Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by date for query pembelajaran berbasis proyek. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query pembelajaran berbasis proyek. Sort by relevance Show all posts

Pendidikan yang Kita Inginkan: Bukan Hanya Mengakses, tapi Memahami

Di era yang serba terhubung ini, anak-anak kita seolah memiliki kunci untuk membuka gerbang pengetahuan global. Hanya dengan sekali klik, mereka dapat menjelajahi museum-museum terbaik di dunia, "berdiskusi" dengan para ilmuwan terkemuka, atau mempelajari peristiwa sejarah langsung dari sumbernya. Akses yang tak terbatas ini membuka jendela yang luar biasa bagi rasa ingin tahu mereka. Namun, di balik kemudahan ini, muncul sebuah pertanyaan krusial: Apakah akses yang melimpah ini benar-benar menghasilkan pembelajaran yang bermakna? Atau sebaliknya, justru membuat mereka kehilangan esensi dari proses belajar itu sendiri?

Fenomena yang sering kita lihat adalah pergeseran budaya belajar menjadi serba instan. Anak-anak terbiasa mendapatkan jawaban secara cepat tanpa perlu melalui proses berpikir yang mendalam. Alih-alih merenungkan suatu masalah, mereka cenderung mencari "solusi" di internet. Alih-alih membaca buku untuk memahami suatu konsep, mereka lebih memilih menonton video ringkasan yang durasinya hanya beberapa menit.

Tentu saja, konten-konten singkat ini bisa menjadi alat bantu yang berguna. Namun, jika ini menjadi satu-satunya cara belajar, kita perlu khawatir. Proses belajar yang hanya berfokus pada kecepatan dan ringkasan dapat mengikis kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan berefleksi. Kemampuan untuk menganalisis informasi, membedakan fakta dan opini, serta menyusun argumen yang logis menjadi tumpul. Mereka menjadi konsumen pengetahuan, bukan produsennya.

Ketika sebuah tugas sekolah bisa diselesaikan dengan "copy-paste" dari internet, lalu di mana letak pengalaman belajar yang berharga? Pengalaman untuk berjuang memahami suatu materi, berdiskusi dengan teman, atau menemukan solusi setelah melalui serangkaian kesalahan adalah hal yang justru membentuk karakter dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang otentik. Proses jatuh-bangun inilah yang memberikan makna dan kekuatan pada pengetahuan yang mereka peroleh.


Pendidikan yang Kita Inginkan: Bukan Hanya Mengakses, tapi Memahami

Lalu, apakah ini jenis pendidikan yang ingin terus kita pertahankan? Pendidikan yang menghasilkan generasi yang pintar menghafal tapi miskin nalar? Atau kita menginginkan generasi yang mampu beradaptasi dengan kompleksitas dunia, memiliki empati, dan mampu memberikan solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi?

Pendidikan di era digital tidak boleh lagi hanya berfokus pada penyaluran informasi. Peran guru dan orang tua harus bergeser dari sekadar penyedia informasi menjadi fasilitator dan pembimbing. Kita perlu mengajak anak-anak untuk bertanya, "mengapa," bukan hanya "apa." Kita perlu menantang mereka untuk berdebat, bukan sekadar menerima. Kita harus menciptakan ruang di mana mereka merasa aman untuk bereksperimen, membuat kesalahan, dan belajar dari sana.

Penting bagi kita untuk:

  • Membiasakan diskusi dan refleksi. Ajak anak untuk memproses informasi yang mereka dapatkan. Tanyakan pendapat mereka, minta mereka untuk menjelaskan alasannya, dan ajak mereka melihat suatu isu dari berbagai sudut pandang.

  • Mengembangkan proyek berbasis minat. Berikan mereka tugas yang menuntut penelitian mendalam, analisis, dan kreativitas. Ini akan mendorong mereka untuk melakukan lebih dari sekadar mencari jawaban instan.

  • Menumbuhkan rasa ingin tahu yang otentik. Dorong mereka untuk bertanya, mencari tahu lebih dalam, dan berani untuk tidak tahu jawabannya. Ini adalah fondasi dari setiap penemuan dan inovasi.

Di tangan kita, ada tanggung jawab besar untuk membimbing anak-anak agar dapat memanfaatkan kekayaan informasi global tanpa kehilangan esensi dari proses belajar yang bermakna. Kita tidak bisa mencegah mereka untuk mengakses dunia, tapi kita bisa membantu mereka untuk memahaminya. Mari kita ciptakan pendidikan yang menghasilkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana, kritis, dan reflektif.



Read More »
24 September | 0komentar

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti

Umroh 2017
Di tengah derasnya arus teknologi, mengajar bukan lagi sekadar menyampaikan materi. Tantangannya semakin kompleks, tetapi kabar baiknya, potensinya juga semakin besar. Jika Anda merasa ingin selalu selangkah lebih maju dan penasaran dengan rahasia guru-guru yang selalu efektif, artikel ini adalah jawabannya.
Kami memahami betapa berharganya setiap detik bagi seorang guru. Waktu adalah aset paling berharga, dan kami tahu Anda ingin bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Artikel ini akan membongkar strategi rahasia bagaimana para pendidik modern bisa melakukannya, terutama dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Mengapa AI Penting bagi Guru?
Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar wacana futuristik, melainkan alat praktis yang siap membantu Anda. AI dapat mengambil alih tugas-tugas administratif yang memakan banyak waktu, seperti menyusun materi, membuat soal, atau bahkan memberikan umpan balik awal. Dengan begitu, Anda bisa fokus pada hal yang paling penting: berinteraksi langsung dengan siswa, memahami kebutuhan mereka, dan menciptakan pengalaman belajar yang personal.

