam kasus tersebut adalah:Menjemput anak belum waktunya pulang,datang ke sekolah dengan marah-marah dan mengacungkan parang,serta tidak memberikan anak waktu untuk belajar ,namun dipaksa untuk membantunya bekerja,padahal anak tersebut dalan keadaan masih belajar. Jika keputusan saya ini akan diviralkan saya siap dan tidak mempermasalahkan hal itu, karna keputusan yang saya ambil memiliki latar belakang yang baik. 
  5. Dalam situasi ini keputusan yang akan diambil oleh panutan saya/idola saya adalah akan melakukan hal yang sama dengan yang saya lakukan 
  6. Menurut pemikiran saya,melihat karakter dari ayahnya andreas,untuk solusi permasalahan kasus ini bisa juga dengan melakukan musyawarah dengan ayahnya andreas untuk mencari solusi atas permasalahan andreas atau dengan melakukan kegiatan "Choaching dengan Alur Tirta"dimana pemasalahan tersebut berasal dari coachee (ayah Andreas) yang tidak mengizinkan anaknya untuk belajar namun disuruh membantunya bekerja,dan solusinya juga dari coachee itu sendiri. 
  7. Keputusan yang saya ambil atas permasalahan tersebut adalah: Mengajak ayahnya andreas bermusyawarah untuk mengizinkan andreas belajar terlebih dahulu sampai waktu pulang sekolah, Mengizinkan andreas untuk kembali belajar dikelas.
  8. Menanamkan kepada andreas sikap sayang dan rasa hormat terhadap orang tuanya. 
  9. Prinsip yang saya gunakan adalah Berpikir Berbasis peraturan karena untuk membuat suatu keputusan harus berdasarkan peraturan yang dibuat.Seorang guru itu adalah orang yang berani mengajar dengan tidak berhenti belajar

  1. Jika Situasinya adalah dilema etika, paradigma yang terjadi adalah Rasa Keadilan lawan Rasa Kasihan (justice vs mercy). Nilai nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut adalah nilai kejujuran dan nilai kasih sayang 
  2. Ada unsur pelanggaran hukum pada situasi tersebut karena Ibu Dani menyalahgunakan penggunaan uang MKKS 
  3. Ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut (uji regulasi) karena sebagai bendahara seyogyanya dia dapat mengemban amanah yang diberikan dengan melaksanakan tugas sesuai tupoksi bendahara dengan sebaik baiknya.
  4. Berdasarkan perasaan dan intuisi saya, ada yang salah dalam situasi berikut yaitu perbuatan Ibu Dani tidak sesuai dengan kepercayaan yang diemban dan tupoksinya sebagai bendahara 
  5. Saya merasa agak tidak nyaman ketika keputusan saya dipublikasikan di media cetak/ elektronik dan atau menjadi viral di media sosial, hal itu terjadi karena menurut saya situasi ini juga cenderung merupakan bujukan moral dimana perbuatan ibu Dani bertentangan dengan aturan yang berlaku selaku Beliau sebagai Bendahara. 
  6. Menurut saya keputusan yang saya ambil juga akan sama dengan keputusan panutan saya yaitu kepala sekolah saya 
  7. Sebuah penyelesaian kreatif yang mungkin dapat saya ambil dan tidak terfikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini adalah mungkin saya akan merekomendasikan kepada ibu Dina untuk mengajukan pinjaman ke pihak ketiga semisal bank untuk mengganti dana MKKS yang telah dipakai, sehingga Ibu Dina akan terhindar dari bujukan moral yang ada dan tidak melanggar peraturan, dan pertanggung jawabannya sebagai bendahara MKKS 
  8. Keputusan yang saya ambil adalah saya akan mengadakan diskusi dengan paradigma coaching dengan ibu dina, saya juga akan memberi tenggat waktu kepada ibu Dina maksimal 3 hari sebelum rapat Evaluasi uang tersebut sudah tersedia dengan cara tadi mengajukan pinjaman kepada pihak ketiga secara legal. Jika ibu dina tidak bisa memenuhinya maka saya akan menceritakan apa adanya ketika rapat evaluasi dan meminta saran dan pertimbangan dalam rapat akan hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan hal tersebut 
  9. Prinsip yang saya gunakan adalah Berpikir Berbasis Peraturan (Rule -Based Thinking), dengan perpedoman pada aturan aturan yang harus dipegang ketika seseorang diberikan tanggung jawab sehingga melekat hak dan kewajibannya akan posisinya tersebut.

