Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by date for query karakteristik pembelajaran. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query karakteristik pembelajaran. Sort by relevance Show all posts

Karakteristik Mapel KKA: Membangun Masa Depan Berbasis Etika dan Konteks

Karakteristik Mapel KKA
Di era digital yang berkembang pesat ini, penguasaan teknologi menjadi kunci. Salah satu bidang yang paling relevan dan transformatif adalah Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA). Namun, KKA bukan sekadar mata pelajaran yang mengajarkan baris-baris kode atau algoritma canggih. Lebih dari itu, KKA dirancang dengan karakteristik pembelajaran yang holistik, menitikberatkan pada pengembangan kompetensi teknis yang berlandaskan etika dan konteks nyata.

Fondasi Etika: Membangun Kompetensi Berkeadaban Poin pertama dan terpenting dalam pembelajaran KKA adalah menanamkan etika (keadaban) sebagai fondasi bagi penguasaan kompetensi di semua jenjang. Ini berarti bahwa setiap kali siswa belajar tentang coding atau bagaimana AI bekerja, mereka juga diajak untuk merenungkan dampak sosial, moral, dan etis dari teknologi tersebut. Bagaimana AI dapat digunakan untuk kebaikan? Bagaimana kita mencegah bias dalam algoritma? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bagian integral dari kurikulum, memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab secara etis.

Pembelajaran Kontekstual: Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari KKA dirancang untuk menjadi pembelajaran yang kontekstual sesuai dengan situasi yang dihadapi peserta didik sehari-hari dan permasalahan yang terjadi di masyarakat/lingkungan sekitar. Ini berarti konsep-konsep KKA tidak diajarkan secara abstrak. Sebaliknya, siswa akan diajak untuk mengidentifikasi masalah nyata di komunitas mereka – misalnya, bagaimana AI bisa membantu mendeteksi sampah di sungai atau bagaimana coding dapat menciptakan aplikasi sederhana untuk mengatur jadwal belajar. Pendekatan ini membuat pembelajaran menjadi lebih relevan, menarik, dan bermakna bagi siswa.

Fleksibilitas Metode Pembelajaran: Internet-based, Plugged, dan Unplugged Fleksibilitas adalah kunci dalam KKA, dengan pembelajaran dapat dilaksanakan secara internet-based, plugged, dan unplugged. Internet-based memanfaatkan platform online, tutorial interaktif, dan kolaborasi virtual. Plugged melibatkan penggunaan perangkat keras seperti robotika sederhana atau mikrokontroler. Unplugged adalah metode pembelajaran tanpa komputer, di mana konsep-konsep KKA diajarkan melalui permainan, aktivitas fisik, atau teka-teki logika. Pendekatan ini memastikan bahwa pembelajaran KKA dapat diakses oleh semua siswa, terlepas dari ketersediaan fasilitas teknologi.

Pendekatan Human-Centered: Manusia sebagai Pusat Inovasi Karakteristik penting lainnya adalah penggunaan pendekatan human-centered di mana manusia sebagai fokus dalam pembelajaran, pemanfaatan, dan pengembangan KA. Ini menegaskan bahwa tujuan utama dari KKA adalah untuk melayani dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Siswa diajarkan untuk merancang solusi yang ramah pengguna, inklusif, dan memberikan nilai nyata bagi individu dan masyarakat, bukan sekadar menciptakan teknologi untuk kepentingan teknologi itu sendiri.

Jenjang Pembelajaran yang Terstruktur: Dari SD hingga SMA/SMK Kurikulum KKA dirancang secara progresif sesuai jenjang pendidikan:
Jenjang SD: KKA menekankan penguasaan kompetensi pra-dasar sebagai bekal bagi pembelajaran Informatika serta Koding dan KA di jenjang SMP. Ini bisa berupa pengenalan logika dasar, sequencing, atau konsep algoritma sederhana melalui permainan dan aktivitas yang menyenangkan. 
Jenjang SMP: Siswa akan melakukan praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat dasar. Mereka akan mulai menulis kode sederhana, memahami struktur data dasar, dan belajar bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. 
Jenjang SMA/SMK: Pembelajaran berlanjut ke praktik mendalam berpikir komputasional dan literasi digital tingkat menengah dan lanjut. Pada tahap ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan proyek yang lebih kompleks, memahami konsep AI yang lebih dalam, dan bahkan mulai bersiap untuk karir di bidang teknologi. 

Dengan karakteristik pembelajaran yang komprehensif ini, mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan teknis yang esensial, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika dan kemampuan berpikir kritis. Ini adalah langkah krusial dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan inovator yang bertanggung jawab di masa depan.

