Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by date for query Peluang. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query Peluang. Sort by relevance Show all posts

Mengukur Keberhasilan Pelatihan Coding dan Kecerdasan Artifisial

Keberhasilan Pelatihan Coding dan Kecerdasan Artifisial
Indikator Capaian yang Perlu Anda Tahu Pelatihan koding dan kecerdasan artifisial (KKA) kini menjadi semakin krusial dalam mempersiapkan individu menghadapi era digital. Namun, bagaimana kita bisa tahu jika pelatihan tersebut benar-benar efektif? Mengukur keberhasilan bukan hanya tentang partisipasi, melainkan juga seberapa jauh peserta menguasai materi dan mampu mengaplikasikannya.
Berikut adalah beberapa indikator capaian penting yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelatihan coding dan kecerdasan artifisial:
  1. Pemahaman Komprehensif tentang Ruang Lingkup dan Dampak Coding dan KA Peserta pelatihan yang sukses harus mampu menjelaskan ruang lingkup coding dan KA secara menyeluruh. Ini mencakup pemahaman dasar tentang apa itu coding, jenis-jenis bahasa pemrograman, serta konsep-konsep dasar kecerdasan artifisial seperti machine learning, deep learning, dan pemrosesan bahasa alami. Selain itu, peserta juga diharapkan dapat menguraikan dampak signifikan coding dan KA pada pembelajaran. Mereka perlu memahami bagaimana teknologi ini merevolusi cara kita belajar, memecahkan masalah, dan berinovasi. Ini bukan hanya tentang mengetahui definisi, melainkan juga tentang melihat gambaran besar dan implikasinya di berbagai sektor.
  2. Penguasaan Prinsip Berpikir Komputasional, Literasi Digital, dan Kecerdasan Artifisial Indikator penting lainnya adalah kemampuan peserta untuk menjelaskan prinsip-prinsip fundamental yang mendasari bidang ini. Ini meliputi: (1) Berpikir komputasional: Kemampuan memecahkan masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, mengenali pola, melakukan abstraksi, dan merancang algoritma. (2) Literasi digital: Kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi melalui teknologi digital, serta memahami etika dan keamanan digital. (3) Kecerdasan artifisial: Pemahaman mendalam tentang bagaimana sistem KA belajar, membuat keputusan, dan berinteraksi dengan dunia nyata, termasuk batasan dan potensi risikonya. Peserta yang berhasil tidak hanya menghafal, tetapi juga menunjukkan pemahaman konseptual yang kuat terhadap ketiga pilar ini.
  3. Kemampuan Merancang Penerapan Berpikir Komputasional, Literasi Digital, dan KA di Lingkungan Sekolah Salah satu indikator capaian paling transformatif adalah kemampuan peserta untuk merancang penerapan praktis dari konsep yang telah dipelajari. Ini berarti mereka dapat: Mengidentifikasi bagaimana berpikir komputasional dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum berbagai mata pelajaran. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan literasi digital di kalangan siswa dan staf sekolah. Merancang proyek atau kegiatan yang memanfaatkan kecerdasan artifisial untuk meningkatkan pengalaman belajar, misalnya, melalui chatbot edukasi atau sistem rekomendasi personal. Kemampuan ini menunjukkan bahwa peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerjemahkannya ke dalam solusi nyata.
  4. Penentuan Dimensi Profil Lulusan untuk Tujuan Pembelajaran Coding dan KA Peserta pelatihan harus mampu menentukan dimensi, elemen, dan sub-elemen dimensi profil lulusan yang relevan dengan tujuan pembelajaran coding dan KA. Ini melibatkan pemahaman tentang kerangka kurikulum dan bagaimana setiap kegiatan pembelajaran dapat berkontribusi pada pembentukan profil lulusan yang diinginkan. Misalnya, mereka harus bisa mengidentifikasi bagaimana proyek coding tertentu dapat mengembangkan dimensi "kreativitas" atau bagaimana studi kasus tentang etika KA dapat berkontribusi pada dimensi "gotong royong" atau "bernalar kritis". Ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang integrasi kurikulum dan pengembangan siswa secara holistik.
  5. Refleksi Peluang dan Tantangan Implementasi Mapel KKA di Sekolah. Indikator terakhir yang krusial adalah kemampuan peserta untuk merefleksikan peluang dan tantangan yang muncul dalam implementasi mata pelajaran Coding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) di lingkungan sekolah. Ini mencakup: (1) Peluang: Mengidentifikasi potensi peningkatan kualitas pembelajaran, pengembangan keterampilan abad ke-21, peningkatan inovasi, dan persiapan siswa untuk masa depan. (2) Tantangan: Mengakui hambatan seperti ketersediaan infrastruktur, kurangnya guru terlatih, resistensi terhadap perubahan, isu privasi data, dan bias algoritmik. 
Kemampuan untuk merefleksikan kedua sisi koin ini menunjukkan pemikiran kritis dan kesiapan untuk menghadapi realitas implementasi, bukan hanya optimisme buta. Dengan mengacu pada indikator-indikator capaian ini, penyelenggara pelatihan dapat mengukur efektivitas program mereka dengan lebih akurat, memastikan bahwa peserta tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang mendalam untuk menjadi agen perubahan di era digital.

Read More »
02 July | 0komentar

Berpikir Komputasional dan Pemanfaatan Teknologi (Mapel KKA)

Tujuan KKA
Di era digital yang terus berkembang pesat, kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi menjadi krusial. Lebih dari sekadar penggunaan alat digital, kita dituntut untuk memiliki kecakapan digital yang mendalam, dimulai dari cara kita berpikir hingga cara kita menciptakan solusi. Artikel ini akan membahas empat pilar penting dalam membentuk warga digital yang kompeten dan bertanggung jawab: berpikir komputasional, literasi digital, pengelolaan data, dan berkarya dengan teknologi. Berikut tujuan dari pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA)

Terampil Berpikir Komputasional: 
Fondasi Pemecahan Masalah Berpikir komputasional adalah sebuah kerangka berpikir yang memungkinkan kita memecahkan masalah kompleks layaknya seorang ilmuwan komputer. Ini bukan hanya tentang coding, melainkan tentang bagaimana kita mendekati masalah secara logis, sistematis, kritis, analitis, dan kreatif. Ada empat pilar utama dalam berpikir komputasional: 


  • a) Dekomposisi: Memecah masalah besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola. Bayangkan Anda ingin membangun rumah; Anda tidak langsung membangun semuanya, melainkan membaginya menjadi pondasi, dinding, atap, dan seterusnya. 
  • b) Pengenalan Pola: Mengidentifikasi kesamaan, tren, atau pola dalam data atau masalah yang berbeda. Jika Anda menyadari bahwa beberapa masalah memiliki pola yang sama, Anda bisa menggunakan solusi yang sama untuk menyelesaikannya. 
  • c) Abstraksi: Menyaring informasi yang tidak relevan dan fokus pada detail yang penting. Ini seperti membuat peta — Anda tidak perlu melihat setiap pohon atau batu, hanya jalan utama dan penanda penting. 
  • d) Algoritma: Mengembangkan langkah-langkah atau instruksi yang jelas dan berurutan untuk memecahkan masalah atau mencapai suatu tujuan. Ini adalah "resep" untuk menyelesaikan tugas. Dengan menguasai berpikir komputasional, kita tidak hanya menjadi pemecah masalah yang lebih baik, tetapi juga lebih adaptif dalam menghadapi tantangan di berbagai aspek kehidupan, dari pekerjaan hingga kehidupan sehari-hari. 

Cakap dan Bijak sebagai Warga Masyarakat Digital 
Menjadi warga masyarakat digital berarti lebih dari sekadar memiliki akun media sosial. Ini tentang menjadi individu yang literat, produktif, beretika, aman, berbudaya, dan bertanggung jawab dalam interaksi online. Literat: Mampu memahami, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara efektif di berbagai platform digital. Ini termasuk kemampuan membedakan berita palsu (hoaks) dari informasi yang benar. Produktif: Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan nilai, baik dalam pekerjaan, pendidikan, maupun aktivitas personal. Beretika: Mematuhi norma-norma perilaku yang baik di dunia maya, menghormati privasi orang lain, dan menghindari perundungan siber (cyberbullying). Aman: Menjaga keamanan data pribadi dan akun online dari serangan siber seperti phishing atau peretasan. Berbudaya: Memahami dan menghargai keragaman budaya di ruang digital, serta berpartisipasi dalam interaksi yang konstruktif. Bertanggung Jawab: Mengakui dampak dari tindakan online kita, baik positif maupun negatif, dan siap menanggung konsekuensinya. Dengan menjadi warga masyarakat digital yang cakap dan bijak, kita berkontribusi pada lingkungan online yang lebih sehat, aman, dan produktif bagi semua. 

