Read More »
Metabolisme Jiwa Seorang Guru Sejati
Read More »
Mengapa Anak Kita Dicetak Seragam, Bukan Dibiarkan Tumbuh Utuh?
- Hubungan Guru-Murid: Sikap saling dukung dan memihak kini berubah menjadi saling hujat, bahkan kekerasan menjadi hal yang bisa dimaklumi seolah itu cara cepat untuk menertibkan.
- Penghakiman Siswa: Anak yang "bodoh" atau "tak beradab" tak lagi kita peluk dengan sabar dan tuntunan. Kita melabeli mereka, menyingkirkannya, seolah kegagalan itu sepenuhnya milik mereka, bukan karena sistem yang kehilangan makna dan gagal memberi arti.
Read More »
Dari Gaduh Medsos ke Nalar Kritis
- Fakta Kasus: Siswa merokok di sekolah. Kepala sekolah melakukan kontak fisik (menampar).
- Reaksi Publik: Komentar pro dan kontra, pihak sekolah dinonaktifkan, orang tua melapor polisi, siswa lain mogok belajar sebagai bentuk solidaritas.
- Hukum dan Etika: Pertanyaan tentang batasan disiplin guru, hak anak, dan kode etik pendidikan.
Read More »
"Laundry Karakter ?"
![]() |
| Praktik Pembelajaran Mendalam (PM) |
Read More »
Pembelajaran Mendalam Yang Saintifik
|
Metode Mengajar Guru |
Keaktifan Siswa |
||
|
Tidak Ada |
Ada,Insidental |
Ada, Tinggi |
|
|
Tidak Ada |
A |
B |
C |
|
Ada,Insidental |
D |
E |
F |
|
Ada,Berkualitas |
G |
H |
I |
- Situasi A, kedua pihak guru dan siswa sama-sama tidak mempunyai minat mengajar dan belajar, maka sebenarnya tidak ada kegiatan pembalajaran.
- Situasi B, guru tidak siap mengajar karena belum menyiapkan metode mengajar, sedangkan siswa hanya memiliki sedikit niat belajar.
- Situasi C, siswa memiliki niat belajar yang sangat tinggi, tetapi guru tidak siap mengajar.
- Situasi D, guru belum terlalu siap mengajar, jadi hanya insidental, sedangkan siswa tidak memiliki niat belajar, maka akan terjadi situasi pembelajaran tanpa respon dari siswa.
- Situasi E, situasi pembelajaran hanya bersifat insidental, Hasilnya hanyalah tujuan yang tercapai secara tidak sadar. Tujuan diperoleh hanya melalui peniruan, penularan atau perembesan secara tidak sadar.
- Situasi F, guru mengajar hanya insidental, yaitu hanya persiapan sekedarnya, tetapi minat siswa dalam belajar tinggi, sehingga pembalajaran masih disadari oleh siswa.
- Situasi G, walaupun guru sangat siap mengajar tetapi pada pihak siswa tidak terdapat minat belajar sama sekali. Pada situasi ini tidak tercipta situasi pembalajaran sama sekali.
- Situasi H, walaupun guru sangat siap mengajar, tetapi minat siswa dalam belajar hanya bersifat insidental, sehingga tujuan pembelajaran hanya disadari oleh guru.
- Situasi I, adalah situasi pembelajaran yang paling ideal, keaktifan siswa maksimal, sedangkan guru sangat siap mengajar dengan metode dan persiapan yang matang dalam mengajar, sehingga kedua belah pihak melakukan peranannya masing-masing.
Read More »
Kisah Perubahan Kiblat: Ketika Iman Diuji dan Dibenarkan
- Ketaatan Total: Keimanan sejati adalah kesiapan untuk mengubah praktik ibadah seketika ketika perintah Allah datang, tanpa keraguan atau penundaan.
- Rahmat Allah: Allah menghargai iman dan ketaatan hamba-Nya pada setiap masa. Selama kita berpegang teguh pada petunjuk yang ada, amal ibadah kita dijamin aman di sisi-Nya.
Read More »
Stop 'Gumunan'! Darah Para Pencipta Peradaban Mengalir di Tubuhmu.
Read More »
"Deep Learning Sejati: Momen Saat Empati Mengalahkan Semua Teori dan RPP."
Read More »
TERUNGKAP: Alasan Sejati Wanita Dominasi Neraka !
- Merusak Hubungan: Mengabaikan kebaikan pasangan secara terus-menerus dapat merusak cinta dan ikatan rumah tangga yang dibangun atas dasar saling menghargai.
- Melukai Hati: Kalimat yang meniadakan seluruh pengorbanan adalah pedang yang melukai hati pasangan dan bisa menjatuhkan nilainya di mata Allah.
- Wujud Ketidaksyukuran: Dalam pandangan Islam, berterima kasih kepada manusia (suami/istri) adalah jembatan menuju syukur kepada Allah. Barangsiapa tidak berterima kasih kepada manusia, ia tidak bersyukur kepada Allah.