Membangun Kekuatan Mengajar Anda dengan AI
Bagaimana AI dapat membantu Anda menjadi guru yang lebih efektif? Berikut beberapa rahasia yang perlu Anda ketahui:
  • Menciptakan Materi Ajar Super Menarik dalam Waktu Singkat: Bayangkan Anda bisa membuat presentasi interaktif, video pendek, atau kuis yang menarik hanya dalam hitungan menit. Alat AI generatif dapat membantu membuat draf materi, menyusun narasi, atau bahkan mengubah format materi yang sudah ada menjadi lebih menarik dan mudah dicerna oleh siswa. 
  • Merancang Soal dan Penilaian yang Tepat Sasaran: Membuat soal yang variatif dan efektif seringkali memakan waktu. Dengan AI, Anda bisa dengan mudah membuat bank soal, merancang penilaian formatif yang personal, dan mendapatkan analisis cepat tentang pemahaman siswa. Ini memungkinkan Anda untuk segera menyesuaikan metode pengajaran agar lebih tepat sasaran. 
  • Menghadirkan Ide-Ide Pembelajaran Inovatif dan Personal: Setiap siswa unik, dan AI dapat membantu Anda memenuhi kebutuhan mereka. Alat-alat AI bisa menganalisis gaya belajar siswa dan menyarankan pendekatan yang berbeda. Anda bisa menciptakan skenario pembelajaran berbasis proyek yang lebih mendalam atau memberikan bimbingan personal yang disesuaikan dengan kemajuan setiap individu. 
  • Memangkas Drastis Waktu Persiapan Mengajar: Bayangkan waktu yang Anda habiskan untuk merencanakan RPP, mencari sumber materi, atau bahkan hanya sekadar menyalin catatan. AI dapat mengambil alih tugas-tugas ini, memberikan Anda lebih banyak ruang untuk berpikir kreatif, merancang aktivitas yang lebih bermakna, dan tentu saja, meluangkan waktu untuk pengembangan diri. 

AI Adalah Partner Anda, Bukan Pengganti
Sangat penting untuk ditekankan bahwa AI tidak akan menggantikan peran guru. Sebaliknya, AI adalah partner Anda, sebuah alat canggih yang dirancang untuk memperkuat kemampuan Anda. Dengan memanfaatkan AI, Anda tidak hanya menjadi guru yang efektif, tetapi juga guru yang visioner, siap menghadapi tantangan masa depan, dan terus menginspirasi siswa dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.
Ini bukan sekadar teori. Saat ini, sudah banyak alat-alat AI yang tersedia dan dapat Anda coba. Masing-masing dirancang untuk mengubah cara Anda berinteraksi dengan kurikulum dan siswa, membuka pintu menuju pengalaman mengajar yang lebih bermakna dan efisien.

Read More »
02 August | 0komentar

Capaian Pembelajaran : BSKAP 046/H/KR/2025


Apa itu Capaian Pembelajaran? 
Capaian Pembelajaran (CP) adalah rumusan kompetensi yang ditargetkan dicapai peserta didik pada setiap fase perkembangan. CP menjadi dasar perencanaan pembelajaran, asesmen, hingga pelaporan hasil belajar. 

Struktur Fase dalam Kurikulum 2025 :

Jenjang Pendidikan

Fase

Rentang Umum

PAUD

Fondasi

Usia 2–6 tahun

SD/MI

A–C

Kelas I–VI

SMP/MTs

D

Kelas VII–IX

SMA/SMK/MAK

E–F

Kelas X–XII/XIII

Pendidikan Khusus/Kesetaraan

A–F

Disesuaikan kebutuhan


Tujuan CP Terbaru :
Integratif: pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara holistik 
Berbasis proyek dan kontekstual 
Relevan dengan literasi digital dan dunia kerja 
Fleksibel sesuai konteks lokal dan karakteristik siswa

Surat keputusan BSKAP 046/H/KR/2025 adalah revisi dari capaian pembelajaran CP PSMK 2025 kurikulum merdeka yang di dalamnya juga memuat CP untuk Dikdas (Pendidikan Dasar) dan Dikmen (Pendidikan Menengah). Surat Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (BSKAP) Nomor 046/H/KR/2025 ini isinya sama tentang capaian pembelajaran dalam implementasi kurikulum merdeka mulai jenjang paud hingga smk sederajat. Bagi ayah bunda yang belum sempat melihat paparan kurikulum merdeka kami sudah ringkaskan apa itu kurikulum merdeka.


Read More »
28 July | 0komentar

Membangun Kemitraan Efektif dengan Kecerdasan Artifisial

Di era digital yang terus berkembang pesat, kecerdasan artifisial (AI) bukan lagi sekadar fiksi ilmiah, melainkan alat yang mampu mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinovasi. Memahami dan memanfaatkan AI secara efektif adalah keterampilan krusial yang harus dimiliki setiap individu, terutama bagi para profesional yang ingin tetap relevan. Artikel ini akan membahas poin-poin penting yang harus dikuasai peserta pelatihan dalam rangka membangun kolaborasi yang efektif dengan perangkat AI.

Mengenali dan Menerapkan Perangkat AI untuk Pemanfaatan Umum dan Khusus
Langkah pertama dalam mengintegrasikan AI ke dalam pekerjaan atau pembelajaran adalah dengan mengenali berbagai jenis perangkat AI dan memahami potensi penerapannya. AI kini hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari asisten virtual, sistem rekomendasi, alat analisis data, hingga generator konten. Secara umum, AI dapat dimanfaatkan untuk otomatisasi tugas repetitif, pencarian informasi yang lebih efisien, atau personalisasi pengalaman pengguna. Contohnya, Anda bisa menggunakan AI untuk menyaring email yang tidak penting, mencari jawaban instan di internet, atau menerima rekomendasi produk yang sesuai dengan preferensi Anda. Namun, pemanfaatan AI juga bisa sangat spesifik tergantung pada bidang atau kebutuhan Anda. Dalam dunia pendidikan, AI bisa membantu menganalisis pola belajar siswa, menciptakan materi ajar yang adaptif, atau bahkan memberikan umpan balik otomatis pada tugas. Di bidang kesehatan, AI dapat membantu dalam diagnosis penyakit atau pengembangan obat. Peserta pelatihan harus mampu mengidentifikasi area-area di mana AI dapat memberikan nilai tambah signifikan dalam konteks pekerjaan atau minat mereka.

Memilih Perangkat AI yang Tepat untuk Berkolaborasi
Setelah mengenali ragam perangkat AI, tantangan selanjutnya adalah memilih AI yang paling sesuai untuk berkolaborasi. Kolaborasi dengan AI berarti menggunakan AI sebagai mitra untuk mencapai tujuan tertentu, bukan hanya sebagai alat bantu pasif. Pemilihan perangkat AI harus mempertimbangkan beberapa faktor: Tujuan Kolaborasi: Apa yang ingin Anda capai dengan AI? Apakah Anda membutuhkan AI untuk analisis data kompleks, pembuatan konten kreatif, atau otomatisasi proses tertentu? Jenis Data yang Diperlukan: Apakah AI membutuhkan data teks, gambar, suara, atau kombinasi dari semuanya? Pastikan AI yang dipilih kompatibel dengan jenis data yang Anda miliki. Kompleksitas Tugas: Untuk tugas sederhana, mungkin cukup menggunakan AI dengan antarmuka yang intuitif. Namun, untuk tugas yang lebih kompleks, Anda mungkin memerlukan AI dengan kemampuan kustomisasi atau integrasi yang lebih mendalam. Kemudahan Penggunaan dan Integrasi: Seberapa mudah perangkat AI tersebut untuk dipelajari dan diintegrasikan dengan workflow atau sistem yang sudah ada? Etika dan Keamanan Data: Pastikan perangkat AI yang dipilih mematuhi standar etika dan keamanan data yang berlaku, terutama jika Anda akan menggunakannya dengan informasi sensitif. Misalnya, untuk menulis artikel atau membuat draf presentasi, AI generatif teks seperti ChatGPT mungkin sangat membantu. Namun, untuk menganalisis data keuangan yang besar, perangkat AI yang dirancang khusus untuk analisis data mungkin lebih tepat.