Read More »
04 July | 0komentar

"Barak Kemanusiaan" untuk Generasi Anti Kekerasan

Bullying, tawuran, dan kekerasan bagaikan tiga serangkai momok yang terus menghantui dunia pendidikan dan sosial kita. Reaksi instan yang seringkali muncul adalah penegakan disiplin yang lebih ketat, bahkan tak jarang muncul wacana solusi ala "barak militer" di lingkungan sekolah. Namun, anggapan bahwa masalah kompleks ini dapat diselesaikan hanya dengan memperkuat disiplin adalah sebuah simplifikasi yang berbahaya. Akar permasalahan bullying, tawuran, dan kekerasan jauh lebih dalam dan melibatkan jalinan berbagai faktor, mulai dari dinamika keluarga, pengaruh lingkungan sosial, hingga sistem pendidikan yang ada. 
Jika demikian, solusi jangka panjang yang lebih konstruktif dan berkelanjutan adalah membangun sebuah ekosistem empati dan pemahaman melalui sebuah gagasan transformatif: Barak Kemanusiaan. 
Mengurai Benang Kusut Faktor Penyebab: Kita tidak bisa menutup mata terhadap kompleksitas penyebab munculnya perilaku agresif dan merugikan ini. Beberapa faktor krusial yang saling terkait meliputi: 
Keluarga sebagai Fondasi: Keluarga adalah sekolah pertama bagi seorang individu. Pola asuh yang otoriter atau permisif, kurangnya komunikasi yang efektif, adanya kekerasan dalam rumah tangga, atau bahkan ketidakpedulian orang tua terhadap perkembangan emosi anak dapat menjadi bibit perilaku agresif dan kurangnya empati. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini berpotensi meniru perilaku negatif atau melampiaskan frustrasi melalui bullying atau kekerasan di luar rumah. 
Pengaruh Lingkungan Sosial: Lingkungan pergaulan, baik di sekolah maupun di masyarakat, memiliki peran signifikan. Tekanan teman sebaya, budaya kekerasan yang dianggap "keren" atau sebagai cara menyelesaikan masalah, pengaruh media yang tidak sehat, serta kurangnya ruang aman untuk berinteraksi secara positif dapat memicu perilaku agresif dan tawuran. Sekolah yang tidak memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan bullying yang efektif juga turut memperparah masalah. 
Sistem Pendidikan yang Belum Optimal: Sistem pendidikan yang terlalu fokus pada aspek kognitif dan kurang memperhatikan pengembangan karakter, empati, dan keterampilan sosial emosional (EQ) dapat menjadi lahan subur bagi munculnya perilaku negatif. Kurangnya pemahaman tentang keberagaman, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai juga menjadi kontributor. Selain itu, tekanan akademik yang berlebihan dan kurangnya ruang ekspresi diri yang positif dapat menimbulkan stres dan frustrasi yang berujung pada pelampiasan negatif. 
Faktor Individu: Karakteristik individu seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan mengelola emosi, atau adanya riwayat menjadi korban kekerasan juga dapat berkontribusi pada perilaku bullying atau terlibat dalam tawuran. 
Peran Masyarakat dan Budaya: Norma-norma sosial dan budaya yang permisif terhadap kekerasan atau meremehkan isu bullying juga turut melanggengkan masalah ini. Kurangnya kepedulian dan tindakan nyata dari masyarakat terhadap fenomena ini membuat pelaku merasa aman dan korban merasa tidak berdaya. 
Mengapa "Barak Militer" Bukan Solusi Jangka Panjang: 
Meskipun disiplin memiliki peran penting dalam membentuk perilaku, pendekatan "barak militer" yang menekankan hukuman fisik dan pengekangan seringkali bersifat represif dan tidak menyentuh akar permasalahan. Pendekatan ini dapat menimbulkan rasa takut dan kepatuhan semu, namun tidak menumbuhkan pemahaman, empati, atau perubahan perilaku yang mendasar. Bahkan, dalam beberapa kasus, pendekatan represif dapat memicu trauma dan dendam, yang justru berpotensi melahirkan masalah baru di kemudian hari. "Barak Kemanusiaan": Investasi Jangka Panjang untuk Perubahan Mindset dan Karakter: 
Sebagai alternatif yang lebih konstruktif dan berkelanjutan, gagasan "Barak Kemanusiaan" hadir sebagai sebuah ruang transformatif untuk membentuk pola pikir, mengasah empati, mempertajam pemahaman, dan memperkuat karakter seluruh elemen masyarakat. Ini bukan sekadar tempat pelatihan fisik, melainkan sebuah pusat pembelajaran holistik yang berfokus pada pengembangan dimensi kemanusiaan. Siapa yang Akan Masuk ke Barak Kemanusiaan? Konsep "Barak Kemanusiaan" bersifat inklusif dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, menyadari bahwa perubahan yang signifikan memerlukan partisipasi kolektif: 
  • Pejabat dan Pembuat Kebijakan: Mereka perlu memahami akar permasalahan secara mendalam dan merumuskan kebijakan yang mendukung pembentukan karakter, pencegahan kekerasan, dan penguatan nilai-nilai kemanusiaan dalam sistem pendidikan dan masyarakat. 
  • Guru dan Tenaga Pendidik: Mereka adalah garda terdepan dalam membentuk karakter siswa. Barak Kemanusiaan dapat menjadi wadah untuk melatih keterampilan komunikasi efektif, manajemen konflik, pemahaman psikologi perkembangan anak, dan strategi pencegahan serta penanganan bullying. 
  • Orang Tua: Peran orang tua sangat krusial. Barak Kemanusiaan dapat memberikan edukasi tentang pola asuh positif, komunikasi yang sehat, pentingnya membangun empati pada anak, serta cara mendeteksi dan mengatasi masalah bullying dan kekerasan. 
  • Siswa: Sebagai subjek utama, siswa akan mendapatkan ruang untuk mengembangkan kecerdasan emosional, keterampilan sosial, pemahaman tentang keberagaman, kemampuan menyelesaikan konflik secara damai, serta menumbuhkan rasa saling menghormati dan peduli. 
  • Masyarakat Umum: Keterlibatan masyarakat luas penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang karakter positif. 
Barak Kemanusiaan dapat menjadi pusat edukasi publik tentang isu bullying, tawuran, dan kekerasan, serta mendorong partisipasi aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan. Apa yang Akan Dilakukan di Barak Kemanusiaan? Barak Kemanusiaan akan menjadi pusat kegiatan yang beragam dan interaktif, meliputi: 
  • Pelatihan dan Workshop: Berbagai pelatihan dan workshop tentang pengembangan empati, komunikasi efektif, manajemen emosi, resolusi konflik, pemahaman keberagaman, hak asasi manusia, dan pencegahan kekerasan. 
  • Diskusi dan Forum: Ruang diskusi terbuka untuk membahas isu-isu terkait bullying, tawuran, dan kekerasan dari berbagai perspektif, mencari solusi bersama, dan membangun pemahaman yang lebih mendalam. 
  • Simulasi dan Role-Playing: Kegiatan simulasi dan bermain peran untuk melatih keterampilan sosial, empati, dan kemampuan menghadapi situasi konflik secara konstruktif. 
  • Kegiatan Sosial dan Komunitas: Program-program yang melibatkan interaksi antar berbagai kelompok masyarakat untuk menumbuhkan rasa kebersamaan, solidaritas, dan kepedulian sosial. 
  • Pendampingan dan Konseling: Menyediakan layanan pendampingan dan konseling bagi individu yang menjadi korban atau pelaku bullying dan kekerasan, serta bagi keluarga yang membutuhkan dukungan. 
  • Kampanye dan Edukasi Publik: Mengembangkan kampanye kreatif dan program edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif bullying, tawuran, dan kekerasan, serta mendorong perubahan perilaku yang positif. 
Menuju Masyarakat yang Lebih Beradab: Gagasan "Barak Kemanusiaan" bukan solusi instan, melainkan sebuah investasi jangka panjang dalam membangun masyarakat yang lebih beradab, penuh empati, dan bebas dari kekerasan. Dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam proses pembelajaran dan transformasi karakter, kita dapat secara bertahap mengikis akar permasalahan bullying, tawuran, dan kekerasan. Ini adalah tentang membangun fondasi kemanusiaan yang kuat, di mana setiap individu merasa dihargai, aman, dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Bukan barak militer yang kita butuhkan, melainkan ruang inklusif di mana kemanusiaan menjadi panglima. Sumber: GSM

Read More »
25 May | 0komentar

Kelas Maya Bukan Kelas "Mayeng-Mayeng"

Artikel ini pernah saya tulis sebelum kurikulum merdeka saya tulis tahun 2018. Saat itu sedang trennya istilah "Kelas Maya". Berlaku kurikulum 13 yang salah satunya muncul mata pelajaran Simulasi Digital (Simdig). Ketika Kelas Mendadak Kosong: Memahami Pembelajaran Kelas Maya dan Peran Petugas Piket Pemandangan yang mungkin menimbulkan keheranan, bahkan teguran, di lingkungan sekolah adalah ketika kelas yang tadinya tenang tiba-tiba berhamburan keluar, bukan karena jam istirahat, melainkan untuk mencari sinyal internet. Padahal hasil pembelajaran ini dapat dipantau secara baik. Terbukti dari hasil analisa pada pembelajaran ini.
Fenomena ini bisa memicu berbagai pertanyaan dan bahkan kesalahpahaman, terutama bagi guru lain, petugas piket, hingga kepala sekolah. Namun, di balik "kekacauan" sesaat ini, tersembunyi sebuah metode pembelajaran yang mungkin belum sepenuhnya dipahami: pemanfaatan Kelas Maya. Konteks ini menjadi penting untuk dipahami seiring dengan rekomendasi penggunaan Kelas Maya sebagai salah satu pendekatan pembelajaran di Indonesia, yang bahkan digaungkan bersamaan dengan lahirnya Kurikulum 2013. 
Seorang guru yang menerapkan metode ini tentu memiliki alasan pedagogis yang kuat, yaitu menyampaikan materi pelajaran melalui platform daring yang interaktif dan berpotensi meningkatkan keterlibatan siswa. Dalam era digital ini, Kelas Maya menawarkan fleksibilitas, akses ke berbagai sumber belajar, dan kesempatan untuk berkolaborasi secara virtual. Namun, implementasi Kelas Maya di lapangan seringkali menemui kendala, salah satunya adalah keterbatasan akses internet yang stabil dan merata. Inilah yang kemungkinan besar menjadi penyebab mengapa siswa terpaksa "mayeng-mayeng" atau berkeliaran di sekitar sekolah untuk mencari titik koneksi yang memadai. 
Mereka tidak sedang bolos atau menghindari pelajaran, melainkan berusaha untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang dirancang oleh guru mereka. Dalam situasi seperti ini, pemakluman dari seluruh elemen sekolah menjadi krusial. Guru lain perlu memahami bahwa rekan sejawat mereka sedang mencoba mengimplementasikan metode pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Petugas piket, yang biasanya bertugas menjaga ketertiban dan keamanan sekolah, perlu memahami konteks situasional ini dan tidak serta-merta menganggap siswa yang berada di luar kelas sebagai pelanggar aturan. 
Kepala sekolah, sebagai pemimpin institusi, memiliki peran penting dalam mensosialisasikan dan mendukung implementasi metode pembelajaran berbasis teknologi ini, termasuk mencari solusi untuk kendala infrastruktur seperti ketersediaan internet. Lantas, muncul pertanyaan menarik: apakah mengevaluasi metode yang digunakan guru merupakan tupoksi seorang petugas piket? Jawabannya, secara umum, tidak. 
Tupoksi utama petugas piket biasanya berkisar pada: Memastikan keamanan dan ketertiban lingkungan sekolah selama jam pelajaran. Mencatat kehadiran dan keterlambatan siswa. Menangani perizinan siswa yang keluar masuk sekolah. Menjadi penghubung informasi antara siswa, guru, dan pihak sekolah. Merespon kejadian insidental atau darurat. Evaluasi metode pembelajaran adalah ranah profesional guru dan kepala sekolah, atau tim khusus yang ditunjuk untuk pengembangan kurikulum dan inovasi pembelajaran. Guru memiliki otonomi dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, tentu dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan materi ajar. 
Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi kualitas pembelajaran secara keseluruhan, memberikan dukungan dan umpan balik kepada guru, serta memastikan bahwa metode yang digunakan selaras dengan visi dan misi sekolah. Dalam konteks siswa yang keluar kelas untuk mencari sinyal internet, peran petugas piket yang lebih tepat adalah: Mencatat siswa yang keluar kelas dengan tujuan mencari koneksi internet (jika diperlukan untuk pendataan). Memastikan siswa tetap berada di area sekolah dan tidak menyalahgunakan waktu di luar kelas. Mengarahkan siswa ke area yang memiliki sinyal internet lebih baik (jika diketahui). 
Berkoordinasi dengan guru yang bersangkutan jika ada siswa yang terlalu lama berada di luar kelas atau menimbulkan potensi masalah. Kesalahpahaman terjadi ketika kita melihat fenomena ini dari sudut pandang aturan dan ketertiban konvensional tanpa memahami konteks pedagogis di baliknya. Pembelajaran Kelas Maya, meskipun menjanjikan, memerlukan dukungan infrastruktur dan pemahaman dari seluruh komunitas sekolah. Alih-alih langsung menghakimi, dialog dan koordinasi antar guru, petugas piket, kepala sekolah, dan bahkan siswa menjadi kunci untuk mengatasi kendala dan mengoptimalkan implementasi metode pembelajaran inovatif ini. 
Pada akhirnya, tujuan utama kita adalah menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif bagi siswa. Jika pemanfaatan Kelas Maya adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut, maka seluruh elemen sekolah perlu berkolaborasi dan saling memahami demi kelancaran proses pembelajaran, meskipun terkadang terlihat "berantakan" di permukaan. Memahami konteks dan berkomunikasi secara efektif adalah langkah awal untuk menghindari kesalahpahaman dan mendukung inovasi dalam dunia pendidikan.