Kasus 2: 
Ibu Azizah adalah kepala sekolah SMP Tunas Bangsa. Ia adalah seorang kepala sekolah yang memiliki integritas dan komitmen yang tinggi. Ia memiliki hubungan profesional yang baik dengan Ibu Dani, Kepala SMA Nusantara. Mereka seringkali berkomunikasi dan bekerjasama sehubungan dengan program-program pendidikan baik di sekolah Ibu Azizah sendiri maupun sekolah Ibu Dani. Baru-baru ini Ibu Azizah terpilih menjadi ketua MKKS-Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Ibu Dani pun terpilih menjadi bendahara MKKS. Awalnya semua program MKKS dibawah kepemimpinan Ibu Azizah berjalan dengan baik sampai pada saatnya diadakan rapat evaluasi semester 1, dimana Ibu Azizah harus memberikan laporan pada Dewan Pembina MKKS, termasuk laporan keuangan. Ibu Azizah pun meminta laporan keuangan pada bendahara yaitu Ibu Dani. Dua minggu sebelum rapat evaluasi, Ibu Azizah pun sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen laporan yang dibutuhkan, termasuk dokumen yang berhubungan dengan keuangan. Ia pun menghubungi Ibu Dani, saat itulah Ibu Azizah mengetahui bahwa selama ini Ibu Dani menggunakan sebagian uang MKKS untuk pengobatan putrinya yang sedang sakit dan memerlukan pengobatan yang mahal. Ibu Dani berjanji bahwa uang tersebut akan segera digantikan sebelum rapat evaluasi tiba. Ibu Azizah sebetulnya ragu akan hal tersebut mengingat jumlah uang yang cukup besar. Namun Ibu Dani meminta Ibu Azizah untuk berjanji untuk tidak memberitahu siapapun tentang tindakannya. Apa yang akan dilakukan Anda bila berada di posisi Ibu Azizah, dan mengapa?