Menerapkan Kolaborasi dengan Perangkat AI untuk Menyelesaikan Tugas Spesifik
Inti dari pelatihan ini adalah kemampuan untuk menerapkan kolaborasi dengan AI dalam menyelesaikan tugas-tugas spesifik. Ini bukan hanya tentang mengetahui bagaimana menggunakan tool, tetapi bagaimana mengintegrasikannya secara cerdas ke dalam proses kerja Anda. Beberapa contoh penerapan kolaborasi dengan AI meliputi: Pembuatan Konten: Menggunakan AI untuk menghasilkan draf awal, ide-ide brainstorming, atau meringkas dokumen panjang, kemudian Anda menyempurnakannya dengan sentuhan manusiawi. Riset dan Analisis: Memanfaatkan AI untuk menyaring informasi dari dataset besar, mengidentifikasi tren, atau melakukan analisis statistik yang cepat, memungkinkan Anda fokus pada interpretasi dan pengambilan keputusan. Pengembangan Produk/Layanan: Menggunakan AI untuk simulasi, optimasi desain, atau memprediksi preferensi pengguna, mempercepat siklus pengembangan. Penyelesaian Masalah: Memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi akar masalah, menghasilkan berbagai solusi potensial, dan memprediksi dampak dari setiap solusi. Dalam setiap skenario, peran manusia tetap krusial. AI adalah alat yang kuat, tetapi interpretasi, validasi, dan keputusan akhir tetap berada di tangan Anda. Kolaborasi yang efektif berarti Anda mengarahkan AI, memvalidasi hasilnya, dan menambahkan nilai unik yang hanya bisa diberikan oleh kecerdasan manusia.

Menganalisis Model, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran yang Tepat untuk Mengintegrasikan AI dalam Proses Pembelajaran
Bagi para pendidik atau mereka yang tertarik pada pengembangan kapasitas, penting untuk dapat menganalisis bagaimana AI dapat diintegrasikan secara efektif ke dalam proses pembelajaran. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang berbagai model, metode, dan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan AI. 
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning - PBL): AI dapat menjadi alat yang sangat baik dalam PBL. Peserta didik dapat menggunakan AI untuk riset, analisis data, atau prototipe dalam proyek-proyek mereka, mendorong pemecahan masalah dan kreativitas. 
Pembelajaran Personal (Personalized Learning): AI dapat digunakan untuk menciptakan jalur belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kecepatan masing-masing peserta didik, memberikan rekomendasi materi, atau menyediakan umpan balik adaptif. 
Pembelajaran Kolaboratif: AI dapat memfasilitasi kolaborasi antarpeserta didik atau antara peserta didik dengan AI itu sendiri, seperti dalam simulasi atau game edukasi yang didukung AI. Pendekatan 
Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik: AI dapat membebaskan guru dari tugas-tugas administratif rutin, memungkinkan mereka untuk lebih fokus pada interaksi personal dengan peserta didik dan memfasilitasi pembelajaran yang lebih mendalam. 

Analisis Pembelajaran (Learning Analytics): AI dapat menganalisis data pembelajaran untuk mengidentifikasi pola, memprediksi kinerja, dan memberikan wawasan bagi pendidik untuk meningkatkan strategi pengajaran. Penting untuk diingat bahwa integrasi AI dalam pembelajaran harus bertujuan meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran, bukan hanya sekadar mengikuti tren teknologi. Pemilihan model, metode, dan pendekatan harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang jelas dan karakteristik peserta didik. Dengan menguasai keempat area ini, peserta pelatihan tidak hanya akan mampu menggunakan AI sebagai alat bantu, tetapi juga menjadi individu yang cerdas dalam berkolaborasi dengan AI, membuka peluang baru untuk inovasi, efisiensi, dan pengembangan diri di berbagai bidang. Apakah Anda siap untuk menjelajahi potensi tak terbatas dari kolaborasi manusia-AI?

Read More »
07 July | 0komentar

Alur Pembelajaran Modul Kecerdasan Artifisial dengan Taksonomi SOLO

Alur Pembelajaran Modul Kecerdasan Artifisial dengan Taksonomi SOLO
Penguasaan kecerdasan artifisial (KA) kini menjadi kebutuhan esensial. Namun, bagaimana kita bisa memastikan pembelajaran tentang KA tidak hanya bersifat superfisial, melainkan benar-benar mendalam? Salah satu kerangka yang sangat efektif untuk merancang alur pembelajaran yang progresif adalah Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcome). Taksonomi ini membantu kita mengidentifikasi tingkat pemahaman peserta didik, dari yang paling dasar hingga yang paling kompleks.
Mari kita bedah alur pembelajaran modul "Pengoperasian, Pengaplikasian, dan Kolaborasi Perangkat Kecerdasan Artifisial" menggunakan pendekatan SOLO Taxonomy:

1. Tahap Pra-Struktural (Pre-Structural): Pengenalan Awal Pada tahap ini, peserta mungkin belum memiliki pemahaman atau hanya memiliki pemahaman yang sangat terbatas tentang materi. Tujuan utamanya adalah membangun fondasi awal. 
  • Materi: Konsep dasar Kecerdasan Artifisial, sejarah singkat, dan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, rekomendasi Netflix, asisten suara). 
  • Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam: Mengenali keberadaan KA. Mendengarkan dan mengidentifikasi contoh-contoh KA. 
  • Aktivitas: Diskusi kelas tentang "Apa yang Anda ketahui tentang AI?" Menonton video pengantar tentang AI. Kuis singkat identifikasi (benar/salah) tentang pernyataan dasar KA. 
  • Tagihan: Daftar contoh KA yang mereka temui sehari-hari. 
  • Moda: Synchronous (tatap muka/virtual) – Ceramah singkat, diskusi.