Read More »
25 May | 0komentar

Mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan global


Sosok yang sering diibaratkan sebagai pelita dalam kegelapan, memiliki peran sentral dalam membentuk generasi penerus bangsa. Mereka adalah pembimbing, pendidik, dan inspirator yang mengantarkan anak didik menuju gerbang kesuksesan. Namun, di era perubahan zaman yang serba cepat ini, muncul pertanyaan: apakah guru hanya menjadi penonton yang menyaksikan transformasi zaman, atau justru menjadi agen perubahan yang membentuk generasi emas masa depan? Peran Guru di Era Perubahan Zaman Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, peran guru tidak lagi sebatas menyampaikan materi pelajaran. 
Guru dituntut untuk memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, kreativitas, dan inovasi dalam proses pembelajaran. Mereka harus mampu mengintegrasikan teknologi ke dalam kelas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan interaktif, serta mengembangkan keterampilan abad ke-21 pada anak didik. Selain itu, guru juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak didik. Di era digital yang penuh dengan informasi dan distraksi, guru harus mampu membimbing anak didik untuk memiliki sikap kritis, etika digital yang baik, dan kemampuan membedakan informasi yang benar dan salah. 
Tantangan yang Dihadapi Guru Perubahan zaman juga membawa tantangan tersendiri bagi guru. Beberapa tantangan yang dihadapi guru antara lain: 
Adaptasi terhadap teknologi: Guru dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi baru agar dapat memanfaatkannya secara efektif dalam pembelajaran. 
Perubahan kurikulum: Kurikulum pendidikan terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Guru harus mampu memahami dan mengimplementasikan kurikulum baru dengan baik. 
Karakteristik anak didik yang beragam: Setiap anak didik memiliki karakteristik, minat, dan bakat yang berbeda-beda. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang inklusif dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak didik. 
Tuntutan masyarakat: Masyarakat menuntut guru untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap bersaing di era global. 

Guru sebagai Penyelamat Generasi Emas Masa Depan 
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi emas masa depan. Dengan dedikasi, inovasi, dan semangat pantang menyerah, guru dapat: Menciptakan generasi yang cerdas dan berkarakter: Guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang kuat pada anak didik. Mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan global: Guru membekali anak didik dengan keterampilan abad ke-21, seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi, agar mereka siap bersaing di era global. Membangun generasi yang cinta tanah air: Guru menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air pada anak didik, sehingga mereka memiliki semangat untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa. 
Guru bukanlah sekadar penonton dalam perubahan zaman, melainkan agen perubahan yang memiliki peran krusial dalam membentuk generasi emas masa depan. Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, guru mampu mengantarkan anak didik menuju gerbang kesuksesan dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih gemilang.

Read More »
05 May | 0komentar

Strategi Implementasi Mata Pelajaran PKL


Mata pelajaran PKL dilaksanakan berdasarkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peserta didik di dunia kerja. Pelaksanaan mapel PKL merupakan proses belajar di dunia kerja dengan mengaplikasikan teori dan praktik yang dilakukan di sekolah. Peserta didik melaksanakan praktik kerja secara langsung berdasarkan kesepakatan program dengan bimbingan dan arahan instruktur PKL serta pendampingan oleh guru mapel PKL. Strategi Implementasi mapel PKL dilaksanakan sebagai berikut:

1.Pembekalan
Sebelum peserta didik melaksanakan PKL di dunia kerja, satuan pendidikan melakukan pembekalan. Program pembekalan PKL yang diberikan kepada peserta didik bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik pada saat PKL di dunia kerja. Pembekalan dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu pembelajaran reguler dan pembekalan sebelum keberangkatan. Pembelajaran reguler dipersiapkan oleh seluruh mata pelajaran intra dan kokurikuler yang dilaksanakan pada kelas X dan XI. Adapun pembekalan sebelum keberangkatan direncanakan secara khusus oleh sekolah dan dunia kerja. Lokasi pembekalan peserta didik dapat dilakukan baik di sekolah maupun di dunia kerja. Materi pembekalan PKL bagi peserta didik dapat meliputi dan tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut: (a) Karakteristik budaya kerja di dunia kerja; (b) Aturan kerja di dunia kerja; (c) Orientasi lingkungan sosiokultural (d) Kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup; (e) survei lokasi PKL; (f) Penyusunan laporan kegiatan harian maupun laporan akhir; dan (g) Penilaian akhir. Selain pembekalan yang ditujukan kepada peserta didik, sosialisasi mengenai tujuan dan mekanisme pelaksanaan PKL kepada orang tua/wali peserta didik juga perlu dilakukan. Sosialisasi ini dilakukan agar orang tua memahami secara umum tujuan, pelaksanaan pembelajaran, serta hal-hal lainnya yang akan dilakukan peserta didik selama PKL. 
2. Pembimbing dan Instruktur PKL
Terdapat dua pembimbing dalam pelaksanaan PKL, yaitu guru mata pelajaran PKL dari sekolah dan instruktur dari dunia kerja. Guru mapel PKL adalah seorang atau beberapa orang guru yang bersama-sama bertanggung jawab atas ketercapaian kompetensi pembelajaran PKL peserta didik. Instruktur PKL merupakan pembimbing dari pihak dunia kerja yang bertindak mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam melakukan pekerjaannya di dunia kerja. Keduanya melaksanakan tugas yang sama, yaitu memfasilitasi pembelajaran PKL peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan bersama, sehingga penting untuk senantiasa berkolaborasi dalam pembelajaran PKL.