1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
Paradigma rasa keadilan dan rasa belas kasihan, nilai yang bertentangan nilai keadilan dan belas kasihan. 
2. Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). Ada pelanggaran hukum, yaitu menggunakan uang dalam jumlah banyak tanpa ijin dan tidak sesuai dengan kepentingannya, maka dalam kasus ini adalah terkait dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan 
3.  Apakah ada pelanggaran peraturan / kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). 
Ada pelanggaran kode etik, karena menggunakan uang untuk kepentingan pribadi. 
4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). Ada uji intuisi dalam kasus ini yang salah adalah Bu Dani karena menggunakan uang tanpa ijin untuk kepentingan pribadi bukan organisasi. 
5. Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman? tidak nyaman karena secara pribadi akan memperburuk citra bu Dani selaku pribadi dan pejabat publik, dan juga memperburuk citra organisasi MKKS. 
6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? Menurut saya dengan melakukan dialog dengan baik dan secara kekeluargaan agar dapat menyelesaikan problem keuangan sehingga pada saat waktunya pelaporan semua sudah terkendali dan normal. 
7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? Menyarankan Bu Dani untuk menyekesaikan keuangan MKKS, kalau mengalamai kesulitan bekerja sama dengan Koperasi atau Bank untuk diberikan pinjaman lunak kepada Bu Dani agar persoalan keuangan MKKS dapat terselesaikan. 
8. Apa keputusan yang Anda ambil?keputusan yang diambil dengan melakukan diskusi coaching bahwa Bu Dani harus lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan organisasi MKKS, untuk berkonsultasi dulu sebelum bertindak agar tidak menimbulkan permasalahan. 
9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? Prinsip yang saya gunakan yaitu prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule Based Thinking) ,agar Bu Dani untuk amanah dan hati-hati dalam mengelola keuangan organisasi MKKS .
1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
Paradigma rasa keadilan dan rasa belas kasihan, nilai yang bertentangan nilai keadilan dan belas kasihan. 
2. Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). Ada pelanggaran hukum, yaitu pengancaman dengan membawa senjata tajam kesekolah dan kekerasan anak suruh bekerja dan dimarahi ketika berbuat salah maka dalam kasus ini, benar lawan salah (bujukan moral) 
3. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). Tidak ada pelanggaran kode etik dan juga tidak ada delima etika. 
4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). Ada uji intuisi dalam kasus ini yang salah adalah orangtua andreas melakukan pengancaman dan mengeksploitasi anak dan sering memarahinya 
5.Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman?tidak nyaman karena masih menghargai andreas dan orangtuanya, apabila sampai viral dan hal ini juga bisa memperburuk citra sekolah. 
6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? Menurut saya dengan melakukan dialog dengan orang tua andreas dengan mengedepankan sosial emosional sebagai pemimpin yaitu meredam emosi orangtua andreas. Lalu diajak komunikasi membahas tentang permasalahan kenapa harus membantu bekerja. 
7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? Mengajak orang tua andreas untuk konsultasi ke tenaga ahli tentang hak-hak anak 
8. Apa keputusan yang Anda ambil?keputusan yang diambil dengan melakukan diskusi coaching bahwa dengan membawa senjata tajam, memarahi anak merupakan bentuk pelanggaran hukum karena tugas anak belajar, dan membantu orang tua setelah pulang sekolah. 
9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? Prinsip yang saya gunakan yaitu prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule Based Thinking) , agar orang tua andreas dapat mengikuti peraturan karena dalam kasus tersebut saat jam belajar anak.
Sejak pandemi covid-19 melanda dunia, seluruh lini kehidupan manusia terpengaruh, tidak terkecuali dunia pendidikan. Proses belajar mengajar beralih dilakukan dengan cara daring. Dunia bisnis secara keseluruhan juga terkena imbasnya. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan berkurang pendapatannya. Hal ini membuat beberapa orangtua murid memindahkan sekolah anak-anaknya ke sekolah yang lebih murah atau menunda menyekolahkan anak-anaknya, terutama di jenjang pendidikan usia dini atau taman kanak-kanak. Banyak TK dan Kelompok Bermain yang menjadi kekurangan murid, tak terkecuali TK dan Taman Bermain Pelangi. Jumlah murid yang telah mendaftar untuk tahun ajaran depan menurun drastis bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kepala sekolah, Ibu Marina, pun harus membuat keputusan yang sulit dalam hal pengelolaan anggaran sumber daya manusia. Dengan turunnya jumlah murid, yayasan menetapkan 5 dari 10 gurunya perlu diberhentikan, agar biaya operasional bulanan sekolah tetap aman dan agar institusi tetap dapat bertahan dalam masa pandemi. Dalam hati kecilnya, sangat berat bagi Ibu Marina untuk melakukan ini, ia tidak tega membayangkan beberapa gurunya akan kehilangan pekerjaan, apalagi di masa-masa sulit pandemi ini. Namun ia juga paham bahwa ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari TK dan Kelompok Bermain yang ia pimpin agar tetap dapat bertahan. Ia pun perlu mengurangi jumlah karyawan agar tetap mampu membayar gaji mereka. Bila Anda berada dalam posisi Ibu Marina, apa yang akan Anda lakukan? Karyawan mana yang akan anda berhentikan, kriteria apa yang akan Anda gunakan? Apa alasannya?

  1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
  2. mengenai jangka pendek dan jangka panjang Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). didalam situasi tersebut tidak ada pelanggaran hanya fokus pada kasih sayang dan kemajuan sekolah 
  3. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). tidak ada pelanggaran kode etik, karena semua terjadi sebabnya adalah kondisi yang memaksa hal tersebut.
  4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). menjadi kepala sekolah dengan pengambilan langkah tersebut mungkin menjadi hal yang sangat dilema, akan tetapi harus ditentukan dan diputuskan segara . 
  5. Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman? tidak berpengaruh kepada apapun, dan pastinya masyarakat akan memahamainya 
  6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? menentukan dan mengkomunikasikan dengan hati hati dan hati, 
  7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? mengkolaborasikan kasus dan peluang, untuk mencarikan soluasi demi keberpihakan kepada semua, akan tetapi tentunya harus mengutamakan keberpihakan kepada murid 
  8. Apa keputusan yang Anda ambil? menganalisis kemampuan sekolah dan menentukan guru yang memenuhi kualifikasi, dan harus siap menentukan guru sesuai kemampuan. 
  9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? pada peraturan dan hasil akhir