Terampil Mengelola dan Memanfaatkan Data untuk Pemecahan Masalah 
Kehidupan Di dunia yang digerakkan oleh data, kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan data adalah keterampilan yang sangat berharga. Data ada di mana-mana, dari catatan kesehatan hingga tren pembelian. Kemampuan untuk mengumpulkan, membersihkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data dapat memberikan wawasan yang mendalam dan membantu kita membuat keputusan yang lebih baik dalam berbagai konteks: Mengidentifikasi Masalah: Data dapat membantu kita melihat pola atau anomali yang menunjukkan adanya masalah. Mencari Solusi: Dengan menganalisis data, kita dapat menemukan hubungan sebab-akibat atau mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu masalah, sehingga memudahkan kita merancang solusi yang tepat. Mengukur Dampak: Setelah menerapkan solusi, data dapat digunakan untuk mengukur efektivitasnya dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Misalnya, seorang pemilik usaha kecil dapat menganalisis data penjualan untuk mengidentifikasi produk terlaris atau periode penjualan puncak, sehingga dapat mengoptimalkan strategi pemasaran dan persediaan. 

Terampil Berkarya dengan Kode dan Kecerdasan Artifisial 
Puncak dari semua keterampilan ini adalah kemampuan untuk berkarya dengan menghasilkan rancangan atau program melalui proses koding dan pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI). Coding adalah bahasa yang memungkinkan kita "berbicara" dengan komputer dan memberinya instruksi. Dengan coding, kita dapat menciptakan aplikasi, situs web, game, dan berbagai solusi digital lainnya. Kecerdasan Artifisial (AI), di sisi lain, adalah bidang yang berfokus pada pengembangan sistem yang dapat belajar dari data, memahami, dan bahkan membuat keputusan seperti manusia. Memanfaatkan AI dalam karya kita berarti kita dapat menciptakan solusi yang lebih cerdas, efisien, dan otomatis. Contohnya: Membangun chatbot layanan pelanggan yang dapat menjawab pertanyaan secara otomatis. Mengembangkan sistem rekomendasi yang menyarankan produk atau konten berdasarkan preferensi pengguna. Menciptakan alat yang dapat menganalisis gambar atau suara untuk tujuan tertentu. Menggabungkan kemampuan koding dengan pemahaman tentang AI membuka peluang tak terbatas untuk inovasi. Ini memberdayakan kita untuk tidak hanya mengonsumsi teknologi, tetapi juga menjadi pencipta dan inovator di garis depan perkembangan digital. 

Menguasai keempat pilar ini – berpikir komputasional, literasi digital, pengelolaan data, dan berkarya dengan teknologi – adalah investasi penting untuk masa depan. Ini membekali kita dengan keterampilan yang tidak hanya relevan di dunia kerja, tetapi juga esensial untuk menjalani kehidupan yang produktif, bermakna, dan bertanggung jawab di era digital. Dengan terus mengasah kecakapan-kecakapan ini, kita dapat menjadi agen perubahan yang positif dan inovatif dalam masyarakat.

Read More »
01 July | 0komentar

Rasional Mapel Koding dan Kecerdasan Artifisial

Integrasi pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) dalam pendidikan memungkinkan penggunaan teknologi secara maksimal untuk mendukung pembangunan nasional. Dalam hal peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, pembelajaran ini mengasah keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah, yang sejalan dengan upaya meningkatkan daya saing di tingkat global.
Dari sudut pandang ekonomi berkelanjutan, keahlian dalam koding dan KA menciptakan peluang ekonomi baru, mendukung inovasi, dan mendorong pertumbuhan industri digital, yang memungkinkan generasi muda berkontribusi pada ekonomi kreatif. Lebih jauh lagi, dalam konteks inovasi dan teknologi untuk pembangunan, pendidikan berbasis koding dan KA menghasilkan generasi inovator yang dapat berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengatasi berbagai tantangan sosial.
Selain itu, program pembelajaran koding dan KA juga memperkuat pemerataan akses pendidikan berkualitas, sehingga semua peserta didik, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi, mendapatkan kesempatan belajar yang setara. Yang tak kalah penting, penguatan identitas nasional tetap terjaga, karena teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan mempromosikan budaya lokal di arena global.
Dengan mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA dalam sistem pendidikan nasional, diharapkan generasi mendatang dapat menciptakan solusi inovatif untuk tantangan nasional, mendorong kesejahteraan sosial-ekonomi, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang inovatif di kancah global.
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin mengarah pada digitalisasi di berbagai sektor, diharapkan penerapan koding dan kecerdasan artifisial (KA) di dunia pendidikan dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak peserta didik. Hal ini penting agar mereka memiliki bekal yang cukup untuk bersaing di era industri digital yang cepat dan inovatif. Teknologi KA tidak hanya berpengaruh pada ekonomi dan lapangan kerja, tetapi juga membentuk norma sosial dan budaya. Oleh karena itu, peserta didik perlu memahami dampak sosial serta etika dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi tersebut.
Mata pelajaran Koding dan KA memiliki pendekatan holistik, di mana pembelajaran tidak hanya berfokus pada kompetensi teknis. Peserta didik juga akan mengembangkan diri mereka sebagai individu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, komunikatif, mandiri, dan sehat.
Seluruh aspek kompetensi yang diperoleh melalui pembelajaran Koding dan KA saling terintegrasi dan melengkapi. Hal ini sangat penting karena akan memberikan dukungan kepada peserta didik untuk menghadapi dunia yang terus berubah, mengatasi tantangan baru, dan berkontribusi pada kesejahteraan diri mereka maupun orang lain.

Read More »
01 July | 0komentar

Pembelajaran Mendalam

Indonesia menghadapi berbagai tantangan, baik pada saat ini maupun saat masa depan, yang tidak pasti, tidak menentu, kompleks, ambigu, dan sulit diprediksi. Tantangan-tantangan tersebut hanya dapat dijawab melalui transformasi pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu dan merata untuk semua melalui pembelajaran yang bermakna misalnya.
Tantangan internal pendidikan Indonesia terletak pada krisis pembelajaran yang berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran meskipun akses pendidikan dasar dan menengah sudah cukup baik. Pendekatan pembelajaran yang tidak efektif berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca dan numerasi peserta didik Indonesia, seperti yang tercermin dalam hasil PISA. Literasi dan numerasi yang masih rendah terjadi karena terdapat kesenjangan efektivitas pembelajaran di sekolah yang belum memberi kesempatan luas kepada guru untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Tantangan lain yaitu kompetensi guru yang masih harus ditingkatkan agar guru memiliki pola pikir yang bertumbuh (growth mindset). Selain itu, beban kerja guru yang sangat berat dan lebih banyak berkaitan dengan tugas administratif mengurangi fokus mereka pada peran utama sebagai pendidik.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan itu, sistem pendidikan nasional Indonesia perlu ditransformasi secara terstruktur, sistemik dan masif. Melanjutkan praktik pembelajaran seperti saat ini akan sulit meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, transformasi pendidikan merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda lebih lama lagi, atau sangat kritis dan sangat urgen. Berdasar praktik di berbagai negara, transformasi pendidikan nasional yang efektif bukan top-down, tetapi bottom-up, dimulai dari transformasi pembelajaran di setiap ruang kelas.
Selain tantangan tersebut, Indonesia memiliki keberagaman yang merupakan modal berharga untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna. Pemanfaatan teknologi merupakan peluang akses pendidikan bagi berbagai lapisan masyarakat. Momentum Bonus Demografi 2035 dan visi Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi sistem pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia berupaya dengan cepat dan tepat untuk mengakselerasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran, salah satunya Pembelajaran Mendalam (PM).
Untuk konteks Indonesia, PM bukan kurikulum melainkan suatu pendekatan pembelajaran. Pembelajaran Mendalam juga bukan pendekatan baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Sejak tahun 1970-an telah dikenalkan pendekatan pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), Contextual Teaching and Learning (CTL). Akan tetapi, semua pendekatan tersebut masih banyak menghadapi kendala baik dalam tataran konsep maupun implementasi. Oleh karena itu, PM berfungsi sebagai fondasi utama dalam peningkatan proses dan mutu pembelajaran.



Definisi Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.
  • Berkesadaran Pengalaman belajar peserta didik yang diperoleh ketika mereka memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta didik memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai tujuan.
  • Bermakna Peserta didik dapat merasakan manfaat dan relevansi dari hal-hal yang dipelajari untuk kehidupan. Peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan lama dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata.
  • Menggembirakan Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar yang positif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. Peserta didik merasa dihargai atas keterlibatan dan kontribusinya pada proses pembelajaran. Peserta didik terhubung secara emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan menerapkan pengetahuan.
  • Olah pikir Merupakan proses pendidikan yang berfokus pada pengasahan akal budi dan kemampuan kognitif, seperti kemampuan untuk memahami, menganalisa, dan memecahkan masalah.