Kolaborasi yang dimaksud dapat meliputi: penyusunan rencana (program dan kompetensi), pelaksanaan (kehadiran dan pelaksanaan kerja), dan asesmen PKL. Dokumen pembimbingan dirancang agar dapat diakses oleh kedua pembimbing secara daring dan/atau luring. Guru mapel PKL dapat terdiri dari unsur guru mata pelajaran kejuruan (termasuk matematika, bahasa Inggris, kewirausahaan dan mata pelajaran pilihan) dan guru mata pelajaran umum yang mengajar pada kelas X, XI, XII, hingga XIII. Jumlah guru mapel PKL dalam satu periode PKL ditentukan oleh satuan pendidikan dengan alokasi sebanyak 46 (empat puluh enam) Jam Pelajaran (JP). Jumlah JP mapel PKL tersebut dapat diampu oleh beberapa guru sesuai situasi dan kebijakan setiap satuan pendidikan SMK/MAK. Guru yang ditunjuk sebagai pengampu mapel PKL (guru mapel PKL) diberikan pemahaman terkait proses PKL di dunia kerja dan pembimbingannya. 
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan terkait guru mapel PKL di SMK/MAK: 
  1. Guru mapel PKL menguasai proses kerja pada dunia kerja. 
  2. Pembelajaran pada satu lokasi PKL dapat dilaksanakan oleh satu orang guru atau beberapa orang guru yang berkolaborasi. 
  3. Perhitungan jumlah JP bagi setiap guru mapel PKL didasarkan pada pembagian secara proporsional sesuai dengan jumlah peserta didik keseluruhan yang melaksanakan PKL pada satu sekolah.

Secara umum, pembelajaran PKL sama dengan pembelajaran pada mapel lainnya, sehingga peran guru mapel PKL juga sama seperti guru mapel lain, namun PKL dilakukan di dunia kerja. Oleh karena itu, berikut beberapa tugas guru mapel PKL dan instruktur dunia kerja: 
Tugas guru mapel PKL adalah: 
  • mengomunikasi penempatan peserta didik di lokasi penempatan PKL di dunia kerja; 
  • memastikan keamanan dan keselamatan peserta didik selama pelaksanaan PKL 
  • menjadi fasilitator pembelajaran 
  • memastikan kehadiran peserta didik di tempat PKL 
  • melakukan pemantauan dan pembimbingan peserta didik dalam melakukan proses kerja sesuai dengan perencanaan pembelajaran serta ketentuan dan proses kerja yang berlaku di dunia kerja tempat PKL.
  • memastikan peserta didik mengisi jurnal harian PKL melakukan pencatatan terhadap perkembangan peserta didik
  • melakukan proses asesmen PKL terhadap peserta didik dengan melibatkan penilaian dunia kerja jika terjadi kasus yang tidak diinginkan, terlibat dalam penyelesaian kasus di lokasi PKL;
  • menjemput peserta didik PKL di akhir masa program PKL; 
  • memberikan bimbingan penulisan laporan PKL. 

Tugas instruktur dunia kerja adalah:
  • mengarahkan, membimbing, dan mementori peserta didik dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan perencanaan pembelajaran dan kehidupan sosialnya di dunia kerja; 
  •  memberikan penilaian hasil kerja peserta didik PKL; 
  • dan melaporkan kepada pihak sekolah secara berkala perkembangan peserta didik PKL dan jika terdapat kejadian tertentu di lokasi PKL yang perlu diketahui pihak satuan pendidikan

Read More »
14 September | 0komentar

Perencanaan Mapel PKL

Perencanaan PKL dijabarkan dari CP mapel PKL, dilaksanakan oleh SMK/MAK bersama dunia kerja, menjadi dokumen Tujuan Pembelajaran (TP), Alur Tujuan pembelajaran (ATP), perencanaan pembelajaran dan asesmen. Tujuan Pembelajaran (TP) merupakan rumusan target kompetensi yang dikuasai peserta didik setelah melaksanakan PKL. 

Berdasarkan TP, sekolah bersama dunia kerja mengidentifikasi potensi pekerjaan/kompetensi yang ada di dunia kerja untuk penyusunan ATP/program PKL yang akan dilaksanakan. Dokumen perencanaan pembelajaran dapat menggunakan informasi atau dokumen kerja sesuai kebijakan dunia kerja tempat PKL. Dokumen perencanaan PKL berfungsi sebagai dasar pelaksanaan dan pemantauan. 

Berdasarkan CP mapel PKL sekolah bersama dunia kerja tempat PKL, menyusun Tujuan Pembelajaran (TP), Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) PKL, dan perangkat ajar PKL.
a. Tujuan Pembelajaran (TP) - Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) 
Tujuan Pembelajaran (TP) merupakan rumusan kompetensi yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dan dunia kerja yang mengacu kepada CP dan kontekstual dengan karakteristik dunia kerja. Satuan pendidikan bersama dunia kerja melakukan identifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar menyusun TP agar sesuai dengan pekerjaan yang tersedia di setiap dunia kerja tempat PKL akan dilaksanakan. Berdasarkan TP yang telah dirumuskan, selanjutnya, disusun ATP berupa urutan kegiatan pelaksanaan PKL. Kemudian dokumen TP-ATP diketahui oleh kedua belah pihak. 

b. Program PKL Tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran (TP-ATP) kemudian digunakan sebagai acuan untuk menyusun program PKL. Sekolah bersama dunia kerja tempat PKL menyusun program berdasarkan TP - ATP memuat pekerjaan/kegiatan yang akan dilaksanakan beserta jadwal waktu pelaksanaannya. Durasi dan urutan pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan kondisi dunia kerja, misalnya volume kerja dan peralatan yang dimiliki, sehingga program PKL tiap peserta didik tidak selalu sama. Dokumen program disahkan oleh kedua belah pihak. 

c. Perangkat Ajar PKL 
Perangkat ajar dalam pelaksanaan PKL meliputi segala informasi dan dokumen dalam pelaksanaan kegiatan untuk membimbing peserta didik. Perangkat ajar PKL merupakan media komunikasi antara peserta didik dengan guru mapel PKL dan/atau instruktur dunia kerja. Dokumen tersebut disusun sesuai ketentuan dan proses kerja masing-masing dunia kerja tempat PKL. 

1. Informasi dasar pekerjaan 
Pelaksanaan kerja memerlukan informasi sebagai dasar kerja. Dalam rangka peningkatan kapabilitas peserta didik, informasi dasar pekerjaan sangat diperlukan supaya peserta didik memahami pekerjaan dan proses kerja yang akan ia lakukan. Informasi yang diperlukan dapat berupa: konsep, buku manual, gambar kerja, dan lain-lain. Dokumen tersebut disusun sesuai dengan program PKL. Informasi dasar pekerjaan ini dapat disiapkan oleh guru pengampu mapel PKL dan instruktur dunia kerja. 
2. Prosedur kerja 
Setiap tempat PKL memiliki mekanisme kerja atau prosedur yang dikembangkan sesuai situasi dan kondisi. Dalam melaksanakan PKL, peserta didik harus mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan dan sesuai dengan standar serta ketentuan yang berlaku di dunia kerja tempat PKL.
Untuk membimbing peserta didik dalam melaksanakan PKL, guru pengampu mapel PKL dan instruktur dunia kerja perlu menyampaikan prosedur kerja dan pemantauan keterlaksanaan pekerjaan. 
3. Jurnal PKL 
Peserta didik melaksanakan PKL berdasarkan program yang telah disusun. Kegiatan peserta didik perlu dipantau oleh instruktur dunia kerja dan guru mapel PKL. Dokumen pemantauan berupa jurnal kegiatan yang diisi oleh peserta didik dan diketahui/diberikan catatan oleh pembimbing dan instruktur. Pemantauan kegiatan dapat dilakukan secara fisik atau menggunakan sistem informasi Jurnal PKL berisi kegiatan yang dilaksanakan serta keterangan unit kerja/tempat pelaksanaannya. Contoh Jurnal PKL dapat dilihat pada lampiran

Read More »
14 September | 0komentar

Panduan Pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP)

Tim Pengembang Kurikulum
Tahun ajaran baru 2024/2025 pemerintah menentukan bahwa kurikulum yang digunakan di tingkat satuan pendidikan adalah Kurukulum Satuan Pendidikan (KSP). Kurikulum satuan pendidikan dikembangkan dan dikelola dengan mengacu kepada struktur kurikulum dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah serta menyelaraskannya dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, serta daerah. 
Pada panduan penyusunan KSP sebagai komponen minimal yang ditetapkan oleh Kementerian dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 dan satu komponen tambahan, yaitu evaluasi, pendampingan, dan pengembangan profesional yang dapat dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang siap untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berkelanjutan. 
Dalam menyusun kurikulum satuan pendidikan, satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk menentukan bentuk dan sistematika penyusunannya, dan dapat disesuaikan dengan konteks satuan pendidikan. Panduan ini digunakan bersama dengan dokumen-dokumen lain yang terkait, di antaranya: Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif, Panduan Implementasi Bimbingan dan Konseling, dan Panduan Pemilihan Mata Pelajaran Pilihan SMA/MA dan SMK/MAK serta bentuk lain yang sederajat. Dokumen-dokumen tersebut diharapkan dapat dibaca dan dipelajari dengan saksama sebagai penunjang pengembangan kurikulum satuan pendidikan. 