2. Tahap Uni-Struktural (Uni-Structural): Fokus pada Satu Aspek Peserta mulai memahami satu aspek dari materi, namun belum mampu menghubungkannya dengan konsep lain. 
  • Materi: Pengenalan komponen dasar perangkat keras/lunak yang mendukung KA (misalnya, sensor, kamera, data sederhana). Pengenalan perintah dasar pengoperasian perangkat KA sederhana. 
  • Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam: Mengidentifikasi satu fungsi spesifik perangkat KA. Mampu mengikuti satu instruksi untuk mengoperasikan. 
  • Aktivitas: Simulasi pengoperasian perangkat KA sederhana (misalnya, mengendalikan robot mini dengan perintah dasar). Mengidentifikasi input dan output dari satu contoh KA. Latihan interaktif: Menarik dan melepas blok kode untuk perintah dasar. 
  • Tagihan: Laporan singkat tentang satu fungsi perangkat KA yang dipelajari. 
  • Moda: Blended – Demonstrasi langsung, tutorial interaktif.

3. Tahap Multi-Struktural (Multi-Structural): Mengidentifikasi Beberapa Aspek Peserta dapat mengidentifikasi beberapa aspek terpisah dari materi, namun belum memahami bagaimana aspek-aspek tersebut saling berkaitan. 
  • Materi: Pengoperasian berbagai fitur perangkat KA yang berbeda. Pemahaman dasar tentang cara mengumpulkan dan menyiapkan data untuk aplikasi sederhana. Konsep aplikasi dasar KA (misalnya, pengenalan gambar sederhana, pengolahan suara dasar). 
  • Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam: Menjelaskan beberapa fungsi perangkat KA secara terpisah. Menerapkan beberapa perintah yang berbeda secara sekuensial. Menjelaskan beberapa jenis data yang digunakan KA. 
  • Aktivitas: Eksperimen dengan berbagai fitur perangkat KA (misalnya, robot yang dapat mendeteksi warna DAN suara). Studi kasus singkat tentang aplikasi KA yang berbeda. Latihan pengumpulan data sederhana dan visualisasinya. 
  • Tagihan: Diagram yang menunjukkan beberapa fungsi terpisah dari perangkat KA, atau daftar jenis aplikasi KA yang berbeda. 
  • Moda: Hybrid – Praktikum mandiri, studi kasus kelompok kecil.

4. Tahap Relasional (Relational): Menghubungkan Berbagai Aspek Pada tahap ini, peserta mulai melihat hubungan antara berbagai aspek materi dan bagaimana mereka membentuk sebuah keseluruhan yang kohesif. 
  • Materi: Alur kerja lengkap pengaplikasian KA, dari pengumpulan data, pelatihan model, hingga implementasi dan pengujian. Prinsip dasar kolaborasi dalam proyek KA (misalnya, pembagian peran, penggunaan version control). 
  • Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam: Menjelaskan proses end-to-end pengembangan aplikasi KA. Menganalisis bagaimana perubahan pada satu komponen KA memengaruhi komponen lainnya. Merancang strategi kolaborasi untuk proyek KA. 
  • Aktivitas: Proyek kelompok kecil: Mengembangkan aplikasi KA sederhana (misalnya, chatbot dasar, sistem klasifikasi gambar kecil). Diskusi kasus: Mengidentifikasi masalah dalam proyek KA dan solusi kolaboratif. Presentasi tentang arsitektur aplikasi KA. 
  • Tagihan: Prototipe aplikasi KA sederhana yang fungsional, atau rencana proyek kolaborasi KA. 
  • Moda: Synchronous & Asynchronous – Proyek berbasis tim, mentoring, peer review.

5. Tahap Extended Abstract (Extended Abstract): Generalisasi dan Penerapan dalam Konteks Baru Ini adalah tingkat pemahaman tertinggi, di mana peserta mampu menggeneralisasi konsep yang dipelajari dan menerapkannya dalam situasi atau konteks baru yang belum pernah diajarkan sebelumnya. 
  • Materi: Etika KA, bias dalam algoritma, implikasi sosial KA, tren masa depan KA, dan inovasi dalam kolaborasi lintas disiplin. 
  • Pengalaman Belajar dalam Pembelajaran Mendalam: Mengevaluasi dampak etis dan sosial dari aplikasi KA. Merancang solusi KA untuk masalah dunia nyata yang kompleks, mempertimbangkan berbagai faktor. Mengusulkan ide-ide inovatif untuk pemanfaatan KA di luar domain yang diajarkan. Menginisiasi dan memimpin kolaborasi multi-pihak dalam konteks KA. 
  • Aktivitas: Studi kasus mendalam tentang dilema etika KA. Proyek inovasi: Mengidentifikasi masalah kompleks dan merancang solusi KA yang mempertimbangkan etika dan keberlanjutan. Debat terstruktur tentang masa depan KA. Menyajikan proposal proyek KA yang ambisius kepada audiens eksternal. 
  • Tagihan: Proposal proyek inovasi KA yang komprehensif, atau esai kritis tentang dampak etika KA. 
  • Moda: Asynchronous & Synchronous – Penelitian mandiri, lokakarya khusus, presentasi publik.

Dengan mengikuti alur pembelajaran yang terstruktur menggunakan Taksonomi SOLO ini, modul pengoperasian, pengaplikasian, dan kolaborasi perangkat kecerdasan artifisial dapat memastikan bahwa peserta didik tidak hanya menguasai keterampilan teknis, tetapi juga mengembangkan pemahaman yang mendalam, kritis, dan mampu berinovasi di bidang kecerdasan artifisial. Pendekatan ini memungkinkan pendidik untuk secara sistematis memandu peserta dari sekadar pengenalan hingga menjadi pemikir dan inovator KA yang ulung.

Read More »
06 July | 0komentar

Karakteristik Mapel KKA: Membangun Masa Depan Berbasis Etika dan Konteks

Karakteristik Mapel KKA
Di era digital yang berkembang pesat ini, penguasaan teknologi menjadi kunci. Salah satu bidang yang paling relevan dan transformatif adalah Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA). Namun, KKA bukan sekadar mata pelajaran yang mengajarkan baris-baris kode atau algoritma canggih. Lebih dari itu, KKA dirancang dengan karakteristik pembelajaran yang holistik, menitikberatkan pada pengembangan kompetensi teknis yang berlandaskan etika dan konteks nyata.

Fondasi Etika: Membangun Kompetensi Berkeadaban Poin pertama dan terpenting dalam pembelajaran KKA adalah menanamkan etika (keadaban) sebagai fondasi bagi penguasaan kompetensi di semua jenjang. Ini berarti bahwa setiap kali siswa belajar tentang coding atau bagaimana AI bekerja, mereka juga diajak untuk merenungkan dampak sosial, moral, dan etis dari teknologi tersebut. Bagaimana AI dapat digunakan untuk kebaikan? Bagaimana kita mencegah bias dalam algoritma? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bagian integral dari kurikulum, memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab secara etis.