Kerangka Kerja Pembelajaran Mendalam

Read More »
23 June | 0komentar

Sekolah Unggul untuk Siapa, Sekolah Rakyat untuk Apa?

Belum terang benderang pelaksanaan Deep Learning pada pendidikan kita, akhir-akhir di dunia pendidikan terdengar sayup-sayup memperbincangkan berkaitan dengan sekolah unggulan dan sekolah rakyat. Dua istilah atau nama itu yaitu Sekolah unggul, sekolah rakyat nama yang terlihat begitu sakral unggul dan rakyat. Yang satu menjanjikan: prestasi, keunggulan, masa depan gemilang. Satunya lagi membawa harapan, kesempatan, dan keberpihakan bagi yg terpinggir dan tersisihkan siapa lagi kalau bukan rakyat. 
Dua wajah dari sebuah cita-cita pendidikan?
Tapi… benarkah demikian?” Mengapa ada sekolah rakyat? Bukankah setiap sekolah seharusnya menjadi tempat bagi seluruh rakyat? Bukankah pendidikan adalah hak semua orang, bukan sesuatu yang perlu 'dikategorikan'? Ah… tetapi, mungkin ini memang kenyataan yg harus diterima. 
Sekolah unggul untuk mereka yg ‘terpilih’, sekolah rakyat untuk mereka yang ‘tersisih’. Seperti dua jalur yg berpisah, masing-masing menentukan nasib penghuninya. Yang satu untuk melahirkan pemimpin unggul, yg lain melahirkan kesempatan bisa bekerja memperbaiki nasib. Yang satu berorientasi pada inovasi, yang lain berjuang memberi peluang untuk mengenyam pendidikan dan bisa bertahan hidup. 
Bukankah ini yang terjadi? Lalu di mana Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Bukankah para pendahulu kita memperjuangkan dan mengajarkan tentang kesetaraan, tentang kemerdekaan, tentang hak yg sama bagi semua anak bangsa? Ataukah kita telah kembali ke masa lalu, di mana pendidikan adalah hak segelintir orang, sementara yg lain cukup puas dengan serpihan² kesempatan? 
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa bukan untuk menciptakan sekolah bagi orang kaya, bukan untuk menciptakan sekolah yg membedakan kasta sosial. Ia mendirikan sekolah untuk membebaskan jiwa-jiwa tertindas dari kebodohan. Ia ingin agar pendidikan bukan lagi menjadi hak istimewa, melainkan cahaya bagi semua rakyat. 
Jadi, apa yang kita butuhkan sebenarnya? Sekolah unggul yg benar² menciptakan pemimpin yg unggul tapi juga merakyat. Bukan sekolah yg membangun tembok tinggi untuk mereka yg berduit. Kita butuh sekolah yg tidak hanya memberi ‘akses’, tapi benar² menjamin pemerataan, djmana masih ada sekolah negeri atau swasta yang berlantai tanah, atapnya bocor, yg jendelanya sudah hilang, bahkan tidak bertembok. 
Kita butuh pemimpin yg tidak hanya cerdas, tapi juga berpihak pada rakyat. Kita butuh perubahan… bukan sekadar slogan. Maka pertanyaannya adalah… apakah kita akan terus membiarkan pendidikan ini menjadi alat pembeda? Atau kita akan mengembalikan esensi pendidikan sebagai alat perjuangan bagi semua? Kita berharap dua program tersebut bukan memperbanyak paradoks dalam dunia pendidikan apalagi sekadar menjalankan program tanpa keberlanjutan. Sebab sekolah seharusnya bukan tentang ‘unggul’ atau ‘rakyat’… tapi tentang bagaimana menciptakan manusia yg benar² menjadi manusia dan merdeka. 
 #kembalimendidikmanusia #kesempatansetara #gerakansekolahmenyenangkan
Sumber : Grup WA GSM Kab. Purbalingga 

Read More »
19 April | 0komentar

Parenting: Bangun Komunikasi Efektif dengan Orang Tua


Pada Jumat, 25 Oktober 2024 dilaksanakan Parenting dengan mengundang Wali Siswa/ orang tua siswa. Pelaksanaan Parenting ini sebagai sarana untuk mengkomunikasikan perkembangan anak kepada orang tua. 
Masa pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan periode penting dalam perkembangan anak. Pada tahap ini, siswa tidak hanya belajar keterampilan teknis, tetapi juga membangun karakter dan mempersiapkan diri untuk dunia kerja. 
Sebagai orang tua, ada beberapa cara untuk memberikan dukungan yang efektif selama masa transisi ini. 
1. Pahami Kurikulum dan Fokus Pendidikan Orang tua perlu memahami kurikulum yang diterapkan di SMK. Setiap jurusan memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan di industri. Dengan mengetahui fokus pendidikan anak, orang tua dapat memberikan dukungan yang lebih relevan, baik dalam bentuk materi pelajaran maupun bimbingan karier. 
2. Dukung Minat dan Bakat Anak Setiap siswa memiliki minat dan bakat yang berbeda. Orang tua sebaiknya aktif mendengarkan dan mengamati apa yang menjadi passion anak. Dengan memberikan dukungan pada minat tersebut—misalnya, melalui kursus tambahan, workshop, atau kegiatan ekstrakurikuler—anak akan merasa dihargai dan termotivasi untuk berkembang. 
3. Jalin Komunikasi yang Terbuka Komunikasi yang baik adalah kunci dalam hubungan antara orang tua dan anak. Siswa SMK sering kali menghadapi tekanan akademis dan sosial. Luangkan waktu untuk berbicara dengan anak tentang pengalaman sehari-hari mereka, tantangan yang dihadapi, dan pencapaian yang diraih. Dengan mendengarkan tanpa menghakimi, anak akan merasa lebih nyaman untuk berbagi. 
4. Ajarkan Keterampilan Hidup Selain keterampilan teknis, keterampilan hidup juga sangat penting bagi siswa SMK. Orang tua dapat membantu anak mengembangkan kemampuan seperti manajemen waktu, keterampilan komunikasi, dan penyelesaian masalah. Hal ini tidak hanya akan bermanfaat dalam dunia pendidikan, tetapi juga di tempat kerja di masa depan. 
5. Berikan Pengertian tentang Dunia Kerja Sebagai bagian dari pendidikan di SMK, penting bagi siswa untuk memahami dunia kerja. Orang tua bisa membantu dengan berbagi pengalaman kerja mereka sendiri, atau mengundang profesional dari bidang yang relevan untuk berbicara dengan anak. Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih nyata tentang tantangan dan peluang di dunia kerja. 
6. Tawarkan Dukungan Emosional Perubahan adalah bagian dari pertumbuhan, dan siswa SMK seringkali menghadapi perasaan cemas atau ragu. Pastikan anak tahu bahwa mereka memiliki dukungan dari orang tua. Dorong mereka untuk berbagi perasaan dan jangan ragu untuk menunjukkan kasih sayang. Sebuah dukungan emosional yang kuat dapat menjadi pendorong utama bagi keberhasilan anak. 
7. Libatkan Diri dalam Kegiatan Sekolah Terlibat dalam kegiatan sekolah, seperti rapat orang tua, acara sekolah, atau kegiatan ekstrakurikuler, menunjukkan bahwa orang tua peduli terhadap pendidikan anak. Selain itu, hal ini juga memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan guru dan orang tua lainnya, yang bisa memperluas jaringan sosial anak. 
8. Berikan Ruang untuk Mandiri Meskipun dukungan sangat penting, penting juga untuk memberi anak ruang untuk mandiri. Ajak mereka untuk mengambil keputusan terkait pendidikan dan karier mereka sendiri. Ini akan membantu mereka belajar bertanggung jawab dan mengembangkan rasa percaya diri. 

Mendidik anak yang sedang menempuh pendidikan di SMK memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendidikan di sekolah umum. Dengan memahami kurikulum, mendukung minat, menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan dukungan emosional, orang tua dapat membantu anak mereka meraih kesuksesan. Ingatlah bahwa setiap langkah kecil dalam mendukung anak akan berkontribusi pada perkembangan mereka di masa depan.