Fungsi Kurikulum Satuan Pendidikan sebagai dokumen hidup yang membantu satuan pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Hal ini dapat tercapai dikarenakan pertama, dalam proses penyusunan dokumen ini, bersama warga satuan pendidikan didorong untuk melakukan analisis, refleksi proses pembelajaran, dan evaluasi berbasis data yang telah dijalankan dengan sistematis dan terstruktur. 
Proses ini dipercaya dapat memunculkan kemandirian dan mengembangkan kompetensi kepala satuan pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk mengorganisasi dan merencanakan pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kondisi dari satuan pendidikan untuk mencapai tujuannya. Kedua, dokumen Kurikulum Satuan Pendidikan dapat membantu kepala satuan pendidikan melakukan diversifikasi kurikulum berdasarkan hasil identifikasi potensi dan karakteristik daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Diversifikasi ini diharapkan dapat memperkuat ciri khas satuan pendidikan dan membantu untuk mencapai visi, misi, dan tujuannya. Ketiga, pengembangan kurikulum satuan pendidikan yang prosesnya diharapkan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dapat memunculkan rasa kepemilikan dan gotong royong dalam menyukseskan pelaksanaan kurikulumnya menuju pendidikan yang berkualitas.

Read More »
19 July | 0komentar

Asesmen Diagnosis Non Kognitif

Asesmen Diagnostik merupakan penilaian/asesmen kurikulum merdeka yang dilakukan secara spesifik dengan tujuan untuk mengidentifikasi atau mengetahui karakteristik, kondisi kompetensi, kekuatan, kelemahan model belajar peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik yang beragam (kepmendikbud No.719/P/2020). Dengan terlaksananya asesmen diagnostik di sekolah telah memberikan banyak hal positif sampai dengan semangat tersendiri bagi para guru, sehingga para guru dapat menyesuaikan dan merancang metode, model dan media pembelajaran yang sesuai kemampuan peserta didik untuk menyampaikan materi capaian pembelajaran.

Read More »
19 July | 0komentar

Esensi dari Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. 

Karakteristik Kurikulum Merdeka 
Pengembangan Soft Skills dan Karakter 
Fokus pada Materi Esensial 
Pembelajaran yang fleksibel 

Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.

Sesuai dengan Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024, (sebagai landasan terupdate dari pelaksanaan Kurikulum merdeka, bahwa pengembangan untuk satuan pendidikan adalah
Satuan Pendidikan mengembangkan Kurikulum Satuan Pendidikan paling sedikit memuat: 
a. karakteristik Satuan Pendidikan; 
b. visi, misi, dan tujuan Satuan Pendidikan; 
c. pengorganisasian pembelajaran; dan 
d. perencanaan pembelajaran. 

Pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan Satuan Pendidikan, potensi daerah, dan Peserta Didik. Pengembangan kurikulum Satuan Pendidikan melibatkan komite sekolah dan melibatkan masyarakat.

Read More »
14 July | 0komentar

Capaian Pembelajaran (CP) PKL

Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase. Untuk mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan, capaian yang ditargetkan di Fase F. CP menjadi acuan untuk pembelajaran intrakurikuler. Sementara itu, kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila tidak perlu merujuk pada CP, karena lebih diutamakan untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila dirancang utamanya untuk mengembangkan dimensi-dimensi profil pelajar Pancasila yang diatur dalam Keputusan Kepala BSKAP tentang Dimensi, Elemen, dan Subelemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. 
Dengan demikian, CP digunakan untuk intrakurikuler, sementara dimensi profil pelajar Pancasila untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sebagai acuan untuk pembelajaran intrakurikuler, CP dirancang dan ditetapkan dengan berpijak pada Standar Nasional Pendidikan terutama Standar Isi. Oleh karena itu, pendidik yang merancang pembelajaran dan asesmen mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan tidak perlu lagi merujuk pada dokumen Standar Isi, cukup mengacu pada CP. 
Untuk Pendidikan dasar dan menengah, CP disusun untuk setiap mata pelajaran. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dapat menggunakan CP pendidikan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus tanpa hambatan intelektual menggunakan CP reguler ini dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum dan pembelajaran. Pemerintah menetapkan Capaian Pembelajaran (CP) sebagai kompetensi yang ditargetkan. 
Namun demikian, sebagai kebijakan tentang target pembelajaran yang perlu dicapai setiap peserta didik, CP tidak cukup konkret untuk memandu kegiatan pembelajaran sehari-hari. Oleh karena itu pengembang kurikulum operasional ataupun pendidik perlu menyusun dokumen yang lebih operasional yang dapat memandu proses pembelajaran intrakurikuler, yang dikenal dengan istilah alur tujuan pembelajaran. Pengembangan alur tujuan pembelajaran dijelaskan lebih terperinci dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Memahami CP adalah langkah pertama dalam perencanaan pembelajaran dan asesmen (lihat Gambar bawah ini yang diambil dari Panduan Pembelajaran dan Asesmen). 


Untuk dapat merancang pembelajaran dan asesmen mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan dengan baik, CP mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan perlu dipahami secara utuh, termasuk rasional mata pelajaran, tujuan, serta karakteristik dari mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan. Dokumen ini dirancang untuk membantu pendidik pengampu mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan memahami CP mata pelajaran ini. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan beberapa penjelasan dan panduan untuk berpikir reflektif setelah membaca setiap bagian dari CP mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan. Berikutnya lihat Rasionalisasi Mapel PKL

Read More »
07 July | 0komentar

Rasional Mata Pelajaran Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah mata pelajaran yang merupakan wahana pembelajaran di dunia kerja (termasuk teaching factory). PKL memberikan kesempatan kepada peserta didik menginternalisasi dan menerapkan soft skills (karakter dan budaya kerja) serta menerapkan, meningkatkan, dan mengembangkan penguasaan hard skills (kompetensi teknis) sesuai dengan konsentrasi keahliannya dan kebutuhan dunia kerja, serta kemandirian berwirausaha. Melalui mata pelajaran ini terdapat manfaat bagi peserta didik, dunia kerja, dan satuan pendidikan.
Bagi peserta didik mendapat pengalaman langsung bekerja pada pekerjaan yang sesungguhnya sekaligus menerapkan pengetahuan dan teknologi yang telah dipelajari. Bagi dunia kerja mendapatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan kompeten serta dapat berkontribusi dalam pengembangan SDM Indonesia. Bagi satuan pendidikan mendapat transfer pengetahuan dan teknologi dari dunia kerja serta membangun kerja sama yang lebih erat dan saling memberikan manfaat.
Mata pelajaran PKL dirancang dalam struktur kurikulum SMK untuk dilaksanakan pada kelas XII (Program 3 Tahun) dan kelas XIII (Program 4 Tahun) dengan pertimbangan peserta didik telah memiliki dasar-dasar kemampuan kerja yang cukup. 
PKL dilaksanakan secara blok sesuai dengan ketersediaan sumber daya dan kebutuhan penguasaan kompetensi. Praktik Kerja Lapangan merupakan penyelarasan akhir atau kulminasi dari seluruh mata pelajaran. Pembelajarannya diselenggarakan berbasis proses bisnis dan mengikuti Prosedur Operasional Standar (POS) yang berlaku di dunia kerja melalui tahapan mengamati, memahami, meniru tindakan, bekerja dengan bantuan dan pengawasan, bekerja mandiri, serta aktualisasi dan eksplorasi. Pembelajaran diarahkan untuk terjadinya penguasaan kompetensi secara utuh oleh peserta didik sesuai pembagian pekerjaan di dunia kerja. Pelaksanaannya antara lain dapat menggunakan Sistem Pelatihan Berotasi atau Training Rotation System (TRS) atau sistem pelatihan lain yang sesuai. Rotasi dapat dilakukan dalam 1 (satu) dunia kerja dan/atau di berbagai dunia kerja yang disusun dan disepakati oleh satuan pendidikan dan dunia kerja.
Mata pelajaran PKL berkontribusi pada penguatan nilai-nilai dan karakter profil pelajar Pancasila. Nilai dan karakter tersebut disesuaikan dengan konteks pembelajaran PKL dan karakteristik dunia kerja.