Pembelajaran Kontekstual: Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari KKA dirancang untuk menjadi pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan situasi yang dihadapi peserta didik sehari-hari dan permasalahan yang terjadi di masyarakat/lingkungan sekitar. Ini berarti konsep-konsep KKA tidak diajarkan secara abstrak. Sebaliknya, siswa akan diajak untuk mengidentifikasi masalah nyata di komunitas mereka – misalnya, bagaimana AI bisa membantu mendeteksi sampah di sungai atau bagaimana coding dapat menciptakan aplikasi sederhana untuk mengatur jadwal belajar. Pendekatan ini membuat pembelajaran menjadi lebih relevan, menarik, dan bermakna bagi siswa.

Fleksibilitas Metode Pembelajaran: Internet-based, Plugged, dan Unplugged Fleksibilitas adalah kunci dalam KKA, dengan pembelajaran dapat dilaksanakan secara internet-based, plugged, dan unplugged. Internet-based memanfaatkan platform online, tutorial interaktif, dan kolaborasi virtual. Plugged melibatkan penggunaan perangkat keras seperti robotika sederhana atau mikrokontroler. Unplugged adalah metode pembelajaran tanpa komputer, di mana konsep-konsep KKA diajarkan melalui permainan, aktivitas fisik, atau teka-teki logika. Pendekatan ini memastikan bahwa pembelajaran KKA dapat diakses oleh semua siswa, terlepas dari ketersediaan fasilitas teknologi.

Pendekatan Human-Centered: Manusia sebagai Pusat Inovasi Karakteristik penting lainnya adalah penggunaan pendekatan human-centered di mana manusia sebagai fokus dalam pembelajaran, pemanfaatan, dan pengembangan KA. Ini menegaskan bahwa tujuan utama dari KKA adalah untuk melayani dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Siswa diajarkan untuk merancang solusi yang ramah pengguna, inklusif, dan memberikan nilai nyata bagi individu dan masyarakat, bukan sekadar menciptakan teknologi untuk kepentingan teknologi itu sendiri.

Jenjang Pembelajaran yang Terstruktur: Dari SD hingga SMA/SMK Kurikulum KKA dirancang secara progresif sesuai jenjang pendidikan:
Jenjang SD: KKA menekankan penguasaan kompetensi pra-dasar sebagai bekal bagi pembelajaran Informatika serta Koding dan KA di jenjang SMP. Ini bisa berupa pengenalan logika dasar, sequencing, atau konsep algoritma sederhana melalui permainan dan aktivitas yang menyenangkan. 
Jenjang SMP: Siswa akan melakukan praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat dasar. Mereka akan mulai menulis kode sederhana, memahami struktur data dasar, dan belajar bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. 
Jenjang SMA/SMK: Pembelajaran berlanjut ke praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat menengah dan lanjut. Pada tahap ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan proyek yang lebih kompleks, memahami konsep AI yang lebih dalam, dan bahkan mulai bersiap untuk karir di bidang teknologi. 

Dengan karakteristik pembelajaran yang komprehensif ini, mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan teknis yang esensial, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika dan kemampuan berpikir kritis. Ini adalah langkah krusial dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan inovator yang bertanggung jawab di masa depan.

Read More »
04 July | 0komentar

Mapel Koding dan Kecerdasan Artifisial


Indonesia telah menetapkan fokus pada pengembangan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif untuk menghadapi tantangan global, termasuk di bidang digital, melalui Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Kemampuan digital sangat penting di era Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0, di mana teknologi seperti Kecerdasan Artifisial (KA), mahadata, dan Internet of Things (IoT) semakin banyak digunakan di berbagai sektor.
Dalam konteks RPJPN, peningkatan literasi digital di semua jenjang pendidikan sangat diperlukan untuk membekali manusia dengan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Selain itu, kemampuan digital juga membantu dalam transformasi ekonomi digital, meningkatkan efisiensi layanan publik, dan mempercepat inovasi di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Dengan cara ini, peningkatan keterampilan digital tidak hanya membuat Indonesia lebih kompetitif di dunia, tetapi juga membantu pembangunan berkelanjutan dan memastikan akses teknologi yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan digital adalah dengan penguatan literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial (KA) dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di tingkat global, tetapi juga mendukung percepatan pembangunan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam konteks inovasi dan teknologi untuk pembangunan, pendidikan yang berfokus pada Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) bisa menghasilkan generasi inovator yang mampu berkontribusi pada penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengatasi berbagai masalah sosial. Yang tak kalah penting, menjaga identitas nasional sangat perlu, karena teknologi bisa digunakan untuk mengangkat dan mempromosikan budaya lokal di kancah global. Dengan menggabungkan pembelajaran koding dan KA dalam sistem pendidikan nasional, diharapkan generasi mendatang dapat menciptakan solusi inovatif untuk menghadapi tantangan nasional,meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara inovatif di dunia.
Untuk mendukung kebijakan pendidikan berkualitas untuk semua, Program Prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah dibuat untuk mengatasi tantangan pendidikan di era digital. Fokus utama program ini adalah menyediakan fasilitas yang baik, meningkatkan kualitas guru, dan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Program ini juga menekankan pemerataan akses pendidikan, termasuk layanan pendidikan untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus, dukungan finansial bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu, serta menciptakan lingkungan sosial-budaya yang mendukung pembelajaran.
Dalam pengembangan talenta unggul, pemerintah berupaya memberi lebih banyak kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di berbagai bidang, termasuk literasi digital, koding, dan kecerdasan artifisial. Kemendikdasmen menjadikan transformasi digital sebagai fokus utama untuk memperkuat sistem pendidikan dasar dan menengah. Penguatan kurikulum berbasis teknologi, pelatihan guru dalam menggunakan teknologi informasi, dan penyediaan akses ke infrastruktur digital adalah langkah penting untuk memastikan peserta didik siap menghadapi tantangan di masa depan. Salah satu inovasi yang didorong adalah pemanfaatan kecerdasan artifisial untuk personalisasi pembelajaran, sehingga pengalaman belajar bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Dengan sistem pembelajaran yang inklusif dan adil, pendidikan di Indonesia diharapkan mampu mencetak generasi yang kompetitif dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Menyaksikan keberhasilan negara-negara seperti Singapura, India, Tiongkok, Australia, dan Korea Selatan dalam mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA ke dalam sistem pendidikan mereka, Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar tidak tertinggal dalam revolusi digital global. Upaya ini dapat dimulai dengan mengadaptasi kurikulum berbasis teknologi, memberikan pelatihan intensif bagi guru, dan memastikan akses yang merata terhadap infrastruktur digital di seluruh daerah. Selain itu, pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PBL) yang telah diterapkan di berbagai negara dapat diadopsi untuk mendorong kreativitas dan inovasi peserta didik dalam memecahkan masalah menggunakan teknologi. Dengan merancang kebijakan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan pendidikan di Indonesia, pembelajaran koding dan KA tidak hanya akan meningkatkan daya saing peserta didik di tingkat nasional dan internasional, tetapi juga membantu menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan industri masa depan.