Read More »
17 June | 2komentar

Semua Siswa Adalah Rangking 1

Pembelajaran berbasis projek

Berawal dari membaca topik menarik dari grup wa GSM Purbalingga, postingan Diyarko.
Padahal kenyataan setiap anak itu unik dan punya cara belajar berbeda pula. Sumber daya dan kemampuan siswa dalam belajar pun berbeda. Sangatlah tidak adil jika memukul rata kemampuan siswa. Begitu pula bagi anak yang “langganan” juara kelas atau sering disebut seorang bintang kelas akan merasa terbebani secara psikologis, karena dituntut harus selalu menjadi rangking satu. Tuntutan ini bisa jadi dari permintaan orang tuanya, maupun internal dirinya sendiri yang selalu ingin dipandang sebagai orang cerdas. Sudah barang tentu akan timbul rasa malu, minder dan sebagai jika peringkatnya turun meski hanya satu tingkat.
Itulah yang dapat memicu terjadinya tindakan negatif. Model pola pikir yang masih sangat belia pada diri anak, memberinya peluang melakukan berbagai cara demi meraih ranking teratas. Mencontek, mencari bocoran soal, timbul tidak suka atau dendam pada teman yang “merebut” posisi rankingnya, adalah beberapa contoh diantara dampak-dampak buruk akibat dari sistem ini. 
Dikutip dari www.aswajadewata.com disampaikan, Dr. Adi Gunawan bahwa hal itu memunculkan fenomena saat ini yakni makin banyak orang pandai, tetapi kejujuran justru menurun. Fakta ini membuktikan bahwa kepandaian yang tidak diimbangi tingkat spiritualitas yang baik dan kecerdasan emosional yang stabil cenderung merugikan orang lain maupun diri anak sendiri. 
Bagi yang bisa ikut les bermacam pelajaran dan tercukupi gizinya, berbeda dengan siswa yang kurang memiliki waktu belajar. Karena, misalnya, siswa tersebut harus membantu pekerjaan orang tuanya.
Adanya perangkingan di kelas secara psikologis memberikan beban terhadap murid-murid kita. Setiap murid memiliki keunikannya masing-masing, namun sekolah memaksakan dengan perangkingan dengan standar yang sama. Apakah itu adil? Sebenarnya sekolah harus mampu memberikan kemerdekaan kepada murid. 
Merdeka berasal dari kata Mahardika atau nomor 1, sehingga murid itu sebenarnya semua murid itu ranking 1 sesuai dengan versinya masing-masing. Ada yang ranking 1 bidang sain, bidang seni tari, musik, lukis dan sebagainya. Terasa indah ketika sekolah mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki murid hingga mencapai versi terbaiknya masing-masing. 
Howard Gardner, profesor pendidik dan peneliti dari Harvard University, Amerika Serikat mengungkapkan, ada 9 aspek kecerdasan dari seorang anak, yang kerap disebut multiple intelligences. Yaitu kecerdasan musikal, intrapersonal, interpersonal, visual spasial, naturalis, kinestetik, moral, verbal linguistik, dan logika matematika. 
Seorang anak bisa jadi memiliki satu jenis kecerdasan yang dominan, atau bahkan memiliki beberapa jenis kecerdasan sekaligus (kecerdasan majemuk). Oleh karena itu, setiap anak memiliki cara belajar sendiri sesuai dengan jenis kecerdasan yang dominan pada dirinya. Anak dengan kecerdasan musikal bisa depresi, jika dituntut harus mendapat skor 100 pada pelajaran sains. Anak dengan kecerdasan kinestetik akan frustasi, jika dipaksa mengikuti sistem pendidikan yang mengharuskannya duduk mencatat selama 8 jam sehari. 
Bukankah akan sangat tidak bijak, jika kita menuntut seorang anak harus meraih nilai sempurna dalam semua mata pelajaran? Tak mungkin pula seekor burung mengalahkan ikan dalam hal berenang? Dan manalah pula ikan mengalahkan burung dalam hal terbang?
Menjadi pertanyaan lanjutan, "Bagaimana denga siswa SMK yang pada masing mapel memiliki CP,capaian pembelajaran yg telah ditetapkan?" Siswa mampu untuk bla bla bla..... 