Read More »
25 October | 0komentar

Semua Siswa Adalah Rangking 1

Pembelajaran berbasis projek

Berawal dari membaca topik menarik dari grup wa GSM Purbalingga, postingan Diyarko.
Padahal kenyataan setiap anak itu unik dan punya cara belajar berbeda pula. Sumber daya dan kemampuan siswa dalam belajar pun berbeda. Sangatlah tidak adil jika memukul rata kemampuan siswa. Begitu pula bagi anak yang “langganan” juara kelas atau sering disebut seorang bintang kelas akan merasa terbebani secara psikologis, karena dituntut harus selalu menjadi rangking satu. Tuntutan ini bisa jadi dari permintaan orang tuanya, maupun internal dirinya sendiri yang selalu ingin dipandang sebagai orang cerdas. Sudah barang tentu akan timbul rasa malu, minder dan sebagai jika peringkatnya turun meski hanya satu tingkat.
Itulah yang dapat memicu terjadinya tindakan negatif. Model pola pikir yang masih sangat belia pada diri anak, memberinya peluang melakukan berbagai cara demi meraih ranking teratas. Mencontek, mencari bocoran soal, timbul tidak suka atau dendam pada teman yang “merebut” posisi rankingnya, adalah beberapa contoh diantara dampak-dampak buruk akibat dari sistem ini. 
Dikutip dari www.aswajadewata.com disampaikan, Dr. Adi Gunawan bahwa hal itu memunculkan fenomena saat ini yakni makin banyak orang pandai, tetapi kejujuran justru menurun. Fakta ini membuktikan bahwa kepandaian yang tidak diimbangi tingkat spiritualitas yang baik dan kecerdasan emosional yang stabil cenderung merugikan orang lain maupun diri anak sendiri. 
Bagi yang bisa ikut les bermacam pelajaran dan tercukupi gizinya, berbeda dengan siswa yang kurang memiliki waktu belajar. Karena, misalnya, siswa tersebut harus membantu pekerjaan orang tuanya.
Adanya perangkingan di kelas secara psikologis memberikan beban terhadap murid-murid kita. Setiap murid memiliki keunikannya masing-masing, namun sekolah memaksakan dengan perangkingan dengan standar yang sama. Apakah itu adil? Sebenarnya sekolah harus mampu memberikan kemerdekaan kepada murid. 
Merdeka berasal dari kata Mahardika atau nomor 1, sehingga murid itu sebenarnya semua murid itu ranking 1 sesuai dengan versinya masing-masing. Ada yang ranking 1 bidang sain, bidang seni tari, musik, lukis dan sebagainya. Terasa indah ketika sekolah mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki murid hingga mencapai versi terbaiknya masing-masing. 
Howard Gardner, profesor pendidik dan peneliti dari Harvard University, Amerika Serikat mengungkapkan, ada 9 aspek kecerdasan dari seorang anak, yang kerap disebut multiple intelligences. Yaitu kecerdasan musikal, intrapersonal, interpersonal, visual spasial, naturalis, kinestetik, moral, verbal linguistik, dan logika matematika. 
Seorang anak bisa jadi memiliki satu jenis kecerdasan yang dominan, atau bahkan memiliki beberapa jenis kecerdasan sekaligus (kecerdasan majemuk). Oleh karena itu, setiap anak memiliki cara belajar sendiri sesuai dengan jenis kecerdasan yang dominan pada dirinya. Anak dengan kecerdasan musikal bisa depresi, jika dituntut harus mendapat skor 100 pada pelajaran sains. Anak dengan kecerdasan kinestetik akan frustasi, jika dipaksa mengikuti sistem pendidikan yang mengharuskannya duduk mencatat selama 8 jam sehari. 
Bukankah akan sangat tidak bijak, jika kita menuntut seorang anak harus meraih nilai sempurna dalam semua mata pelajaran? Tak mungkin pula seekor burung mengalahkan ikan dalam hal berenang? Dan manalah pula ikan mengalahkan burung dalam hal terbang?
Menjadi pertanyaan lanjutan, "Bagaimana denga siswa SMK yang pada masing mapel memiliki CP,capaian pembelajaran yg telah ditetapkan?" Siswa mampu untuk bla bla bla..... 

"Sumber: Grup WA GSM Purbalingga dan dari berbagai Sumber"

Read More »
12 July | 0komentar

Program Kerja Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik


Oleh 
Sarastiana,SPd,MBA


PENDAHULUAN 
 A. Latar Belakang 
Dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional, serta memperhatikan evaluasi diri menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman di Waka Kurikulum, maka kami mencoba untuk menyusun Program Kerja Wakil Kepala Sekolah, agar dapat mengimplementasikan 8 ( delapan ) standar nasional pendidikan, sesuai PP Nomor 4 Tahun 22 sebagai pengganti PP No. 51 Tahun 2021, yang terdiri dari : (1) Standar Kompetensi Lulusa (2) Standar Isi (3) Standar Proses, (4) Standar Penilaian Pendidikan (5) Standar Tenaga (6) Kependidikan Standar Sarana Prasarana, (7)  Standar Pengelolaan,  (8)Standar Pembiayaan, sehingga dapat memberikan bekal pembelajaran kepada para pesrta didik, secara terprogram dalam mencapai peningkatan mutu lulusan di SMK SMK NEGERI 1 BUKATEJA khususnya dan SMK di seluruh Nusantara pada umumnya. 

B. Dasar Hukum 
  1. Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  3. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia; 
  4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam Rangka Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia; 
  5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan; 
  6. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2022 Tentang Standar Nasional Pendidikan; 
  7. Permendikbudriset No. 5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah; 

C. Visi Misi dan Tujuan Sekolah  

1. Visi 
 Menjadikan SMK Unggulan yang berbudaya Industri menghasilkan tamatan berkarakter, kompetitif dan berwawasan lingkungan. 

2. Misi 
1. Meningkatkan sarana dan prasaranan sesuai dengan kebutuhan DU/DI 
2. Meningkatkan manajemen penyelenggaraan diklat dengan sistem manajemen mutu 
3. Melaksanakan diklat berbasis kompetensi dan berstandar nasional 
4. Meningkatkan etos kerja seluruh penyelenggara diklat 
5. Mengoptimalkan dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang tua dan pengusaha dalam penyelenggaraan pendidikan 

D. Tujuan Pembuatan Program Kerja 
a. Memberikan acuan kinerja kepada seluruh warga Waka Kurikulum 
b. Meningkatkan mutu lulusan 
c. Memberikan motivasi kepada seluruh warga program keahlian agar memiliki sikap kreatif dan inovatif 
d. Mengevaluasi program yang lalu untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan program yang berkelajutan 

E. Sasaran 
Seluruh warga sekolah SMK Negeri 1 Bukateja

Read More »
11 July | 0komentar

Focus Group Discussion (FGD)


Focus Group Discussio atau disebut juga dengan istilah kelompok diskusi terarah adalah metode ini banyak digunakan sebagai cara dalam pengumpulan data penelitian sosial, memiliki kelebihan dalam pengambilan data kualitatif. Metode ini sangat populer dalam memberi kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi. Focus group discussion memang lebih dikenal dengan singkatannya FGD, sebuah metode riset kualitatif yang paling terkenal selain metode wawancara. FGD digunakan sebagai diskusi terfokus suatu grup dalam membahas masalah tertentu, namun dalam suasana informal dan santai. Biasanya dalam diskusi ini pesertanya mencapai 8-12 orang dan menggunakan seorang moderator.
Dari sekelompok orang yang terkumpulkan, peneliti, mengambil kesimpulan dari pendapat seputar topik yang dibahas. Diskusi ini akan dipimpin oleh satu orang dan biasanya dijalankan secara informal. Hal ini dilakukan agar peserta tidak merasa tertekan untuk menyampaikan pendapat mereka.Penentuan kandidat sendiri biasanya didasarkan oleh berbagai macam pertimbangan. 
Tentunya yang paling esensial adalah peserta FGD siapa yang akan kita pilih menjadi peserta FGD dan berapa jumlahnya harus dapat kita tentukan dengan baik. Jumlah peserta yang teralu banyak juga tidak efektif karena kurangnya kesempatan untuk mengyampaikan pendapat. Kalau terlalu sedikit akan kurang variasi pernyataan yang didapat. Jumlah peserta yang ideal antara 7-11 orang 
Untuk itulah hal ini perlu diperhatikan karena tidak mudah mengumpulkan masyarakat apalagi dengan karakteristik tertentu, siapa yang akan menjadi peserta harus dibuat kriterianya sehingga dapat dengan jelas diketahui siapa saja yang memenuhi syarat menjadi peserta. Peserta yang tidak memenuhi syarat kita keluarkan (criteria esklusi). perlu juga dipertimbangkan untuk mencari peserta cadangan apabila nantinya peserta berhalangan hadir