Read More »
01 July | 0komentar

Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

 Materi Pembelajaran Mendalam




Pendidikan terus berkembang, dan di era yang serba cepat ini, tuntutan terhadap kualitas lulusan semakin tinggi. Bukan hanya sekadar menguasai materi, lulusan kini diharapkan memiliki kompetensi holistik yang relevan dengan tantangan masa depan. Di sinilah konsep pembelajaran mendalam (deep learning) menjadi krusial. Pembelajaran mendalam adalah pendekatan yang mendorong peserta didik untuk tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami konsep secara mendalam, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam konteks nyata. Artikel ini akan membahas berbagai dimensi penting dalam kerangka pembelajaran mendalam.

Dimensi Profil Lulusan
Profil lulusan dalam kerangka pembelajaran mendalam jauh melampaui sekadar nilai akademis. Ada beberapa dimensi kunci yang menjadi fokus, yaitu: Penguasaan Konsep Mendalam: Lulusan tidak hanya tahu "apa", tetapi juga "mengapa" dan "bagaimana". Mereka mampu menjelaskan konsep-konsep kompleks dengan bahasa mereka sendiri dan menghubungkannya dengan berbagai ide. Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah: Lulusan mampu menganalisis informasi, mengevaluasi argumen, mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusi inovatif. Mereka tidak takut menghadapi tantangan dan mampu mencari berbagai perspektif. Kolaborasi dan Komunikasi Efektif: Di dunia yang semakin terhubung, kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif adalah fundamental. Lulusan diharapkan mampu berinteraksi, berbagi ide, dan membangun konsensus dengan beragam individu. Kreativitas dan Inovasi: Lulusan didorong untuk berpikir di luar kotak, menghasilkan ide-ide baru, dan menerapkan solusi kreatif untuk masalah yang ada. Mereka tidak hanya mengonsumsi informasi, tetapi juga menciptakan. Karakter dan Kewarganegaraan Global: Pembelajaran mendalam juga menekankan pada pengembangan integritas, empati, ketahanan, dan tanggung jawab sosial. Lulusan diharapkan menjadi warga negara yang sadar dan berkontribusi positif bagi masyarakat global. Literasi Digital dan Belajar Sepanjang Hayat: Di era informasi, kemampuan menggunakan teknologi secara bijak dan terus belajar sepanjang hidup adalah suatu keharusan. Lulusan diharapkan proaktif dalam mengembangkan diri dan menyesuaikan diri dengan perubahan.

Prinsip Pembelajaran
Untuk mencapai profil lulusan yang diinginkan, pembelajaran mendalam didasarkan pada beberapa prinsip utama: Fokus pada Makna dan Relevansi: Pembelajaran harus bermakna dan relevan bagi peserta didik. Mereka harus melihat hubungan antara apa yang mereka pelajari dengan kehidupan mereka dan dunia nyata. Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik: Peserta didik bukan objek pasif, melainkan aktor aktif dalam proses pembelajaran. Mereka didorong untuk mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka sendiri. Penekanan pada Pemahaman Konseptual: Bukan sekadar menghafal fakta, tetapi membangun pemahaman yang kokoh tentang konsep-konsep dasar dan hubungan di antaranya. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Masalah Nyata: Peserta didik terlibat dalam proyek-proyek yang menantang dan memecahkan masalah-masalah nyata, yang menuntut mereka untuk mengaplikasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Lingkungan Belajar yang Mendukung Eksplorasi dan Risiko: Guru menciptakan suasana yang aman di mana peserta didik merasa nyaman untuk bertanya, bereksperimen, dan bahkan membuat kesalahan sebagai bagian dari proses belajar. Umpan Balik yang Konstruktif dan Berkelanjutan: Umpan balik tidak hanya tentang nilai, tetapi juga tentang memberikan arahan yang jelas untuk perbaikan dan pengembangan.

Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar dalam kerangka pembelajaran mendalam dirancang untuk memfasilitasi pencapaian profil lulusan dan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran. Ini mencakup: Pembelajaran Kolaboratif: Peserta didik sering bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah, melakukan proyek, dan saling belajar. Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki, dan menemukan jawaban sendiri, daripada hanya menerima informasi dari guru. Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran Aktif: Teknologi digunakan sebagai alat untuk eksplorasi, kreasi, dan kolaborasi, bukan hanya sebagai sumber informasi pasif. Asesmen Formatif yang Berkelanjutan: Asesmen tidak hanya untuk menilai hasil akhir, tetapi juga untuk memantau kemajuan peserta didik dan memberikan umpan balik yang relevan selama proses pembelajaran. Koneksi dengan Dunia Luar: Pembelajaran dihubungkan dengan komunitas, industri, dan isu-isu global melalui kunjungan lapangan, narasumber ahli, atau proyek-proyek yang melibatkan pihak eksternal. Ruang untuk Refleksi dan Metakognisi: Peserta didik diajak untuk merenungkan proses belajar mereka sendiri, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta merencanakan langkah selanjutnya.

Kerangka Pembelajaran (Struktur Implementasi)
Kerangka pembelajaran mendalam tidak hanya berhenti pada filosofi, tetapi juga membutuhkan struktur implementasi yang jelas. Ini bisa mencakup: Desain Kurikulum yang Fleksibel dan Terintegrasi: Kurikulum dirancang untuk memungkinkan koneksi antar-mata pelajaran dan memberikan ruang bagi pembelajaran yang berpusat pada minat peserta didik. Pengembangan Profesional Guru yang Berkelanjutan: Guru membutuhkan pelatihan dan dukungan untuk mengembangkan kapasitas mereka dalam memfasilitasi pembelajaran mendalam. Lingkungan Fisik yang Mendukung: Ruang kelas dan fasilitas lainnya dirancang untuk memfasilitasi kolaborasi, eksplorasi, dan kreativitas. Kemitraan dengan Orang Tua dan Komunitas: Orang tua dan komunitas menjadi mitra dalam mendukung proses pembelajaran mendalam, menciptakan ekosistem yang terpadu. Sistem Asesmen yang Komprehensif: Mengukur tidak hanya pengetahuan, tetapi juga keterampilan, sikap, dan karakter sesuai dengan dimensi profil lulusan. Ini bisa melibatkan portofolio, proyek, dan observasi. Budaya Sekolah yang Inovatif: Seluruh ekosistem sekolah mendorong eksperimen, pembelajaran dari kesalahan, dan suasana yang mendukung pertumbuhan bagi semua warganya. Dengan mengimplementasikan kerangka pembelajaran mendalam secara komprehensif, institusi pendidikan dapat menciptakan lingkungan yang memberdayakan peserta didik untuk menjadi individu yang kompeten, berdaya saing, dan siap menghadapi kompleksitas dunia abad ke-21. Ini bukan hanya tentang mengisi kepala dengan informasi, tetapi juga tentang membentuk pribadi yang mampu berpikir, berkreasi, berkolaborasi, dan berkontribusi secara bermakna.