"Sumber: Grup WA GSM Purbalingga dan dari berbagai Sumber"

Read More »
12 July | 0komentar

Focus Group Discussion (FGD)


Focus Group Discussio atau disebut juga dengan istilah kelompok diskusi terarah adalah metode ini banyak digunakan sebagai cara dalam pengumpulan data penelitian sosial, memiliki kelebihan dalam pengambilan data kualitatif. Metode ini sangat populer dalam memberi kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi. Focus group discussion memang lebih dikenal dengan singkatannya FGD, sebuah metode riset kualitatif yang paling terkenal selain metode wawancara. FGD digunakan sebagai diskusi terfokus suatu grup dalam membahas masalah tertentu, namun dalam suasana informal dan santai. Biasanya dalam diskusi ini pesertanya mencapai 8-12 orang dan menggunakan seorang moderator.
Dari sekelompok orang yang terkumpulkan, peneliti, mengambil kesimpulan dari pendapat seputar topik yang dibahas. Diskusi ini akan dipimpin oleh satu orang dan biasanya dijalankan secara informal. Hal ini dilakukan agar peserta tidak merasa tertekan untuk menyampaikan pendapat mereka.Penentuan kandidat sendiri biasanya didasarkan oleh berbagai macam pertimbangan. 
Tentunya yang paling esensial adalah peserta FGD siapa yang akan kita pilih menjadi peserta FGD dan berapa jumlahnya harus dapat kita tentukan dengan baik. Jumlah peserta yang teralu banyak juga tidak efektif karena kurangnya kesempatan untuk mengyampaikan pendapat. Kalau terlalu sedikit akan kurang variasi pernyataan yang didapat. Jumlah peserta yang ideal antara 7-11 orang 
Untuk itulah hal ini perlu diperhatikan karena tidak mudah mengumpulkan masyarakat apalagi dengan karakteristik tertentu, siapa yang akan menjadi peserta harus dibuat kriterianya sehingga dapat dengan jelas diketahui siapa saja yang memenuhi syarat menjadi peserta. Peserta yang tidak memenuhi syarat kita keluarkan (criteria esklusi). perlu juga dipertimbangkan untuk mencari peserta cadangan apabila nantinya peserta berhalangan hadir

Read More »
22 November | 0komentar

Restitusi: Belajar dari Kesalahan

"Murid perlu bertanggungjawab atas perilaku yang mereka pilih, termasuk ketika mereka terlambat"

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. 
Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang. Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. 
Murid perlu bertanggungjawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka. 
Restitusi membantu siswa untuk jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Misalnya di kelas ada siswa yang mengganggu teman hingga temannya marah dan menangis. Apa yang dilakukan guru? Penerapan restitusi pada permasalahan semacam itu dengan mengembalikan siswa pada komitmen dan kesepakatan kelas yaitu siswa bersedia mentaati peraturan tata tertib sekolah dan tata tertib kelas yang meminta seluruh siswa menjaga ketertiban kelas.
Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan, desakan atau tuntutan maupun bentuk lain dari suatu tekanan yang menyebabkan seseorang menjadi merasa tertekan. Restitusi dianggap mampu memecahkan masalah peserta didik karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun bagaimana memaknai kesalahan sebagai suatu pembelajaran 
  2. Restitusi adalah tawaran bukan paksaan 
  3. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri 
  4. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan 
  5. Restitusi fokus pada karakter bukan pada tindakan 
  6. Restitusi fokus pada solusi Restitusi mengembalikan siswa yang berbuat salah pada kelompoknya.
Sangat penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat siswa bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Semua orang pasti pernah berbuat salah, namun..”, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak kamu akan..”.

Dalam Segititiga Restitusi terdapat tiga langkah untuk dilaksanakan yaitu 
1) menstabilkan identitas; 
2) validasi tindakan yang salah; 
3) menanyakan keyakinan. 

Langkah ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti Gambar di bawah ini:



Langkah pertama pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. 
Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk mengubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti 1) tidak ada manusia yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan. 

Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. 
Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol, semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu (LMS Guru Penggerak, 2022). Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. 
Yang diperlukan adalah kita memahami sehingga anak merasa dipahami. 

Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan. 
Teori kontrol menyatakan bahwa pada dasarnya kita termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting bertanya pada anak tentang kehidupan nanti yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu untuk tetap fokus pada gambarannya.
Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi siswa yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya. 