Read More »
22 November | 0komentar

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 3.3

Model 1 : Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) Yang dikembangkan oleh Dr.Roger Greenaway. Refleksi ini menuliskan apa yang telah dilakukan selama satu minggu ini, hal apa yang menarik dan rencana selanjutnya yang akan dilakukan pada minggu selanjutnya. Jurnal refleksi ini menggunakan model 1 yaitu 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway.
1. Facts (Peristiwa)
Yang saya rasakan pada minggu ke dua ini adalah minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.Membahagiakan karena meskipun banyak tugas yang harus saya kerjakan, dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan saya senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh,Alhamdulillah… Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. 
Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid.Adapun hal yang menyedihkan adalah pada minggu ini merupakan vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yaitu Sulastri yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan rasa persaudaraan antara Fasilitator dan semua CGP di kelas kami terasa mendalam. Semoga suatu saat nanti kami para CGP dari Kabupaten Purbalingga terutama kelas 118 dipertemukan dengan beliaunya secara langsung dalam keadaan sehat walafiat, Amin.
2. Feelings (Perasaan)
Yang saya rasakan pada minggu ke dua ini adalah minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.Membahagiakan karena meskipun banyak tugas yang harus saya kerjakan, dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan saya senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh,Alhamdulillah… Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid.
Adapun hal yang menyedihkan adalah pada minggu ini merupakan vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yaitu Sulastri yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan rasa persaudaraan antara Fasilitator dan semua CGP di kelas kami terasa mendalam. Semoga suatu saat nanti kami para CGP dari Kabupaten Purbalingga terutama kelas 118 dipertemukan dengan beliaunya secara langsung dalam keadaan sehat walafiat, Amin.
3. Findings (Pembelajaran)
Modul 3.3 ini menambah pemahaman saya dan CGP lain bahwa sebuah program yang dirancang dan dibuat perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Step yang dilakukan dalam membuat program yang berdampak pada murid adalah dengan maping asset/ strengthness / potensi yang dimiliki oleh sekolah dengan tepat. Maping asset yang tepat akan memudahkan optimalisasi program berjalan dengan lancar tentunya membantu meminimalisir kendala. Optimalisasi asset yang benar tentunya memudahakan dalam mewujutkan visi-dan misi sekolah. Modul ini juga menambah wawasan kami CGP untuk mengelola sebuah program yang berdampak pada murid dengan strategi MELR( monitoring, evaluation, learning and reporting). 
Selain dari itu kami juga di ajarkan pentingnya mengkaji SWOT (strengths, weakness, opportunities, threats) pada rencana program yang dibuat. Analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) ini pun bermamfaat untuk meminimalisir resiko dalam menjalankan program yang berdampak pada murid di SMKN 1 Bukateja. 
Pembelajaran modul 3.3 ini merupakan point yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin dalam pembelajaran dalam rangka lebih berkreasi dan berinovasi serta bersinergi untuk mengembangkan asset yang ada di sekolah. Program yang terkelola dengan baik akan berdampak pada merdeka belajar dan tentunya akan melahirkan murid yang berprofil pelajar Pancasila.
4 Future (Penerapan)
Rancana kedepan dengan materi yang sudah didapat sebagai CGP akan sharing dengan rekan sejawat dan mengimplementasikan yang saya dapat di sekolah. Dalam menyusun sebuah program yang dirancang tentunya perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Jika ada kendala yang didapat kami CGP sudah tahu bagaimana meminimalisir resiko yang didapat.

Read More »
30 August | 0komentar

3.1.a.4.1. Eksplorasi Konsep - Forum Diskusi Modul 3.1 Kasus 1

Eksplorasi Konsep Forum Diskusi Modul 3.1 Kasus 1


Kasus 1 :
Pak Frans merupakan guru matematika di SMP Karunia. Pak Frans dikenal sebagai guru yang rajin, ramah, penyabar, dan disukai murid-muridnya. Suatu hari ia sedang mengajar di kelas 8A, guru piket tergopoh-gopoh tiba di depan kelasnya dan mengatakan ada ayahnya Andreas, salah satu murid di kelas 8A di ruang tamu sekolah. Guru piket mengatakan pada pak Frans bahwa ayahnya Andreas ingin menjemput Andreas dan memintanya untuk membantunya bekerja di ladang. Ia juga mengatakan bahwa ayah Andreas datang sambil marah-marah bahkan mengacung-acungkan parang. Pak Frans pun memanggil Andreas dan mengatakan bahwa ia dijemput ayahnya pulang. Andreas langsung memohon sambil menangis agar Pak Frans tidak mengizinkan ia pulang bersama ayahnya. Andreas berkata ia ingin belajar di sekolah dan ia takut dimarah-marahi oleh ayahnya bila membantu ayahnya di ladang, bila melakukan kesalahan sedikit saja. Pak Frans bimbang, antara memenuhi permintaan Andreas atau tidak. Dalam situasi dan kondisi seperti itu, akhirnya Pak Frans memutuskan untuk membawa Andreas ke ruang kepala sekolah, dan meminta saran dari kepala sekolah. Bila Anda adalah kepala sekolahnya, saran apa yang akan anda berikan pada Pak Frans, dan apa alasannya?

  1. Paradigma yang terjadi pada kasus tersebut adalah keadilan lawan rasa kasihan,dan nilai-nilai yang saling bertentangan dalam kasus tersebut adalah tanggung jawab dan kedisiplinan 
  2. Dalam situasi kasus tersebut tidak ada unsur pelanggaran hukum.Namun terdapat pelanggaran hak asasi manusia tentang pendidikan seperti yang dialami Andreas dalam kasus tersebut "masih sekolah namun dijemput ayahnya untuk membantunya bekerja diladang." 
  3. Dalam kasus tersebut terdapat pelanggaran peraturan atau kode etika profesi yaitu Ayah andreas datang kesekolah dengan marah-marah,mengacungkan parang untuk mengajak Andreas pulang. Sebagai wali murid seharusnya ayahnya Adreas tidak melakukan hal tersebut,jika berkunjung ke sekolah harus dengan baik dan sopan serta Ketika berbicara dengan guru harus dengan tutur kata yang sopan tentang maksud dan tujuannya datang kesekolah. 
  4. Menurut saya situasi yang salah dalam kasus tersebut adalah:Menjemput anak belum waktunya pulang,datang ke sekolah dengan marah-marah dan mengacungkan parang,serta tidak memberikan anak waktu untuk belajar ,namun dipaksa untuk membantunya bekerja,padahal anak tersebut dalan keadaan masih belajar. Jika keputusan saya ini akan diviralkan saya siap dan tidak mempermasalahkan hal itu, karna keputusan yang saya ambil memiliki latar belakang yang baik. 
  5. Dalam situasi ini keputusan yang akan diambil oleh panutan saya/idola saya adalah akan melakukan hal yang sama dengan yang saya lakukan 
  6. Menurut pemikiran saya,melihat karakter dari ayahnya andreas,untuk solusi permasalahan kasus ini bisa juga dengan melakukan musyawarah dengan ayahnya andreas untuk mencari solusi atas permasalahan andreas atau dengan melakukan kegiatan "Choaching dengan Alur Tirta"dimana pemasalahan tersebut berasal dari coachee (ayah Andreas) yang tidak mengizinkan anaknya untuk belajar namun disuruh membantunya bekerja,dan solusinya juga dari coachee itu sendiri. 
  7. Keputusan yang saya ambil atas permasalahan tersebut adalah: Mengajak ayahnya andreas bermusyawarah untuk mengizinkan andreas belajar terlebih dahulu sampai waktu pulang sekolah, Mengizinkan andreas untuk kembali belajar dikelas.
  8. Menanamkan kepada andreas sikap sayang dan rasa hormat terhadap orang tuanya. 
  9. Prinsip yang saya gunakan adalah Berpikir Berbasis peraturan karena untuk membuat suatu keputusan harus berdasarkan peraturan yang dibuat.Seorang guru itu adalah orang yang berani mengajar dengan tidak berhenti belajar