- Lisan adalah Penjaga Pintu Surga: Jagalah lisan dari ucapan yang meniadakan pengorbanan suami. Biasakan mengucapkan terima kasih atas hal terkecil sekali pun.
- Fokus pada Kebaikan: Latihlah diri untuk selalu fokus pada kebaikan dan kelebihan suami, bukan hanya pada satu kekurangan yang terlihat.
- Berbaik Sangka (Husnuzan): Pahami bahwa suami juga manusia yang bisa luput dan salah. Jangan jadikan satu kesalahan sebagai alasan untuk melupakan seluruh kebaikannya.
Read More »
Gagal Itu Data, Pengalaman Itu Hikmah: Membangun Kebiasaan Reflektif di Setiap Ruang Kelas
| Founder GSM |
Read More »
Kembali pada Esensi: Tiga Pilar Pola Pikir
Read More »
Membentuk Pikiran yang Merdeka dan Bermakna
![]() |
| Wisuda UNS, 27 Sept 2025 |
Read More »
Pendidikan yang Kita Inginkan: Bukan Hanya Mengakses, tapi Memahami
Fenomena yang sering kita lihat adalah pergeseran budaya belajar menjadi serba instan. Anak-anak terbiasa mendapatkan jawaban secara cepat tanpa perlu melalui proses berpikir yang mendalam. Alih-alih merenungkan suatu masalah, mereka cenderung mencari "solusi" di internet. Alih-alih membaca buku untuk memahami suatu konsep, mereka lebih memilih menonton video ringkasan yang durasinya hanya beberapa menit.
Tentu saja, konten-konten singkat ini bisa menjadi alat bantu yang berguna. Namun, jika ini menjadi satu-satunya cara belajar, kita perlu khawatir. Proses belajar yang hanya berfokus pada kecepatan dan ringkasan dapat mengikis kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan berefleksi. Kemampuan untuk menganalisis informasi, membedakan fakta dan opini, serta menyusun argumen yang logis menjadi tumpul. Mereka menjadi konsumen pengetahuan, bukan produsennya.
Ketika sebuah tugas sekolah bisa diselesaikan dengan "copy-paste" dari internet, lalu di mana letak pengalaman belajar yang berharga? Pengalaman untuk berjuang memahami suatu materi, berdiskusi dengan teman, atau menemukan solusi setelah melalui serangkaian kesalahan adalah hal yang justru membentuk karakter dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang otentik. Proses jatuh-bangun inilah yang memberikan makna dan kekuatan pada pengetahuan yang mereka peroleh.
Pendidikan yang Kita Inginkan: Bukan Hanya Mengakses, tapi Memahami
Lalu, apakah ini jenis pendidikan yang ingin terus kita pertahankan? Pendidikan yang menghasilkan generasi yang pintar menghafal tapi miskin nalar? Atau kita menginginkan generasi yang mampu beradaptasi dengan kompleksitas dunia, memiliki empati, dan mampu memberikan solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi?
Pendidikan di era digital tidak boleh lagi hanya berfokus pada penyaluran informasi. Peran guru dan orang tua harus bergeser dari sekadar penyedia informasi menjadi fasilitator dan pembimbing. Kita perlu mengajak anak-anak untuk bertanya, "mengapa," bukan hanya "apa." Kita perlu menantang mereka untuk berdebat, bukan sekadar menerima. Kita harus menciptakan ruang di mana mereka merasa aman untuk bereksperimen, membuat kesalahan, dan belajar dari sana.
Penting bagi kita untuk:
Membiasakan diskusi dan refleksi. Ajak anak untuk memproses informasi yang mereka dapatkan. Tanyakan pendapat mereka, minta mereka untuk menjelaskan alasannya, dan ajak mereka melihat suatu isu dari berbagai sudut pandang.
Mengembangkan proyek berbasis minat. Berikan mereka tugas yang menuntut penelitian mendalam, analisis, dan kreativitas. Ini akan mendorong mereka untuk melakukan lebih dari sekadar mencari jawaban instan.
Menumbuhkan rasa ingin tahu yang otentik. Dorong mereka untuk bertanya, mencari tahu lebih dalam, dan berani untuk tidak tahu jawabannya. Ini adalah fondasi dari setiap penemuan dan inovasi.
Di tangan kita, ada tanggung jawab besar untuk membimbing anak-anak agar dapat memanfaatkan kekayaan informasi global tanpa kehilangan esensi dari proses belajar yang bermakna. Kita tidak bisa mencegah mereka untuk mengakses dunia, tapi kita bisa membantu mereka untuk memahaminya. Mari kita ciptakan pendidikan yang menghasilkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana, kritis, dan reflektif.
Read More »
Seberapa Panjang Bajumu? Refleksi Keimanan dalam Hadits Rasulullah ﷺ
Read More »




.jpg)






.jpeg)