Segitiga restitusi dalam upaya penanganan permasalahan yang muncul pada siswa dilakukan melalui tahapan menstabilkan identitas, hal terbaik apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siswa dalam berperilaku baik pada teman sebaya maupun orang dewasa.
Selanjutnya melakukan validasi tindakan, siswa belajar untuk menemukan alasannya melakukan sebuah perilaku yang kurang sesuai dengan harapan. Tujuan apa yang diinginkan darinya ketika melakukan perilaku tersebut. 
Terakhir adalah menanyakan keyakinan, yaitu apa yang dia yakini dan disepakati sebagai bagian dari komunitas di sekolah dan di kelasnya.

Dalam praktik segitiga restitusi, seorang guru dapat mengambil posisi kontrol yang tepat, apakah sebagai teman, penghukum, membuat orang merasa bersalah, pemantau atau bahkan sebagai manajer.

Untuk menumbuhkan budaya positif, posisi yang paling ideal adalah posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manajer. Ketiga posisi ini membantu siswa untuk dapat menyuarakan hak dan keinginannya. 
Siswa dapat melakukan diskusi bersama guru untuk menemukan solusi terbaik dari permasalahannya. Menurut saya ini adalah suatu praktik baik, ketika tahu tentang segitiga restitusi ini sebagai alternatif dalam pemecahan masalah, dan sifatnya sangat fleksibel untuk diterapkan di lingkungan apapun. Langkah awal yang baik jika kita sebagai guru mau dan mampu menerapkan praktik segitiga restitusi ini dalam upaya menumbuhkan budaya positif di sekolah kita. 

Sumber : Modul Calon Guru Penggerak dan berbagai Sumber

Read More »
15 October | 0komentar

Meluaskan Area Kebahagiaan

Banyak orang berjibaku dengan hidup untuk mengejar sukses, namun pulang dengan perasaan gagal, merasa belum bisa kaya, belum mampu membeli rumah, dsb. karena ia mengukur kesuksesan hanya dengan uang.
Fakta menunjukan bahwa 90% uang yang beredar dikuasai oleh 10% orang. berarti 10% sisanya diperebutkan oleh 90% jumlah orang sisanya. Kita akan sulit bersaing dengan 90% orang sedunia guna meraih sukses. Tapi apakah demikian?
Sulit atau mudahnya meraih sukses tergantung pada point of view (sudut pandang), sudut pandang tentang kesuksesan tidak diukur dengan uang tetapi bahwa sukses adalah mampu memperluas area kebahagiaan hidup kita sehingga dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang lain.Jika kita bahagia mendapat rejeki dari Allah maka kita dapat disebut sukses jika anugerah rejeki tersebut dapat membahagiakan keluarga, kerabat, tetangga dsb. Seorang istri sukses sebagai istri saat ia mampu membahagiakan suaminya dan sebaliknya.
Mengacu pada pengertian tersebut maka ukuran kesuksesan seseorang ditentukan oleh seberapa luas area kebahagiaan yang dapat dihadirkannya.Sukses pertama jika kita mampu berdamai dengan takdir dari-Nya.artinya kita mampu bersyukur saat lapang dan bersabar saat sempit.
Kedua adalah mudahkan kita untuk merasa bahagia, sebagian dari kita sangat sulit untuk merasa bahagia padahal dengan misalnya dengan menatap wajah anak2 kita yang sedang terlelap tidur, menerima dengan iklas kelebihan dan kekurangan istri/ suami kita dsb.Seseorang yang bisa berdamai dengan dirinya dan mudah merasa bahagia akan berada dalam kondisi yang optimal, yang akan membuatnya memiliki peluang besar untuk membagi bahagia pada orang lain.
Bagaimana dengan kegagalan?
Kegagalan adalah ketidakmampuan kita untuk meluaskan area kebahagiaan. Dia hanya hidup untuk kepentingan sendiri tanpa peduli nasib orang lain.

Maka orang yang gagal sesungguhnya tidak pernah merasa bahagia meskipun ia tertawa terbahak-bahak, berlimpah materi dan dikelilingi banyak orang. Mulutnya tertawa sedang hatinya diliputi kegelisahan dan ketakutan.Jangankan berbagi untuk orang lain, membahagiakan diri pun sulit oleh sebab itu ia menutupinya dengan mencuri kebahagiaan orang lain dan bersenang-senang diatas penderitaannya.
Diambil dari Majalah UMMI.

Read More »
29 June | 0komentar