  1. Jika Situasinya adalah dilema etika, paradigma yang terjadi adalah Rasa Keadilan lawan Rasa Kasihan (justice vs mercy). Nilai nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut adalah nilai kejujuran dan nilai kasih sayang 
  2. Ada unsur pelanggaran hukum pada situasi tersebut karena Ibu Dani menyalahgunakan penggunaan uang MKKS 
  3. Ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut (uji regulasi) karena sebagai bendahara seyogyanya dia dapat mengemban amanah yang diberikan dengan melaksanakan tugas sesuai tupoksi bendahara dengan sebaik baiknya.
  4. Berdasarkan perasaan dan intuisi saya, ada yang salah dalam situasi berikut yaitu perbuatan Ibu Dani tidak sesuai dengan kepercayaan yang diemban dan tupoksinya sebagai bendahara 
  5. Saya merasa agak tidak nyaman ketika keputusan saya dipublikasikan di media cetak/ elektronik dan atau menjadi viral di media sosial, hal itu terjadi karena menurut saya situasi ini juga cenderung merupakan bujukan moral dimana perbuatan ibu Dani bertentangan dengan aturan yang berlaku selaku Beliau sebagai Bendahara. 
  6. Menurut saya keputusan yang saya ambil juga akan sama dengan keputusan panutan saya yaitu kepala sekolah saya 
  7. Sebuah penyelesaian kreatif yang mungkin dapat saya ambil dan tidak terfikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini adalah mungkin saya akan merekomendasikan kepada ibu Dina untuk mengajukan pinjaman ke pihak ketiga semisal bank untuk mengganti dana MKKS yang telah dipakai, sehingga Ibu Dina akan terhindar dari bujukan moral yang ada dan tidak melanggar peraturan, dan pertanggung jawabannya sebagai bendahara MKKS 
  8. Keputusan yang saya ambil adalah saya akan mengadakan diskusi dengan paradigma coaching dengan ibu dina, saya juga akan memberi tenggat waktu kepada ibu Dina maksimal 3 hari sebelum rapat Evaluasi uang tersebut sudah tersedia dengan cara tadi mengajukan pinjaman kepada pihak ketiga secara legal. Jika ibu dina tidak bisa memenuhinya maka saya akan menceritakan apa adanya ketika rapat evaluasi dan meminta saran dan pertimbangan dalam rapat akan hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan hal tersebut 
  9. Prinsip yang saya gunakan adalah Berpikir Berbasis Peraturan (Rule -Based Thinking), dengan perpedoman pada aturan aturan yang harus dipegang ketika seseorang diberikan tanggung jawab sehingga melekat hak dan kewajibannya akan posisinya tersebut.

Kasus 2: 
Ibu Azizah adalah kepala sekolah SMP Tunas Bangsa. Ia adalah seorang kepala sekolah yang memiliki integritas dan komitmen yang tinggi. Ia memiliki hubungan profesional yang baik dengan Ibu Dani, Kepala SMA Nusantara. Mereka seringkali berkomunikasi dan bekerjasama sehubungan dengan program-program pendidikan baik di sekolah Ibu Azizah sendiri maupun sekolah Ibu Dani. Baru-baru ini Ibu Azizah terpilih menjadi ketua MKKS-Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Ibu Dani pun terpilih menjadi bendahara MKKS. Awalnya semua program MKKS dibawah kepemimpinan Ibu Azizah berjalan dengan baik sampai pada saatnya diadakan rapat evaluasi semester 1, dimana Ibu Azizah harus memberikan laporan pada Dewan Pembina MKKS, termasuk laporan keuangan. Ibu Azizah pun meminta laporan keuangan pada bendahara yaitu Ibu Dani. Dua minggu sebelum rapat evaluasi, Ibu Azizah pun sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen laporan yang dibutuhkan, termasuk dokumen yang berhubungan dengan keuangan. Ia pun menghubungi Ibu Dani, saat itulah Ibu Azizah mengetahui bahwa selama ini Ibu Dani menggunakan sebagian uang MKKS untuk pengobatan putrinya yang sedang sakit dan memerlukan pengobatan yang mahal. Ibu Dani berjanji bahwa uang tersebut akan segera digantikan sebelum rapat evaluasi tiba. Ibu Azizah sebetulnya ragu akan hal tersebut mengingat jumlah uang yang cukup besar. Namun Ibu Dani meminta Ibu Azizah untuk berjanji untuk tidak memberitahu siapapun tentang tindakannya. Apa yang akan dilakukan Anda bila berada di posisi Ibu Azizah, dan mengapa?

1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
Paradigma rasa keadilan dan rasa belas kasihan, nilai yang bertentangan nilai keadilan dan belas kasihan. 
2. Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). Ada pelanggaran hukum, yaitu menggunakan uang dalam jumlah banyak tanpa ijin dan tidak sesuai dengan kepentingannya, maka dalam kasus ini adalah terkait dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan 
3.  Apakah ada pelanggaran peraturan / kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). 
Ada pelanggaran kode etik, karena menggunakan uang untuk kepentingan pribadi. 
4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). Ada uji intuisi dalam kasus ini yang salah adalah Bu Dani karena menggunakan uang tanpa ijin untuk kepentingan pribadi bukan organisasi. 
5. Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman? tidak nyaman karena secara pribadi akan memperburuk citra bu Dani selaku pribadi dan pejabat publik, dan juga memperburuk citra organisasi MKKS. 
6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? Menurut saya dengan melakukan dialog dengan baik dan secara kekeluargaan agar dapat menyelesaikan problem keuangan sehingga pada saat waktunya pelaporan semua sudah terkendali dan normal. 
7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? Menyarankan Bu Dani untuk menyekesaikan keuangan MKKS, kalau mengalamai kesulitan bekerja sama dengan Koperasi atau Bank untuk diberikan pinjaman lunak kepada Bu Dani agar persoalan keuangan MKKS dapat terselesaikan. 
8. Apa keputusan yang Anda ambil?keputusan yang diambil dengan melakukan diskusi coaching bahwa Bu Dani harus lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan organisasi MKKS, untuk berkonsultasi dulu sebelum bertindak agar tidak menimbulkan permasalahan. 
9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? Prinsip yang saya gunakan yaitu prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule Based Thinking) ,agar Bu Dani untuk amanah dan hati-hati dalam mengelola keuangan organisasi MKKS .
1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
Paradigma rasa keadilan dan rasa belas kasihan, nilai yang bertentangan nilai keadilan dan belas kasihan. 
2. Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). Ada pelanggaran hukum, yaitu pengancaman dengan membawa senjata tajam kesekolah dan kekerasan anak suruh bekerja dan dimarahi ketika berbuat salah maka dalam kasus ini, benar lawan salah (bujukan moral) 
3. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). Tidak ada pelanggaran kode etik dan juga tidak ada delima etika. 
4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). Ada uji intuisi dalam kasus ini yang salah adalah orangtua andreas melakukan pengancaman dan mengeksploitasi anak dan sering memarahinya 
5.Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman?tidak nyaman karena masih menghargai andreas dan orangtuanya, apabila sampai viral dan hal ini juga bisa memperburuk citra sekolah. 
6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? Menurut saya dengan melakukan dialog dengan orang tua andreas dengan mengedepankan sosial emosional sebagai pemimpin yaitu meredam emosi orangtua andreas. Lalu diajak komunikasi membahas tentang permasalahan kenapa harus membantu bekerja. 
7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? Mengajak orang tua andreas untuk konsultasi ke tenaga ahli tentang hak-hak anak 
8. Apa keputusan yang Anda ambil?keputusan yang diambil dengan melakukan diskusi coaching bahwa dengan membawa senjata tajam, memarahi anak merupakan bentuk pelanggaran hukum karena tugas anak belajar, dan membantu orang tua setelah pulang sekolah. 
9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? Prinsip yang saya gunakan yaitu prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule Based Thinking) , agar orang tua andreas dapat mengikuti peraturan karena dalam kasus tersebut saat jam belajar anak.
Sejak pandemi covid-19 melanda dunia, seluruh lini kehidupan manusia terpengaruh, tidak terkecuali dunia pendidikan. Proses belajar mengajar beralih dilakukan dengan cara daring. Dunia bisnis secara keseluruhan juga terkena imbasnya. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan berkurang pendapatannya. Hal ini membuat beberapa orangtua murid memindahkan sekolah anak-anaknya ke sekolah yang lebih murah atau menunda menyekolahkan anak-anaknya, terutama di jenjang pendidikan usia dini atau taman kanak-kanak. Banyak TK dan Kelompok Bermain yang menjadi kekurangan murid, tak terkecuali TK dan Taman Bermain Pelangi. Jumlah murid yang telah mendaftar untuk tahun ajaran depan menurun drastis bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kepala sekolah, Ibu Marina, pun harus membuat keputusan yang sulit dalam hal pengelolaan anggaran sumber daya manusia. Dengan turunnya jumlah murid, yayasan menetapkan 5 dari 10 gurunya perlu diberhentikan, agar biaya operasional bulanan sekolah tetap aman dan agar institusi tetap dapat bertahan dalam masa pandemi. Dalam hati kecilnya, sangat berat bagi Ibu Marina untuk melakukan ini, ia tidak tega membayangkan beberapa gurunya akan kehilangan pekerjaan, apalagi di masa-masa sulit pandemi ini. Namun ia juga paham bahwa ia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari TK dan Kelompok Bermain yang ia pimpin agar tetap dapat bertahan. Ia pun perlu mengurangi jumlah karyawan agar tetap mampu membayar gaji mereka. Bila Anda berada dalam posisi Ibu Marina, apa yang akan Anda lakukan? Karyawan mana yang akan anda berhentikan, kriteria apa yang akan Anda gunakan? Apa alasannya?