Read More »
13 June | 0komentar

Capaian Pembelajaran (CP) Mata Pelajaran Pratik Kerja Lapangan

Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase. Untuk mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan, capaian yang ditargetkan di Fase F. CP menjadi acuan untuk pembelajaran intrakurikuler. Sementara itu, kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila tidak perlu merujuk pada CP, karena lebih diutamakan untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila dirancang utamanya untuk mengembangkan dimensi-dimensi profil pelajar Pancasila yang diatur dalam Keputusan Kepala BSKAP tentang Dimensi, Elemen, dan Subelemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. 
Dengan demikian, CP digunakan untuk intrakurikuler, sementara dimensi profil pelajar Pancasila untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sebagai acuan untuk pembelajaran intrakurikuler, CP dirancang dan ditetapkan dengan berpijak pada Standar Nasional Pendidikan terutama Standar Isi. Oleh karena itu, pendidik yang merancang pembelajaran dan asesmen mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan tidak perlu lagi merujuk pada dokumen Standar Isi, cukup mengacu pada CP. 
Untuk Pendidikan dasar dan menengah, CP disusun untuk setiap mata pelajaran. Bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dapat menggunakan CP pendidikan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus tanpa hambatan intelektual menggunakan CP reguler ini dengan menerapkan prinsip modifikasi kurikulum dan pembelajaran. Pemerintah menetapkan Capaian Pembelajaran (CP) sebagai kompetensi yang ditargetkan. 
Namun demikian, sebagai kebijakan tentang target pembelajaran yang perlu dicapai setiap peserta didik, CP tidak cukup konkret untuk memandu kegiatan pembelajaran sehari-hari. Oleh karena itu pengembang kurikulum operasional ataupun pendidik perlu menyusun dokumen yang lebih operasional yang dapat memandu proses pembelajaran intrakurikuler, yang dikenal dengan istilah alur tujuan pembelajaran. Pengembangan alur tujuan pembelajaran dijelaskan lebih terperinci dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Memahami CP adalah langkah pertama dalam perencanaan pembelajaran dan asesmen (lihat Gambar bawah ini yang diambil dari Panduan Pembelajaran dan Asesmen). 


Untuk dapat merancang pembelajaran dan asesmen mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan dengan baik, CP mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan perlu dipahami secara utuh, termasuk rasional mata pelajaran, tujuan, serta karakteristik dari mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan. Dokumen ini dirancang untuk membantu pendidik pengampu mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan memahami CP mata pelajaran ini. Untuk itu, dokumen ini dilengkapi dengan beberapa penjelasan dan panduan untuk berpikir reflektif setelah membaca setiap bagian dari CP mata pelajaran Praktik Kerja Lapangan. Berikutnya lihat Rasionalisasi Mapel PKL

Capaian Pembelajaran

Elemen

Capaian Pembelajaran

Internalisasi dan penerapan soft skills

Pada akhir fase F, peserta didik mampu menerapkan etika berkomunikasi secara lisan dan tulisan, integritas (antara lain jujur, disiplin, komitmen, dan tanggung jawab), etos kerja,

bekerja secara mandiri dan/atau bekerja di dalam tim, kepedulian sosial dan lingkungan, serta ketaatan terhadap norma, K3LH, dan POS yang

berlaku di dunia kerja.

Penerapan hard skills

Pada akhir fase F, peserta didik mampu menerapkan kompetensi teknis pada pekerjaan sesuai POS yang berlaku di dunia kerja.

Peningkatan dan Pengembangan hard skills

Pada akhir fase F, peserta didik mampu menerapkan kompetensi teknis baru dan/atau kompetensi teknis yang belum tuntas dipelajari sesuai konsentrasi keahlian.

Penyiapan Kemandirian Berwirausaha

Pada akhir fase F, peserta didik mampu melakukan analisis usaha secara mandiri.



Read More »
12 June | 0komentar

Tentang SMK Pusat Keunggulan

Peningkatan PBM SMK PK SMKN 1 Bukateja

Program SMK Pusat Keunggulan merupakan program pengembangan SMK dengan kompetensi keahlian tertentu dalam peningkatan kualitas dan kinerja, yang diperkuat melalui kemitraan dan penyelarasan dengan dunia usaha, dunia industri, dunia kerja, yang akhirnya menjadi SMK rujukan yang dapat berfungsi sebagai sekolah penggerak dan pusat peningkatan kualitas dan kinerja SMK lainnya. Selain itu, ada program pendampingan yang dirancang untuk membantu SMK PK dalam pencapaian output. Pelaksana pendampingan dilakukan oleh perguruan tinggi yang telah memenuhi kriteria.

SMK  PK dari Tahun Ke Tahun



Peningkatan tiga aspek tersebut akan menghasilkan.. 
SMK dengan Teaching Factory yang aktif memproduksi, dengan status keuangan yang fleksibel, dan menjadi pusat pembelajaran bagi SMK lain dengan program keahlian yang sama.


Pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka
a. Perubahan utama dalam Kurikulum Merdeka: 
  1. Porsi pembelajaran kejuruan meningkat dari tahun ke tahun. 
  2. Pengembangan pembelajaran lebih fleksibel dapat disesuaikan dengan karakteristik sekolah, kemitraan dunia kerja, dan potensi lokal/daerah. 
  3. Modul-modul pembelajaran dapat disusun bersama mitra dunia kerja. 
  4. Praktik Kerja Lapangan (PKL) menjadi mata pelajaran wajib selama 6 bulan. 
  5. Pengembangan kompetensi Profil Pelajar Pancasila mendorong siswa SMK untuk mengembangkan soft-skills.

c. Intervensi Program SMK PK untuk penguatan implementasi Pembelajaran Kurikulum Merdeka: 
  1. Lokakarya penyelarasan pembelajaran berbasis industri. 
  2. Lokakarya pemanfaatan sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan Teaching Factory (TeFa).
  3. Lokakarya Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), perangkat ajar, media pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran praktik baik.
Peningkatan Kompetensi SDM (Guru dan Kepala Sekolah)
Peningkatan Kompetensi SDM dalam Program SMK PK untuk guru dan kepala sekolah dilakukan dalam bentuk: 
  1. Peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah. 
  2. Pelatihan Komite Pembelajaran & In-House-Training bagi guru untuk penguatan implementasi pembelajaran. 
  3. Peningkatan kompetensi guru kejuruan berbasis industri. 
  4. Magang guru di dunia kerja.



Read More »
28 December | 0komentar

Pelatihan Komite Pembelajaran (PKP)

Pembukaan IHT oleh Ketua Panitia

Pelatihan Komite Pembelajaran pada Program SMK Pusat Keunggulan merupakan pelatihan yang didesain untuk menyiapkan komite pembelajaran pada setiap satuan pendidikan pelaksana Program SMK Pusat Keunggulan, agar mampu dan siap melakukan perubahan penyelenggaraan pembelajaran di sekolah masing-masing. Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, para peserta selanjutnya bertanggung jawab untuk menyelenggarakan in-house training dengan substansi pokok yang sama di sekolahnya. Desain Pelatihan Komite Pembelajaran pada Program SMK Pusat Keunggulan dijelaskan dalam uraian berikut :
2.1. Tujuan Pelatihan Komite Pembelajaran 
Setelah menyelesaikan seluruh program pelatihan, peserta diharapkan memiliki: 
  1. Persepsi yang sama tentang Program SMK Pusat Keunggulan. 
  2. Pengetahuan tentang Materi Pelatihan Komite Pembelajaran pada Program SMK Pusat Keunggulan.
  3. Keterampilan dalam memfasilitasi In House Training di satuan Pendidikan pelaksana program SMK Pusat Keunggulan. 