Read More »
23 June | 0komentar

Mengasah Kemampuan Estimasi Biaya Konstruksi (Materi Semester Genap)

Dalam era digital ini, akses terhadap informasi dan sumber belajar menjadi semakin mudah dan efisien. Mata pelajaran Konsentrasi Keahlian Estimasi Biaya Konstruksi (EBK) memanfaatkan kemudahan ini untuk membekali siswa dengan keterampilan penting dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebuah proyek konstruksi. Tugas kali ini mengajak siswa untuk secara aktif menggunakan sumber daya daring dalam proses penyusunan RAB, sebuah kompetensi krusial bagi seorang ahli estimasi biaya. Langkah-langkah sistematis telah dirancang untuk memandu siswa dalam menyelesaikan tugas ini, menggabungkan eksplorasi materi daring dengan praktik langsung penyusunan RAB. Berikut adalah tahapan pembelajaran yang akan dilalui: 

1. Mengakses Sumber Informasi: 
Langkah awal yang esensial adalah mengakses sumber materi pembelajaran yang telah disiapkan. Siswa akan menggunakan peramban web seperti Google Chrome atau Mozilla Firefox untuk menuju alamat URL berikut: 


Situs web ini akan menjadi gerbang utama untuk mendapatkan pemahaman konseptual dan teoritis terkait Estimasi Biaya Konstruksi. 

2. Mendalami Materi EBK: 
Setelah berhasil mengakses situs web, siswa akan diarahkan untuk mencari materi EBK secara spesifik melalui tautan berikut: 


Pada halaman ini, siswa diharapkan untuk mempelajari berbagai materi yang relevan dengan penyusunan RAB, termasuk pemahaman tentang komponen biaya, metode perhitungan, dan standar yang berlaku dalam industri konstruksi. Pemahaman yang kuat terhadap materi ini akan menjadi landasan yang kokoh dalam menyusun RAB yang akurat dan komprehensif. 

3. Mengunduh Lembar Kerja: 
Untuk memfasilitasi proses penyusunan RAB secara terstruktur, siswa akan mengunduh lembar kerja yang telah disiapkan melalui tautan berikut:  


Lembar kerja ini kemungkinan berisi format tabel atau panduan langkah demi langkah yang akan membantu siswa dalam mengorganisir data dan melakukan perhitungan biaya. 

4. Memvisualisasikan Proyek dengan Gambar Kerja
Pemahaman yang baik tentang desain dan spesifikasi proyek adalah kunci dalam menyusun RAB yang tepat. Oleh karena itu, siswa akan mengunduh gambar kerja pembangunan rumah melalui tautan berikut: 


Gambar kerja ini akan memberikan visualisasi detail mengenai dimensi bangunan, tata ruang, material yang digunakan, dan detail konstruksi lainnya yang relevan untuk perhitungan biaya. 

5. Memanfaatkan Contoh RAB dalam Format Excel: 
Sebagai referensi dan panduan praktis, siswa juga akan mengunduh contoh file RAB dalam format Excel melalui tautan berikut: 


 File Excel ini kemungkinan berisi contoh format RAB yang lengkap, termasuk rincian item pekerjaan, satuan, volume, harga satuan, dan total biaya. Dengan mempelajari contoh ini, siswa dapat memahami struktur dan format yang umumnya digunakan dalam penyusunan RAB. 

Mengintegrasikan Pengetahuan dan Keterampilan: 
Tugas ini tidak hanya sekadar mengunduh dan mengisi formulir. Lebih dari itu, tugas ini bertujuan untuk mengintegrasikan pemahaman teoritis dari materi EBK dengan kemampuan praktis dalam menyusun RAB berdasarkan gambar kerja dan contoh yang diberikan. Siswa diharapkan untuk: 

  • Menganalisis Gambar Kerja: Memahami detail teknis bangunan untuk mengidentifikasi semua item pekerjaan yang diperlukan. 
  • Mengaplikasikan Pengetahuan EBK: Menggunakan prinsip-prinsip estimasi biaya untuk menentukan volume pekerjaan dan memilih harga satuan yang sesuai. 
  • Memanfaatkan Lembar Kerja: Mengorganisir data dan melakukan perhitungan biaya secara sistematis. 
  • Mereferensi Contoh RAB: Memahami format dan struktur RAB yang baik dan benar. 

Melalui tugas ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan analitis, ketelitian, dan pemahaman mendalam tentang proses penyusunan Rencana Anggaran Biaya dalam proyek konstruksi. Penggunaan sumber daya daring memberikan fleksibilitas dan aksesibilitas dalam belajar, mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin terhubung dan berbasis data. Selamat mengerjakan!

Read More »
27 April | 0komentar

Hari Ke-7 Pembekalan CPP Kamis, 02 November 2023 (Koneksi Antar Materi)

Soal Pada LMS :
Setelah Penulis mempelajari praktik Pendidikan yang Memerdekakan, Penulis diminta untuk menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tempat Penulis bekerja dengan menjawab pertanyaan berikut: 
Ceritakan hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan? Hal-hal yang tidak selaras terkait praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu diubah atau dikembangkan bahkan dihilangkan? 
Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dilihat di drive bawah ini :


Koneksi Antar Materi 
Pendidikan yang Memerdekakan Hari Ke-7 Pembekalan Calon Pengajar Praktik 
 Oleh
 Sarastiana 
SMK Negeri 1 Bukateja 

Pada pembekalan Calon Pengajar Praktik (CPP) pada hari ke-7 dengan materi Pendidikan yang Memerdekakan, CPP menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tenpat CPP bekerja. 

Hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip Pendidikan yang memerdekakan? 
Hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan di Sekolah saya, yang mendukung Visi Sekolah (Menjadikan SMK Unggulan berbasis Budaya Industri yang menghasilkan Tamatan berkarakter, Kompeten, Kompetitif dan Berwawasan Lingkungan) adalah: 

1. Pembiasaan Kegiatan Pagi : 
Pra Kegiatan Pembelajaran diawali dengan melaksanakan kegiatan pembiasaan yang merupakan implementasi dari P5 yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan.tema ini merupakan bentuk upaya dalam membangun kesadaran untuk menjaga pola hidup yang baik (disiplin, tanggungjawab, motivasi,loyalitas, integritas, hidup sehat/bersih dsb) pola hidup tersebut melibatkan lingkungan dan aksi nyata dalam keseharian (kemdikbudristek) yaitu :

No

Kegiatan

Waktu

Ket

1

Apel pagi

07.00 s.d. 07.10

Hari Senin diadakan Upacara bendera s.d Pkl 07.40

2

 Mars Anti Bullying

07.10 s.d. 07.15

 

2

Menyanyikan Indonesia raya

07.15 s.d. 07.17

 

3

Membaca Asmaul Husna

07.15 s.d. 07.20

 

 

 

 

 




2. Penyusunan kesepakatan / Keyakinan kelas 

Penyusunan kesepakatan kelas, dimana di Sekolah peraturan yang ada adalah kesepakatan antara pendidik dan murid. Di awal tahun ajaran wali kelas beserta guru mata pelajaran bersama murid membuat kesepakatan kelas beserta konsekuensinya apabila ada pelanggaran. 

3. Materi Ajar yang Kontekstual dan Faktual 
Materi pembelajaran atau bahan ajar yang selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Pembelajaran yang materinya kotekstual yang disesuaikan dengan berbagai kebutuhan dan kondisi yang sedang berkembang. Selain itu, materi-materi itu secara faktual atau yang kira- kira sedang dialami oleh perkembangan murid itu sendiri. Pembelajaran yang mementingkan pada kebutuhan belajar murid. Kebutuhan tersebut meliputi kesiapan belajar murid, minat belajar murid, dan profil murid. 


4. Menggunakan Beragam Metode dan Teknik Pembelajaran 
Dalam memenuhi setiap kebutuhan belajar murid, guru harus mampu menggunakan metode atau teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini penting untuk mengikatkan situasi dan proses pembelajaran berlangsung agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Di Sekolah kami pun sudah melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid melalui penerapan berbagai metode pembelajaran seperti Berdiferensiasi, STEAM, Project Base Learning (PjBL), Experiential Learning, dll. Sehingga murid terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 

5. Implementasi Modul Ajar yang berkolaborasi antara Mapel Umum dan Mapel Kejuruan untuk Pada pembelajaran berbasis Proyek. 
Pada Modul Ajar guru umum (Matematika), Bahasa Inggris, Sejarah, Bhs Indonesia, Olah Raga, dsb. Berkolaborasi dengan mapel Kejuruan. Jadi guru mapel umum memilih CP yang sesuai/ mendukung materi kejuruan.

6. Pembelajaran Berdifernsiasi
    Berdiferensiasi secara konten, proses dan produk
   


Hal-hal yang tidak selaras terkait prakti prinsip Pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu dirubah ?
1. Gaya belajar diktator (berpusat pada guru) 
 Gaya belajar yang memaksakan atas kehendak gurunya tanpa memperhatikan kebutuhan para murid. Sebagian Guru masih menuntut agar para murid turut dan patuh pada apa yang dilakukan oleh gurunya. Hal ini tidak selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Masih ada diantara guru senior yang menerapkan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan mengutamakan capaian konten saja. 

2. Punishment and reword 
Hal ini karena dapat berdampak kurang baik yang dirasakan oleh para murid, murid memiliki pemikiran yang sesaat. Misalnya dengan adanya punishment, murid akan terasa tertekan dan menjadi pendendam. Begitu juga dengan reword murid akan merasa bahagia dan tertantang jika ada sesuatu hal jika ada hadiah, dan sebaliknya murid akan merasa kecewa jika hadiah itu tidak tersedia. Masih ada beberapa guru yang masih memberikan hukuman yang tidak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan murid. 

3. Model pendidikan klasikal/monoton 
Melalui belajar yang lebih mendalam, mungkin menjadi jelas bahwa model pendidikan yang mengharuskan semua siswa mengikuti kurikulum yang sama, mengukur kemajuan dengan standar yang sama, dan mengejar tujuan yang seragam tidak selalu efektif atau memadai. Dalam pendekatan Pendidikan yang Memerdekakan, perlu diakui bahwa setiap siswa memiliki keunikan, minat, dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih diferensiasi dan responsif terhadap individu perlu dipertimbangkan.

Read More »
02 November | 0komentar

Voice, Choice and Ownership

Pemilihan Ketua OSIS, PILKETOS

Suara Murid (Voice), Pilihan Murid (choice), dan Kepemilikan Murid (ownership) saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. 
Guru menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? 

1. Suara Murid (voice) 
Bukan hanya sekedar memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai. 
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. 
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”: 
Membangun budaya saling mendengarkan. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar. 
  1. Mmberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi. 
  2. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas. 
  3. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  4. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian. 
  5. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran. 
  6. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal. 
  7. Membuat daftar rutinitas bersama murid. 
  8. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb. 
Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid. 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 
2. Pilihan (Choice)
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya. 
  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan. 
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari. 
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program. 
  4. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok. 
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan. 
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini. 
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka. 
  9. Memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.

3. Kepemilikan Murid (ownership) 
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya. Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. 
Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi. 

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”: 
  1. Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri. Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan. 
  2. Merespon umpan balik yang diberikan murid. menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka.. 
  3. Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran. 
  4. Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ) 
  5. Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb. 
  6. Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri. 
  7. Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas. 
  8. Melakukan self assessment 
  9. Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  10. Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi. 

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya. 
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan, kepemilikan dan suara ini, 
Situasi 1 Bu Dian mengajar di Kelas X. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. 
Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout tersebut. 

Refleksi setelah beberapa hari berlangsung
Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. 
Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif. 

Situasi 2 Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika” dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Dalam proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok startkolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok star tersebut. 

Situasi 3 Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. 
Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang. 

Situasi 4. Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. 
Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. 
Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut. 

Situasi 5 Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. 
Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu, sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. 
Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar sekolah. 

Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah:
  1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya. 
  2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana.
  3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya. 
  4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. 
  5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. 
  6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. 
Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan. (di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016) Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid. Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid, guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. 
Klik Materi berikut tentang Keterlibatan Komunitas dengan Judul : Komunitas Untuk Mewujudkan Student Agency.



Read More »
12 July | 0komentar