  1. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut? Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut? 
  2. mengenai jangka pendek dan jangka panjang Apakah ada unsur pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal). didalam situasi tersebut tidak ada pelanggaran hanya fokus pada kasih sayang dan kemajuan sekolah 
  3. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi). tidak ada pelanggaran kode etik, karena semua terjadi sebabnya adalah kondisi yang memaksa hal tersebut.
  4. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi). menjadi kepala sekolah dengan pengambilan langkah tersebut mungkin menjadi hal yang sangat dilema, akan tetapi harus ditentukan dan diputuskan segara . 
  5. Apa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik atau menjadi viral di media sosial? Apakah Anda merasa nyaman? tidak berpengaruh kepada apapun, dan pastinya masyarakat akan memahamainya 
  6. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini? menentukan dan mengkomunikasikan dengan hati hati dan hati, 
  7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)? mengkolaborasikan kasus dan peluang, untuk mencarikan soluasi demi keberpihakan kepada semua, akan tetapi tentunya harus mengutamakan keberpihakan kepada murid 
  8. Apa keputusan yang Anda ambil? menganalisis kemampuan sekolah dan menentukan guru yang memenuhi kualifikasi, dan harus siap menentukan guru sesuai kemampuan. 
  9. Prinsip mana yang Anda gunakan, dan mengapa? pada peraturan dan hasil akhir

Read More »
17 June | 2komentar

Paradigma berpikir Among


Dalam ruang kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching. Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.

Perhatikan tabel berikut ini

Jawaban dari Tema-teman GP:


dari tabel paradigma berpikir among digambarkan bahwa proses coaching merupakan ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru. dengan ketrampilan coaching tersebut maka antara guru dan murid merupakan mitra belajar yang dapat memberikan gambaran keselarasan dalam berinteraksi dan dialog. sehinga akan terbentuk kesepahaman diantara keduanya. selain itu coaching akan membuka ruang emansipasi diantara coach dan coachee. ruang ini memberikan peluang untuk menemukan kekuatan dan potensi yang dimiliki pada diri coachee. selanjutnya terjalin kasih dan persaudaraan dapat terjalin dengan proses coaching setiap interaksi dan dialog. dengan selalu berintraksi dan berdialog maka terbuka ruang perjumpaan pribadi dan terbangun rasa percaya dan kebebasan masing-masing antara coach dan coachee.
Coaching’ adalah salah satu gaya kepemimpinan penting yang diidentifikasi oleh Daniel Goleman. Keterampilan kunci dalam coaching adalah mengajukan pertanyaan bermakna yang tepat untuk membantu individu menemukan jalan keluar atas penyelesaian masalah mereka sendiri.
Proses coaching, sebagai sebuah latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani yaitu mengikuti, mendampingi, mendorong kekuatan diri secara holistik berdasarkan cinta kasih dan persodaraan, tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Pengembangan kekuatan potensi diri inilah menjadi tugas coach/pendidik/pamong. Jadi kita sebagai guru memiliki tugas menjadi pamong bagi murid dan rekan sejawat.
Coaching memberikan presfektif keselarasan dalam berinteraksi dan berdialog antara coach dan coachee. Choacing memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan
Proses coaching jika dikaitkan dengan konsep pendidikan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bersifat menuntun kodrat anak agar selamat dan bahagia. Maka seorang coach harus mampu menuntun anak mengembangkan semua potensi yang ada di dirinya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, dengan memberi ruang kebebasan pada murid untuk menemukan kekutan yang ada pada dirinya. Sedangkan pendidik memiliki peran sebagai pamong yang mengarahkan dan memberdayakan murid agar tidak salah arah.

Read More »
08 June | 0komentar

Kesiapan Belajar (Readiness)


Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”? Bayangkanlah situasi berikut ini: Dalam pelajaran bahasa Indonesia, setelah menjelaskan dan memberikan kesempatan murid-muridnya untuk mengeksplorasi beragam teks narasi, bu Renjana meminta murid-muridnya membuat sebuah draf contoh teks narasi sendiri. Ia kemudian melakukan asesmen terhadap draf teks yang telah dibuat oleh murid-muridnya. Setelah melakukan asesmen, ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya. Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. 
Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja. Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas. Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas. 
Informasi yang didapatkan ini kemudian digunakan oleh bu Renjana untuk merencanakan pembelajaran di tahapan berikutnya, dimana ia memberikan bantuan lebih banyak untuk murid-murid yang belum memiliki keterampilan menulis dan memberikan lebih sedikit bantuan untuk murid-murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik. 
Dalam contoh di atas, Bu Renjana mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan melihat kesiapan belajar. Melakukan analisis Kebutuhan Pembelajaran diantara pertanyaan adalah:1. yes no 
1. Saya hanya membutuhkan media visual, ☒ ☐ 
2. Saya hanya membutuhkan media audio saja ☒ ☐ 
3. Saya membutuhkan modul yang digital ☒ ☐ dan sebagainya. 
Dalam konteks proses pembelajaran, kesiapan untuk belajar sangat menentukan aktifitas belajar murid. Murid yang belum siap belajar, cenderung akan berperilaku tidak kondusif, sehingga pada gilirannya akan mengganggu proses belajar secara keseluruhan. Seperti murid yang gelisah, ribut (tidak tenang) selama proses belajar dimulai. Jadi kesiapan amat perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, karena jika murid belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
Secara umum kesiapan belajar sering kali disebut “readiness”. Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu apabila di dalam dirinya sudah terdapat readiness untuk mempelajari sesuatu itu. Dalam hal belajar, seseorang harus terlebih dahulu mempersiapkan diri atau dalam kondisi siap untuk melakukan aktivitas belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. 
Murid yang memiliki kesiapan belajar yang baik akan cenderung mempunyai rasa ketertarikan terhadap proses belajar yang akan dilakukan, sehingga dengan rasa tertarik ini akan membangkitkan semangat belajar untuk meningkatkan kemampuan belajarnya. Jika kemampuan belajar siswa meningkat maka akan ada kemungkinan hasil belajarnya juga akan meningkat. Seperti yang dijelaskan oleh Djamarah (2011:35) bahwa kesiapan belajar merupakan kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 
Kemudian menurut Dalyono (2012:166), readiness adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu.Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut. Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik, biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. 
Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut sebenarnya menggambarkan beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan belajar murid. Dalam modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47) tersebut.
Tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut. Murid yang belum siap belajar, cenderung akan berperilaku tidak kondusif, sehingga pada gilirannya akan mengganggu proses belajar secara keseluruhan. Seperti murid yang gelisah, ribut (tidak tenang) selama proses belajar dimulai. Jadi kesiapan amat perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, karena jika murid belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

Read More »
27 May | 0komentar

MengIstiqomahkan Amaliyah Pasca Ramadhan

Pengajian Rutin


“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah bulan Ramadhan berlalu yang tadinya syaitan dibelenggu maka Syaitan sudah dilepas lagi. Agar kita dapat selamat maka kita istiqomahkan amalan yang ada. Sebagai orang yang beriman, kita berupaya tetap istiqomah melakukan ama-amal sholeh pasca Ramadhan. Karena pada hakikatnya, kita adalah hamba-hamba Allah dan bukan hamba-hamba Ramadhan. 
Lalu muncul pertanyaan besar: Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan puasa? Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir? 
Sekalipun Ramadhan telah pergi meningalkan kita, tetapi Allah SWT akan tetap terus ada dan tidak akan pergi meninggalkan kita, selama kita terus mengingat-Nya dalam segala keadaan. Orang-orang yang sukses dalam menjalankan segala amal sholeh selama bulan Ramadhan, memiliki peluang besar untuk tetap istiqomah menjalankan amal-amal sholeh tersebut pasca Ramadhan. Syaratnya adalah segala amal ibadah yang telah ia lakukan, dilandasi oleh iman dan semata-mata mengaharap ganjaran pahala dari Allah SWT. 
Sikap istiqomah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horisontal. Secara vertikal, seseorang yang istiqomah akan terus menjaga hubungannya dengan sang Khaliq dan berusaha untuk senantiasa dekat (taqorrub) dengan-Nya. Esensi dari dimensi vertikal ini kemudian diejawantahkan dalam dimensi horisontal dengan terus menjaga hubungan baik dengan sesama makhluk Allah, baik manusia, hewan, dan alam sekitar. 
  1. Biasakan Amalan-amalan Amaliah Ramadhan 
  2. Tetap tilawah, sholat malam. jika Ramadhan 1 malam juz sehari 
  3. Mencari lingkungan yang baik Hindarkan kemaksiatan 
  4. Berdoa, "Yaa muqallibal quluub tsabbit quluubanaa 'alaa diinik” Artinya, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu”. 
Oleh karena itulah, Allah Ta’ala mensyariatkan puasa enam hari di bulan Syawwal, yangkeutamannya sangat besar yaitu menjadikan puasa Ramadhan dan puasa enam hari di bulan Syawwal pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh” (HSR Muslim (no. 1164)). 
Akhirnya, kita berharap kepada Allah SWT agar senantiasa diberikan kekuatan untuk dapat terus melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta diberikan keistiqomahan untuk tetap berada di jalan yang lurus, senantiasa mendapatkan bimbingan dan petunjuk-Nya, yang pada puncaknya kita akan kembali kepada Allah SWT dalam keadaan husnul khotimah. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.