2.2. Capaian Pelatihan Komite Pembelajaran Setelah menyelesaikan seluruh program pelatihan, peserta diharapkan memiliki: 
  • Memahami Program SMK Pusat Keunggulan, pembelajaran Asinkronus di Micro learning, Capaian Pembelajaran, peran Pendamping Implementasi Pembelajaran, pengembangan komunitas praktisi, pendekatan Fasilitasi dan Coaching, perencanaan berbasis data, dan platform teknologi. 
  • Mengenal Platform Pembelajaran (Platform Merdeka Mengajar). 
  • Merefleksi pembelajaran kurikulum merdeka. 
  • Menyusun Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (Analisis karakteristik satuan pendidikan, visi, misi, tujuan satuan pendidikan, dan pengorganisasian pembelajaran di satuan pendidikan). 
  • Merancang Pembelajaran (menyusun tujuan pembelajaran, alur tujuan pembelajaran, program pembelajaran individual, tujuan kegiatan, dan modul ajar). 
  • Merancang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. 
  • Memahami Model kompetensi guru dan kepemimpinan sekolah. 
  • Merancang strategi tindak lanjut, serta alur tujuan dan perangkat pembelajarannya. 
  • Merancang program Bimbingan dan Konseling (BK).
2.3. Sasaran Peserta Pelatihan Komite Pembelajaran 
Pelatihan Komite Pembelajaran diperuntukkan bagi satuan pendidikan pelaksana Program Program SMK Pusat Keunggulan pada tahun pertama di tahun 2023. Peserta Pelatihan Komite Pembelajaran pada Program SMK Pusat Keunggulan terdiri dari unsur: Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, dan 2 Guru Kejuruan, 1 Guru BK dan 1 Guru umum




Read More »
06 December | 0komentar

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Pemaparan Materi

Setelah merumuskan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya dalam perencanaan pembelajaran adalah menyusun alur tujuan pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki fungsi yang serupa dengan apa yang dikenal selama ini sebagai “silabus”, yaitu untuk perencanaan dan pengaturan pembelajaran dan asesmen secara garis besar untuk jangka waktu satu tahun. 
Oleh karena itu, pendidik dapat menggunakan alur tujuan pembelajaran saja, dan alur tujuan pembelajaran ini dapat diperoleh pendidik dengan: (1) merancang sendiri berdasarkan CP, (2) mengembangkan dan memodifikasi contoh yang disediakan, ataupun (3) menggunakan contoh yang disediakan pemerintah. Bagi pendidik yang merancang alur tujuan pembelajarannya sendiri, tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya akan disusun sebagai satu alur (sequence) yang berurutan secara sistematis, dan logis dari awal hingga akhir fase. 
Alur tujuan pembelajaran juga perlu disusun secara linier, satu arah, dan tidak bercabang, sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari. Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan: 
  1. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang lebih umum bukan tujuan pembelajaran harian (goals, bukan objectives); 
  2. Alur tujuan pembelajaran harus tuntas satu fase, tidak terpotong di tengah jalan; 
  3. Alur tujuan pembelajaran perlu dikembangkan secara kolaboratif, (apabila guru mengembangkan, maka perlu kolaborasi guru lintas kelas/tingkatan dalam satu fase. Contoh: kolaborasi antara guru kelas I dan II untuk Fase A; 
  4. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai karakteristik dan kompetensi yang dikembangkan setiap mata pelajaran. Oleh karena itu sebaiknya dikembangkan oleh pakar mata pelajaran, termasuk guru yang mahir dalam mata pelajaran tersebut; 
  5. Penyusunan alur tujuan pembelajaran tidak perlu lintas fase (kecuali pendidikan khusus); 
  6. Metode penyusunan alur tujuan pembelajaran harus logis, dari kemampuan yang sederhana ke yang lebih rumit, dapat dipengaruhi oleh karakteristik mata pelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan (misal: matematik realistik); 
  7. Tampilan tujuan pembelajaran diawali dengan alur tujuan pembelajarannya terlebih dahulu, baru proses berpikirnya (misalnya, menguraikan dari elemen menjadi tujuan pembelajaran) sebagai lampiran agar lebih sederhana dan langsung ke intinya untuk guru; 
  8. Karena alur tujuan pembelajaran yang disediakan Kemendikbudristek merupakan contoh, maka alur tujuan pembelajaran dapat bernomor/huruf (untuk menunjukkan urutan dan tuntas penyelesaiannya dalam satu fase); 
  9.  Alur tujuan pembelajaran menjelaskan SATU alur tujuan pembelajaran, tidak bercabang (tidak meminta guru untuk memilih). Apabila sebenarnya urutannya dapat berbeda, lebih baik membuat alur tujuan pembelajaran lain sebagai variasinya, urutan/alur perlu jelas sesuai pilihan/keputusan penyusun, dan untuk itu dapat diberikan nomor atau kode; dan 
  10. Alur tujuan pembelajaran fokus pada pencapaian CP, bukan profil pelajar Pancasila dan tidak perlu dilengkapi dengan pendekatan/strategi pembelajaran (pedagogi) 

Read More »
28 October | 0komentar

Prinsip Pembelajaran dan Contoh Pelaksanaannya




Pemerintah tidak mengatur pembelajaran dan asesmen secara detail dan teknis. Namun demikian, untuk memastikan proses pembelajaran dan asesmen berjalan dengan baik, Pemerintah menetapkan Prinsip Pembelajaran dan Asesmen. Prinsip pembelajaran dan prinsip asesmen diharapkan dapat memandu pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna agar peserta didik lebih kreatif, berpikir kritis, dan inovatif. Dalam menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran, pendidik diharapkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

A. Prinsip Pembelajaran


1. Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai dengan kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan peserta didik yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. 
  • Pada awal tahun ajaran, pendidik berusaha mencari tahu kesiapan belajar peserta didik dan pencapaian sebelumnya. Misalnya, melalui dialog dengan peserta didik, sesi diskusi kelompok kecil, tanya jawab, pengisian survei/angket, dan/ atau metode lainnya yang sesuai.
  • • Pendidik merancang atau memilih alur tujuan pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, atau pada tahap awal. Pendidik dapat menggunakan atau mengadaptasi contoh tujuan pembelajaran, alur tujuan pembelajaran dan modul ajar yang disediakan oleh Kemendikbudristek. 
  • • Pendidik merancang pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik mengalami proses belajar sebagai pengalaman yang menimbulkan emosi positif

Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat; Pendidik mendorong peserta didik untuk melakukan refleksi untuk memahami kekuatan diri dan area yang perlu dikembangkan. 
  • Pendidik senantiasa memberikan umpan balik langsung yang mendorong kemampuan peserta didik untuk terus belajar dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan. 
  • Pendidik menggunakan pertanyaan terbuka yang menstimulasi pemikiran yang mendalam. 
  • Pendidik memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif agar terbangun sikap pembelajar mandiri.
  • Pendidik memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
  • Pendidik memberikan tugas atau pekerjaan rumah ditujukan untuk mendorong pembelajaran yang mandiri dan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan dengan mempertimbangkan beban belajar peserta didik. 
  • Pendidik merancang pembelajaran untuk mendorong peserta didik terus meningkatkan kompetensinya melalui tugas dan aktivitas dengan tingkat kesulitan yang tepat.

Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik;Pendidik menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariasi dan untuk membantu peserta didik mengembangkan kompetensi, misalnya belajar berbasis inkuiri, berbasis projek, berbasis masalah, dan pembelajaran terdiferensiasi. 
  • Pendidik merefleksikan proses dan sikapnya untuk memberi keteladanan dan sumber inspirasi positif bagi peserta didik. 
  • Pendidik merujuk pada profil pelajar Pancasila dalam memberikan umpan balik (apresiasi maupun koreksi)

pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan komunitas sebagai mitra;
  • Pendidik menyelenggarakan pembelajaran sesuai kebutuhan dan dikaitkan dengan dunia nyata, lingkungan, dan budaya yang menarik minat peserta didik. 
  • Pendidik merancang pembelajaran interaktif untuk memfasilitasi interaksi yang terencana, terstruktur, terpadu, dan produktif antara pendidik dengan peserta didik, sesama peserta didik, serta antara peserta didik dan materi belajar. 
  • Pendidik memberdayakan masyarakat sekitar, komunitas, organisasi, ahli dari berbagai profesi sebagai narasumber untuk memperkaya dan mendorong pembelajaran yang relevan.
  • Pendidik melibatkan orang tua dalam proses belajar dengan komunikasi dua arah dan saling memberikan umpan balik. 
  • Pada PAUD, pendidik menggunakan pendekatan multibahasa berbasis bahasa ibu juga dapat digunakan, utamanya bagi peserta didik yang tumbuh di komunitas yang menggunakan bahasa lokal. 
  • Pada SMK, terdapat pembelajaran melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan di dunia kerja atau tempat praktik di lingkungan sekolah yang telah dirancang sesuai dengan standar dunia kerja, menerapkan sistem dan budaya kerja sebagaimana di dunia kerja, dan disupervisi oleh pendidik/instruktur yang ditugaskan atau memiliki pengalaman di dunia kerja yang relevan. 
  • Pada SMK, pendidik dapat menyelenggarakan pembelajaran melalui praktik-praktik kerja bernuansa industri di lingkungan sekolah melalui model pembelajaran industri (teaching factory)

pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
  • Pendidik berupaya untuk mengintegrasikan kehidupan keberlanjutan (sustainable living) pada berbagai kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan bumi, misalnya menggunakan sumber daya secara bijak (hemat air, listrik, dll.), mengurangi sampah, dsb. 
  • Pendidik memotivasi peserta didik untuk menyadari bahwa masa depan adalah milik mereka dan mereka perlu mengambil peran dan tanggung jawab untuk masa depan mereka.
  • Pendidik melibatkan peserta didik dalam mencari solusisolusi permasalahan di keseharian yang sesuai dengan tahapan belajarnya.
  • Pendidik memanfaatkan projek penguatan profil pelajar Pancasila untuk membangun karakter dan kompetensi peserta didik sebagai warga dunia masa depan

Read More »
19 October | 0komentar

Memahami Capaian Pembelajaran (CP)


Capaian Pembelajaran (CP) merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase, dimulai dari fase fondasi pada PAUD. Jika dianalogikan dengan sebuah perjalanan berkendara, CP memberikan tujuan umum dan ketersediaan waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut (fase). Untuk mencapai garis finish, pemerintah membuatnya ke dalam enam etape yang disebut fase. Setiap fase lamanya 1-3 tahun. Berikut ini adalah beberapa contoh pemanfaatan fase-fase Capaian Pembelajaran dalam perencanaan pembelajaran: 
■ Pembelajaran yang fleksibel. Ada kalanya proses belajar berjalan lebih lambat pada suatu periode (misalnya, ketika pembelajaran di masa pandemi COVID-19) sehingga dibutuhkan waktu lebih panjang untuk mempelajari suatu konsep. Ketika harus “menggeser” waktu untuk mengajarkan materi-materi pelajaran yang sudah dirancang, pendidik memiliki waktu lebih panjang untuk mengaturnya. 
■ Pembelajaran yang sesuai dengan kesiapan peserta didik. Fase belajar seorang peserta didik menunjukkan kompetensinya, sementara kelas menunjukkan kelompok (cohort) berdasarkan usianya. Dengan demikian, ada kemungkinan peserta didik berada di kelas III SD, namun belajar materi pelajaran untuk Fase A (yang umumnya untuk kelas I dan II) karena ia belum tuntas mempelajarinya. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kenaikan kelas yang disampaikan dalam Bab VII (Mekanisme Kenaikan Kelas dan Kelulusan). 
■ Pengembangan rencana pembelajaran yang kolaboratif. Satu fase biasanya lintas kelas, misalnya CP Fase D yang berlaku untuk Kelas VII, VIII, dan IX. Saat merencanakan pembelajaran di awal tahun ajaran, guru kelas VIII perlu berkolaborasi dengan guru kelas VII untuk mendapatkan informasi tentang sampai mana proses belajar sudah ditempuh peserta didik di kelas VII. Selanjutnya ia juga perlu berkolaborasi dengan guru kelas IX untuk menyampaikan bahwa rencana pembelajaran kelas VIII akan berakhir di suatu topik atau materi tertentu, sehingga guru kelas IX dapat merencanakan pembelajaran berdasarkan informasi tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang kekhasan CP sebelum memahami isi dari capaian untuk setiap mata pelajaran. 
• Dalam CP, kompetensi yang ingin dicapai ditulis dalam paragraf yang memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau disposisi untuk belajar. Sementara karakter dan kompetensi umum yang ingin dikembangkan dinyatakan dalam profil pelajar Pancasila secara terpisah. Dengan dirangkaikan sebagai paragraf, ilmu pengetahuan yang dipelajari peserta didik menjadi suatu rangkaian yang berkaitan. 
• CP dirancang dengan banyak merujuk kepada teori belajar Konstruktivisme dan pengembangan kurikulum dengan pendekatan “Understanding by Design” (UbD) yang dikembangkan oleh Wiggins & Tighe (2005). Dalam kerangka teori ini, “memahami” merupakan kemampuan yang dibangun melalui proses dan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menjelaskan, menginterpretasi dan mengaplikasikan informasi, menggunakan berbagai perspektif, dan berempati atas suatu fenomena. Dengan demikian, pemahaman bukanlah suatu proses kognitif yang sederhana atau proses berpikir tingkat rendah. 
• Memang apabila merujuk pada Taksonomi Bloom, pemahaman dianggap sebagai proses berpikir tahap yang rendah (C2). Namun demikian, konteks Taksonomi Bloom sebenarnya digunakan untuk perancangan pembelajaran dan asesmen kelas yang lebih operasional, bukan untuk CP yang lebih abstrak dan umum. Taksonomi Bloom lebih sesuai digunakan untuk menurunkan/ menerjemahkan CP ke tujuan pembelajaran yang lebih konkret. 
• Naskah CP terdiri atas rasional, tujuan, karakteristik, dan capaian per fase. Rasional menjelaskan alasan pentingnya mempelajari mata pelajaran tersebut serta kaitannya dengan profil pelajar Pancasila. Tujuan menjelaskan kemampuan atau kompetensi yang dituju setelah peserta didik mempelajari mata pelajaran tersebut secara keseluruhan. Karakteristik menjelaskan apa yang dipelajari dalam mata pelajaran tersebut, elemen-elemen atau domain (strands) yang membentuk mata pelajaran dan berkembang dari fase ke fase. Capaian per fase disampaikan dalam dua bentuk,yaitu secara keseluruhan dan capaian per fase untuk setiap elemen. Oleh karena itu, penting untuk pendidik mempelajari CP untuk mata pelajarannya secara menyeluruh. Memahami CP adalah langkah pertama yang sangat penting. Setiap pendidik perlu familiar dengan apa yang perlu mereka ajarkan, terlepas dari apakah mereka akan mengembangkan kurikulum, alur tujuan pembelajaran, atau silabusnya sendiri atau tidak. Beberapa contoh pertanyaan reflektif yang dapat digunakan untuk memandu guru dalam memahami CP, antara lain: 
• Kompetensi apa saja yang perlu dimiliki peserta didik untuk sampai di capaian pembelajaran akhir fase? 
• Kata-kata kunci apa yang penting dalam CP? 
• Apakah ada hal-hal yang sulit saya pahami? 
• Apakah capaian yang ditargetkan sudah biasa saya ajarkan? 

Selain untuk mengenal lebih mendalam mata pelajaran yang diajarkan, memahami CP juga dapat memantik ide-ide pengembangan rancangan pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk memantik ide: 
• Bagaimana capaian dalam fase ini akan dicapai anak didik? 
• Materi apa saja yang akan dipelajari dan seberapa luas serta mendalam? 
• Proses belajar seperti apa yang akan ditempuh peserta didik?

Read More »
18 October | 0komentar