Read More »
24 April | 0komentar

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 3

Calon Guru Penggerak Angkatan 6 Kab. Purbalingga 
Oleh : Sarastiana, S.Pd, MBA 



 MODEL 4F (FACTS, FEELINGS, FINDINGS, FUTURE) 
Jurnal refleksi adalah untuk menuangkan perasaan, gagasan dan pengalaman praktik baik yang telah dilakukan dengan memilih model refleksi Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future). Sebagai refleksi pembelajaran dan aktivitas yang telah dilakukan di Learning Management System (LMS). Minggu ini ada beberapa aktivitas pembelajaran yaitu diawali dengan mempelajari konsep modul 3.3 Modul Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid mulai dari diri, Eksplorasi Konsep dilanjut kegiatan ruang kolaborasi, demostrasi kontekstual, Elaborasi Konsep dan koneksi antar materi dan Aksi nyata. 

1.Facts (Peristiwa) 
Modul 3.3 Pengelolaan program berdampak positif bagi siswa. Ini adalah paket modul terakhir untuk calon guru di Angkatan 6 Kabupaten Purbalingga melalui LMS. Kegiatan dimulai pada hari Rabu tanggal 1 Februari 2023 Mulai dari diri, di Ruang Kolaborasi 1 dan pada hari Rabu tanggal 9 Februari 2023 di Ruang Kolaborasi 2 dengan guru pendamping CGP Muhamad Syaefudin,SPd. Kemudian dilanjutkan dengan refleksi terbimbing dan demonstrasi kontekstual. Demonstrasi kontekstual merupakan rancangan program yang mempengaruhi siswa melalui pelaksanaan langkah-langkah BAGJA. BAGJA berarti mengajukan pertanyaan, mengambil pelajaran, mengeksplorasi mimpi, membuat rencana dan mengatur eksekusi. Setelah demonstrasi terkait konteks selesai, dampak positif dari modul pemahaman manajemen program 3.3 pada siswa diikuti pada hari Jumat, 11 November 2022. Kami CGP angkatan 6 Kabupaten Purbalingga menjelaskan kaitan antar materi pada Modul 3.3. Modul ini memberikan penjelasan tentang latar belakang judul dan kaitannya dengan modul sebelumnya. Kaitan dengan materi sebelumnya pada modul 3.2 Pemetaan Aset Sekolah dalam Pengelolaan Sumber Daya. Dimana aset milik sekolah harus dikelola dengan baik untuk menggali potensi peserta didik agar tercapai maksimalisasi pendidikan sesuai dengan karakter dan usia peserta didik, sebagaimana cita-cita Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan nasional. Aset sekolah meliputi modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan, modal ekonomi, modal politik, modal agama dan budaya. 

2.Feelings (Perasaan) 
Perasaan saya saat mempelajari modul ini yaitu membahagiakan sekaligus menyedihkan. Membahagiakan meskipun banyak tugas yang harus dikerjakan, Alhamdulillah, dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid. Adapun hal yang menyedihkan adalah vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yaitu Ibu Sulastri yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan beliau dengan kami, diibaratkan Ibu dengan anak. 

3.Findings (Pembelajaran) 
Modul 3.3 melengkapi pemahaman saya bahwa program yang dirancang dan dibuat harus memuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Membuat program yang berdampak pada siswa dilakukan melalui alokasi yang tepat dari sumber daya/peluang yang dimiliki oleh sekolah. Pemetaan aset yang benar memudahkan pengoptimalan program agar berjalan dengan lancar dan, tentu saja, membantu meminimalkan hambatan. Optimalisasi aset yang tepat tentu akan memudahkan terwujudnya visi dan misi sekolah. Modul ini juga akan menambah pengetahuan kita tentang CGP dalam mengelola program yang mempengaruhi siswa melalui strategi MELR (Monitoring, Evaluation, Learning and Reporting). Selain itu, kami juga diajarkan pentingnya analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dalam rencana program yang dibuat. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) ini juga berguna untuk memitigasi risiko pelaksanaan program yang berdampak pada siswa di SMK Negeri 1 Bukateja Modul pembelajaran 3.3 merupakan poin yang harus dimiliki oleh kepala sekolah agar lebih kreatif, inovatif dan sinergis untuk mengembangkan sumber daya yang ada di sekolah. Program yang dikelola dengan baik mempengaruhi kemandirian belajar dan tentunya menghasilkan siswa yang berprofil siswa pancasila. 

4.Future (Penerapan) 
Rencana ke depan dengan materi yang diperoleh sebagai CGP dibagikan dengan rekan kerja dan menerapkan apa yang saya pelajari di sekolah. Dalam penyusunan program yang direncanakan, tentunya perlu dicantumkan contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Saat menghadapi Purbalinggaa, CGP sudah tahu bagaimana meminimalkan risikonya.

Read More »
17 March | 0komentar

7 Karakteristik Lingkungan Yang Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

Literasi Digital Menumbuhkan Kepemimpinan Murid

Di dalam panduan Program Guru Penggerak (PGP) dari filosofi Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan anak adalah bahawa padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang tepat, maka kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid adalah lingkungan di mana guru, sekolah, orangtua, dan komunitas secara sadar mengembangkan wellbeing atau kesejahteraan diri murid-muridnya secara optimal. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: 
  1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya. 
  2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana.
  3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya. 
  4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. 
  5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. 
  6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri. 
  7. Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.
Penjelasannya:
1. Pola pikir positif ini didapatkan oleh murid melalui pengalaman emosi positif di sekolah. Murid merasa aman, nyaman, dan merasa menjadi bagian dari komunitas sekolah, Murid merasakan keselarasan antara kebutuhan dan harapannya terhadap sekolah dan lingkungannya dengan pengalaman belajar yang didapatnya di sekolah. Lewat pengalaman emosi positif ini, murid akan mampu mengembangkan keterampilan inkuiri, menunjukkan sikap gembira, penuh syukur, saling mengapresiasi. Mereka memiliki kesadaran diri, sikap optimis sehingga dapat berperan aktif dan membuat perbedaan yang positif baik untuk dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya.
2. Di dalam lingkungan yang seperti ini, nilai-nilai tersebut kemudian akan mewujud menjadi atmosfer sekolah yang positif, di mana hubungan dan interaksi sosial yang terjalin di antara para murid, guru, orang tua maupun seluruh komunitas yang terkait akan terasa sangat positif dan kontributif.
3. Dalam lingkungan ini, murid akan belajar tentang nilai-nilai ketekunan serta kerja keras. Murid akan belajar untuk mampu melihat sejauh mana kemajuan proses belajarnya. Murid mampu mengerjakan tugas sekolahnya secara mandiri, memiliki pemahaman yang benar dan cakap sehingga berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Lingkungan yang seperti ini akan membantu murid untuk dapat menerapkan dan mempergunakan apa yang menjadi kekuatan dirinya dan memanfaatkan serta menerapkannya dalam berbagai konteks yang berbeda-beda.
5. Lingkungan yang seperti ini akan memberikan kesempatan bagi murid untuk melihat dirinya sebagai bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar di luar dirinya. Lingkungan ini akan memberikan peluang bagi murid untuk belajar melalui pelayanan kepada masyarakat dan komunitas di mana mereka akan dapat terus mengasah rasa kemanusiaan, kepedulian, dan rasa cinta kasih.
6. Lingkungan yang seperti ini akan menyediakan berbagai kegiatan belajar yang menarik, menantang, dan bermakna, di mana dalam prosesnya murid akan merasa senang hati dan menikmati setiap momen pembelajarannya.
7. Lingkungan ini akan membantu murid untuk berani menerima tantangan, berjiwa besar, dan selalu bangkit lagi dan berusaha mencari solusi bila menemui kegagalan. Lingkungan ini akan memungkinkan murid untuk selalu mengambil pelajaran dari setiap kegagalan kegagalan yang dijumpainya dan berusaha untuk menemukan cara-cara alternative atau cara yang paling tepat. 
 (disadur dari Noble, T. & H. McGrath, 2016)

Read More »
07 March | 4komentar